Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Data, Realitas, dan Kebenaran Tersembunyi

29 Desember 2024   20:32 Diperbarui: 29 Desember 2024   20:32 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi analisis data (Gambar dibuat dengan bantuan SuperAI.id) 

Korelasi palsu adalah salah satu jebakan utama dalam analisis big data. 

DotEdu.id menjelaskan bahwa korelasi palsu terjadi ketika dua variabel tampak terkait tetapi sebenarnya tidak memiliki hubungan langsung. 

Contoh yang sering dikutip adalah hubungan antara tingkat kriminalitas di Texas dengan komunitas kulit hitam. Korelasi ini bisa muncul karena faktor lain, seperti kemiskinan atau kurangnya akses pendidikan, yang tidak terlihat dalam data mentah.

Contoh lain yang lebih dekat dengan kita adalah kasus kanker otak di Indonesia. Menurut Portal Garuda Kemdikbud, hampir semua penderita kanker otak di Indonesia adalah pemakan nasi. Apakah ini berarti nasi menyebabkan kanker otak? Tentu tidak. 

Hubungan ini muncul karena nasi adalah makanan pokok mayoritas penduduk Indonesia. Fenomena seperti ini menunjukkan bahwa data tanpa konteks sosial dapat menghasilkan kesimpulan yang menyesatkan.

Pentingnya Memahami Konteks dalam Data

Big data sering kali dipuji karena kemampuannya untuk mengungkap pola yang tidak terlihat sebelumnya. Namun, tanpa pemahaman konteks sosial, pola-pola ini bisa menjadi jebakan. 

Academia.edu menekankan bahwa data hanya mencatat apa yang terlihat, tetapi tidak menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi. Sebagai contoh, kebiasaan menggigit kuku mungkin terlihat berkorelasi dengan kecerdasan. 

Namun, apakah menggigit kuku benar-benar menunjukkan kecerdasan, ataukah itu hanya respons terhadap stres? Jawabannya membutuhkan analisis yang lebih dalam.

Di Indonesia, data sering digunakan untuk mendukung kebijakan atau keputusan besar. Misalnya, data tentang kemacetan di Jakarta sering kali menjadi alasan untuk membangun jalan tol. 

Tapi apakah benar jalan tol adalah solusi terbaik? Tanpa mempertimbangkan pola transportasi publik, budaya kerja, dan urbanisasi, kita hanya mendapatkan solusi yang dangkal.

Solusi: Pendekatan Holistik dan Kritis terhadap Data

Untuk menghindari jebakan korelasi palsu, kita perlu mengadopsi pendekatan holistik. Ini berarti melihat data sebagai bagian dari keseluruhan cerita, bukan sebagai kebenaran mutlak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun