Keberagaman fasilitas rekreasi ini memberikan potensi yang baik untuk mendukung aktivitas rekreasi dan penerapan gaya hidup yang lebih santai dan selaras dengan prinsip slow living.
Komunitas dan Budaya Lokal: Aset Pendukung Slow Living
Keberadaan komunitas yang suportif dan kekayaan budaya lokal berpotensi mempererat koneksi sosial dan memberikan makna dalam kehidupan, selaras dengan prinsip slow living.Â
Informasi dari Sobat Budaya Makassar, Makassar Channel, dan Hipwee menunjukkan aktivitas beragam komunitas di Makassar, meliputi pelestarian budaya, pemberdayaan masyarakat, dan kegiatan sosial.Â
Keberadaan komunitas-komunitas ini merupakan potensi positif untuk mendukung interaksi sosial yang sehat dan memperkaya pengalaman hidup, yang merupakan aspek penting dalam penerapan slow living.
Akses ke Alam: Ikon Kota dan Pesona Pulau
Detik dan NapakTilas, Makassar memiliki ikon kota, Pantai Losari, dan Pulau Samalona yang menawarkan keindahan alam memukau.Â
Akses terhadap alam sangat krusial untuk relaksasi, rekreasi, dan membangun koneksi dengan lingkungan. Dilansir dariMeski demikian, pengembangan ruang terbuka hijau di dalam kota tetap diperlukan agar seluruh warga dapat lebih mudah mengakses alam.
Kesimpulan: Makassar Berpotensi Tapi Belum Ideal
Berdasarkan analisis, Makassar menunjukkan potensi moderat dalam mengadopsi slow living.Â
Keberagaman fasilitas rekreasi dan komunitas aktif menjadi modal positif.Â
Namun, biaya hidup tinggi, transportasi publik yang belum optimal, dan isu lingkungan menjadi tantangan signifikan.
Pertanyaan krusialnya, bisakah Makassar menjadi representasi kota ideal untuk slow living? Jawabannya BELUM IDEAL.Â
Dibutuhkan kolaborasi pemerintah, masyarakat, dan swasta untuk mengatasi tantangan dan memaksimalkan potensi.Â