Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan bahwa pada Maret 2024, pengeluaran bulanan masyarakat Indonesia untuk konsumsi beras rata-rata mencapai Rp 89.778, lebih tinggi hampir 20% dibandingkan Maret 2023 yang hanya Rp 75.262.Â
Ini menunjukkan bahwa harga beras sangat mempengaruhi daya beli masyarakat. Maka, menjaga agar harga beras tetap stabil adalah hal yang tidak bisa dianggap sepele.
Namun, Bulog tidak hanya bekerja sendirian.Â
Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (BAPAN) juga mengambil langkah strategis dengan memperpanjang relaksasi Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras medium dan premium, yang menurut Badan Pangan Nasional bertujuan untuk menjaga stabilitas pasokan di pasar tradisional dan retail modern.
Tantangan Domestik dan Global yang Menghadang
Meski Bulog dan pemerintah terus berupaya untuk menjaga kestabilan harga beras, tantangan yang dihadapi sangat besar.Â
Tidak hanya faktor domestik, tetapi juga tantangan dari luar negeri turut mempengaruhi kestabilan harga beras.Â
Krisis pangan global misalnya, telah menyebabkan disrupsi pada rantai pasokan dan mengarah pada kenaikan harga pangan dunia.Â
Hal ini tentu tidak bisa dihindari oleh Indonesia, yang sebagian besar berasnya masih bergantung pada hasil panen dalam negeri.
Dari sisi domestik, masalah krisis pangan juga semakin kompleks.Â
Menurut VOI.ID, harga beras medium pada bulan November 2024 turun tipis sebesar 0,15% menjadi Rp 13.540 per kilogram, tetapi harga beras yang terjangkau ini bisa terancam jika hasil panen tidak mencukupi atau jika terjadi perubahan cuaca ekstrem yang mempengaruhi produksi.Â
Selain itu, Indonesia juga dihadapkan pada masalah produktivitas pertanian yang rendah. Hal ini mengakibatkan ketergantungan pada impor beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.