Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kasus Firli Bahuri yang Tak Kunjung Usai

7 Desember 2024   06:00 Diperbarui: 7 Desember 2024   06:01 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Firli Bahuri (Foto: Harian Kompas) 

Pada 22 November 2023, kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi yang melibatkan Firli Bahuri, mantan Ketua KPK, mencuat ke publik. 

Hingga kini, setahun setelahnya, proses hukum terkait kasus tersebut tampaknya berjalan lambat, dan Firli malah mangkir dari pemanggilan pemeriksaan. 

Ini bukan hal yang baru. Ketidakhadiran Firli pada 28 November 2024, meski telah dipanggil oleh penyidik Polda Metro Jaya menambah kekecewaan banyak pihak, khususnya masyarakat yang menginginkan kepastian hukum. 

Kasus ini memperlihatkan ketegangan nyata antara penegakan hukum dan pengaruh politik, dengan dampak jangka panjang terhadap integritas sistem peradilan di Indonesia.

Proses Hukum yang Lambat

Kasus ini sudah berlangsung lebih dari satu tahun, dengan tanda-tanda kemajuan yang minim. 

Firli Bahuri, yang seharusnya menjadi teladan dalam pemberantasan korupsi, justru menghadapi tuduhan yang menimpanya. 

Namun, penyidik Polda Metro Jaya menghadapi tantangan yang tak kalah besar. Absennya Firli dalam beberapa jadwal pemeriksaan yang telah ditetapkan, termasuk yang dijadwalkan pada 28 November 2024. 

Meskipun ia sudah dipanggil, alasan Firli untuk tidak hadir adalah bahwa berkas perkara tidak memenuhi syarat materiil yang dianggapnya tidak sah.

Hal ini menambah kontroversi dalam proses hukum yang berlangsung. 

Apakah Firli, dengan posisi dan pengaruhnya yang dulu sebagai Ketua KPK, berusaha menghindar dari proses hukum? 

Atau ada hal lain yang lebih kompleks, terkait dengan pengaruh politik yang membelit kasus ini? 

Kenyataannya, proses hukum yang terhambat ini dapat menciptakan ketidakpastian hukum yang berlarut-larut dan merugikan banyak pihak, terutama masyarakat yang menginginkan keadilan.

Tekanan dari DPR dan MAKI

Tidak hanya masyarakat biasa, DPR dan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) juga menuntut agar kasus ini segera diselesaikan. 

Menurut Tribun News (2024), DPR bahkan mengeluarkan desakan agar Polda Metro Jaya segera menuntaskan kasus ini, termasuk kemungkinan menjemput paksa Firli karena ia telah dua kali mangkir. 

Ketegasan DPR ini menegaskan bahwa proses hukum terhadap pejabat tinggi tidak boleh ada perlakuan khusus. 

Bagi DPR, tidak ada alasan bagi proses hukum untuk lambat, apalagi jika yang terlibat adalah mantan Ketua KPK yang harusnya menjadi contoh dalam penegakan hukum.

Selain itu MAKI, yang dikenal sebagai organisasi yang mendukung pemberantasan korupsi, juga ikut bergerak dengan mengajukan permohonan praperadilan kedua untuk menentang penghentian kasus yang dianggap tidak sah (Kompas.com, 2024). 

Ini menunjukkan bahwa tuntutan masyarakat akan transparansi dan akuntabilitas sangat kuat, dan mereka tidak akan membiarkan kasus ini berlalu begitu saja tanpa kejelasan.

Ketegangan Antara Penegakan Hukum dan Politik

Apa yang terjadi dengan proses hukum terhadap Firli Bahuri ini sebenarnya mencerminkan ketegangan besar antara penegakan hukum dan politik. 

Tidak bisa dipungkiri, Firli adalah figur penting dalam institusi negara, dan keterlibatannya dalam kasus ini tentu saja memunculkan pertanyaan besar tentang apakah ada kekuatan politik yang mencoba mempengaruhi jalannya proses hukum. 

Mengingat latar belakangnya yang pernah memimpin KPK, penanganan kasus ini sangat sensitif. 

Lambannya proses hukum ini bisa dianggap sebagai indikasi adanya campur tangan politik yang mencoba mempengaruhi jalannya penyidikan.

Di satu sisi, Firli mengajukan alasan bahwa berkas perkara yang disodorkan tidak memenuhi syarat materiil. 

