Untuk meringankan dampaknya, pemerintah mengeluarkan kebijakan fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk beberapa komoditas penting, seperti tepung terigu dan minyak goreng curah.Â
Artinya, beberapa barang vital ini akan tetap dikenakan PPN dengan tarif efektif yang sama, yaitu 11%.Â
Namun, meski ada fasilitas tersebut, kebijakan ini tetap menimbulkan kecemasan.Â
Bagaimana dengan barang kebutuhan lainnya yang tidak termasuk dalam daftar DTP?
Menurut Eko Listyanto, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), kenaikan tarif PPN dapat menyebabkan inflasi yang lebih tinggi.Â
Biaya produksi barang dan jasa yang meningkat akan diteruskan ke konsumen melalui harga yang lebih tinggi, yang berpotensi menggerus daya beli masyarakat.Â
Ini tentu menjadi masalah besar di tengah ketidakpastian ekonomi akibat dampak pandemi yang masih terasa.Â
Eko Listyanto bahkan memperingatkan bahwa penurunan daya beli masyarakat akibat kenaikan PPN dapat memperlambat pemulihan ekonomi, terutama di kalangan masyarakat menengah ke bawah yang sudah tertekan oleh biaya hidup yang terus meningkat.
Beban Baru bagi Pemilik Kendaraan
Selain kenaikan PPN, perubahan skema pajak kendaraan bermotor yang juga akan diterapkan mulai 2025 tidak kalah pentingnya.Â
Pemerintah akan mengenakan dua komponen pajak baru untuk kendaraan bermotor: Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) opsional dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) opsional.Â
Dua pajak tambahan ini akan dikenakan kepada pemilik kendaraan, baik yang baru maupun yang lama, yang tentunya akan mempengaruhi pengeluaran mereka.