Academia.edu merekomendasikan untuk selalu mempertimbangkan faktor sosial, budaya, dan politik saat menganalisis data. Hal ini penting agar kita bisa memahami konteks di balik angka-angka tersebut.
Selain itu, peneliti dan analis data harus lebih kritis terhadap data yang mereka gunakan.Â
Portal Garuda Kemdikbud mencatat bahwa bias sering kali muncul dalam proses pengumpulan data. Misalnya, survei yang dilakukan secara online mungkin tidak mewakili masyarakat pedesaan yang tidak memiliki akses internet.Â
Oleh karena itu, penting untuk selalu menguji ulang hasil analisis dan mempertimbangkan kemungkinan bias.
Data adalah Alat, Bukan Kebenaran Mutlak
Sebagai kesimpulan, data adalah alat yang sangat berguna untuk memahami dunia, tetapi alat ini tidak sempurna. Korelasi palsu adalah pengingat bahwa tidak semua yang tampak nyata dalam data benar-benar mencerminkan realitas.Â
Dengan pendekatan yang kritis dan holistik, kita bisa memanfaatkan potensi besar big data dan AI tanpa terjebak dalam kesalahan interpretasi.
Mari kita jadikan data sebagai awal dari pemahaman, bukan akhir dari pencarian kebenaran. Dengan begitu, kita bisa menggunakan data untuk menciptakan solusi yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.
***
Referensi:
- Dotedu.id. (n.d.). Apa itu Spurious Correlation? Diakses dari https: //dotedu. id/apa-itu-spurious-correlation
- Academia.edu. (n.d.). Materi Statistika Dasar: Analisis Korelasi dan Regresi. Diakses dari https: //www. academia. edu/36649169/Materi_Statistika_Dasar_Analisis_Korelasi_dan_Regresi
- Portal Garuda Kemdikbud. (n.d.). Kritik terhadap Paradigma Positivisme. Diakses dari https: //download. garuda. kemdikbud. go. id/article.php?article=696730&title=KRITIK+TERHADAP+PARADIGMA+POSITIVISME&val=11133
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H