Namun, alasan ini semakin memperkeruh keadaan, karena menunjukkan bahwa ada ketidaksesuaian antara persepsi penyidik dengan sikap Firli. 

Hal ini tentu berbahaya karena bisa menimbulkan ketidakpastian hukum, yang pada akhirnya merusak citra dan kredibilitas aparat penegak hukum di mata publik.

Menciptakan Ketidakpastian Hukum

Jika kita melihat lebih jauh, dampak dari lambannya proses hukum ini tentu tidak hanya terbatas pada kasus Firli. 

Kepercayaan publik terhadap KPK dan institusi penegak hukum lainnya bisa semakin tergerus. 

Di Indonesia, sudah menjadi rahasia umum bahwa korupsi adalah masalah besar yang menggerogoti berbagai sektor. 

Namun, jika kasus yang melibatkan seorang mantan Ketua KPK saja tidak bisa diselesaikan dengan cepat dan transparan, bagaimana kita bisa berharap pada pemberantasan korupsi secara keseluruhan

Menurut Tempo (2024), penanganan kasus ini tidak hanya mempengaruhi citra KPK, tetapi juga integritas seluruh lembaga penegak hukum. 

Jika masyarakat merasa bahwa pejabat tinggi atau tokoh besar dapat menghindari hukuman dengan cara mengulur-ulur waktu atau memanfaatkan celah hukum, maka ini akan memicu ketidakpercayaan yang lebih besar. 

Pada akhirnya, citra Indonesia di mata dunia internasional juga akan terpengaruh, karena akan dianggap sebagai negara yang tidak serius dalam memberantas korupsi.

Kesimpulan

Kasus Firli Bahuri adalah contoh nyata dari betapa pentingnya transparansi dan kejelasan dalam proses hukum di Indonesia. 

Proses hukum yang lambat, ketidakhadiran Firli dalam pemanggilan pemeriksaan, serta permohonan penghentian kasus yang diajukan oleh kuasa hukumnya, menunjukkan bahwa ada ketegangan antara penegakan hukum dan politik yang perlu segera diselesaikan. 

Jika negara ingin memperbaiki citra institusi penegak hukumnya dan memastikan kepercayaan publik, maka kasus ini harus segera dituntaskan dengan transparansi yang penuh.

Bagi kita sebagai masyarakat, kita hanya bisa berharap bahwa kasus ini tidak berlarut-larut tanpa kejelasan. 

Proses hukum yang cepat dan adil adalah kunci untuk mewujudkan negara yang bebas dari korupsi, di mana setiap orang, tanpa terkecuali, harus bertanggung jawab di hadapan hukum.

Semoga, kasus Firli Bahuri ini menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk menunjukkan komitmennya terhadap penegakan hukum yang sesungguhnya.

***

Referensi:

  • Tempo. (2024, November 22). Ex-KPK chair Firli Bahuri to face extortion allegation investigation today. [https: //en. tempo. co/read/1946384/ex-kpk-chair-firli-bahuri-to-face-extortion-allegation-investigation-today]
  • Tempo. (2024, November 22). KPK demands former Sarana Jaya CEO refund Rp31.17 billion in zero-down-payment house corruption case. [https: //en. tempo. co/read/1948145/kpk-demands-former-sarana-jaya-ceo-refund-rp31-17-billion-in-zero-down-payment-house-corruption-case]
  • The Jakarta Post. (2024, November 29). Ex-KPK chief requests probe termination, skips questioning. [https: //www. thejakartapost. com/indonesia/2024/11/29/ex-kpk-chief-requests-probe-termination-skips-questioning.html]
  • Tribun News. (2024, December 3). Satu tahun kasus pemerasan Firli Bahuri, Kompolnas: Mestinya sudah ada kepastian hukum. [https: //www. tribunnews. com/nasional/2024/12/03/satu-tahun-kasus-pemerasan-firli-bahuri-kompolnas-mestinya-sudah-ada-kepastian-hukum]
  • Kompas Megapolitan. (2024, December 3). 1 tahun kasus Firli Bahuri, Kompolnas: Harusnya sudah ada kepastian hukum. [https: //megapolitan. kompas. com/read/2024/12/03/15541101/1-tahun-kasus-firli-bahuri-kompolnas-harusnya-sudah-ada-kepastian-hukum]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun