Tanpa penanganan yang bijaksana, ini bisa merusak reputasi Gus Miftah, yang selama ini dikenal sebagai sosok bijak dan santun.
Sebagai seorang pendakwah, Gus Miftah memiliki tanggung jawab tidak hanya terhadap jamaahnya, tetapi juga terhadap masyarakat luas.Â
Setiap kata yang diucapkannya seharusnya mencerminkan etika dan kesopanan.Â
Jika perilaku ini berlanjut, ia berisiko kehilangan kepercayaan dari pengikutnya dan bahkan merusak wibawanya di mata publik.
Meskipun Gus Miftah mungkin tidak berniat buruk, ia perlu menyadari bahwa sebagai figur publik, ia harus lebih berhati-hati dalam berbicara dan bertindak.Â
Sikap seperti ini dapat menimbulkan keraguan pada publik mengenai integritasnya sebagai seorang pendakwah yang seharusnya menjadi teladan dalam hal adab dan etika (Okezone, 2024).
Apa yang Bisa Dipelajari?
Insiden ini memberikan pelajaran berharga bagi kita semua, terutama bagi mereka yang memiliki pengaruh besar di masyarakat.Â
Sebagai figur publik, setiap ucapan memiliki potensi untuk mempengaruhi persepsi orang lain.Â
Tidak hanya dalam konteks formal, tetapi juga dalam suasana informal, seperti pengajian, etika dan adab tetap harus dijaga.Â
Kejadian ini mengingatkan kita bahwa di era digital, setiap pernyataan bisa menyebar begitu cepat, menjangkau audiens yang lebih luas dari yang kita bayangkan.
Dari kejadian ini, kita belajar bahwa menjaga citra pribadi dan integritas sangat penting, terutama bagi generasi muda yang mungkin meniru apa yang kita katakan dan lakukan.Â