Polri perlu memastikan bahwa setiap anggota, mulai dari level terendah hingga tertinggi, memahami bahwa tugas mereka adalah melindungi, bukan memeras.Â
Tanpa komitmen untuk melakukan perubahan mendasar ini, reformasi kultural akan tetap menjadi mimpi yang jauh dari kenyataan.
Dampak Terhadap Kepercayaan Publik
Kasus seperti ini juga berdampak buruk pada kepercayaan publik. Ketika polisi yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam penegakan hukum justru terlibat dalam pelanggaran hukum, masyarakat akan semakin sulit mempercayai institusi ini.Â
Mengutip dari TribrataNews, dalam survei terpisah oleh Litbang Kompas, menyebutkan bahwa meskipun ada peningkatan kepuasan terhadap kinerja Polri, kritik terhadap lambatnya proses hukum dan pelanggaran etika tetap mendominasi.
Hal ini tidak hanya merugikan Polri, tetapi juga seluruh sistem hukum di Indonesia.Â
Bagaimana masyarakat bisa merasa aman jika mereka tidak percaya pada institusi yang seharusnya melindungi mereka?Â
Dan bagaimana pemerintah bisa mendorong reformasi hukum jika institusi penegak hukum sendiri terus terjebak dalam praktik korupsi dan pelanggaran etika?
Menuju Polisi yang Humanis
Untuk mencapai cita-cita polisi yang humanis, Polri membutuhkan perubahan besar.Â
Ini bukan hanya soal mengganti pejabat atau mengeluarkan aturan baru. Ini adalah soal membangun kembali kepercayaan publik, memastikan integritas dalam setiap level institusi, dan menciptakan sistem yang benar-benar mendukung penegakan hukum yang adil dan transparan.
Seperti yang disampaikan oleh Mahfud MD, reformasi kultural bukan hanya soal struktur, tetapi juga soal nilai-nilai. Polisi harus dididik untuk memahami bahwa mereka adalah pelindung, bukan pelanggar.Â
Mereka harus menginternalisasi nilai-nilai integritas, keadilan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.Â