Mahkamah Pidana Internasional (ICC) membuat langkah mengejutkan dengan mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk tiga tokoh penting: Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, dan pemimpin Hamas Mohammed Deif.Â
Tuduhannya tidak main-main, kejahatan perang.Â
Keputusan ini menjadi sorotan dunia, tidak hanya karena bobot tuduhan yang diajukan, tetapi juga karena implikasinya terhadap dinamika hukum internasional di tengah tekanan geopolitik yang kompleks.
Langkah ini memicu reaksi beragam dari berbagai pihak.Â
Ada yang melihatnya sebagai terobosan penting untuk menegakkan keadilan global, tetapi tidak sedikit pula yang mempertanyakan kemampuannya untuk diterapkan, terutama di tengah resistensi dari negara-negara berpengaruh.Â
Keputusan ini tidak hanya berbicara soal hukum, tetapi juga tentang bagaimana hukum internasional dapat bertahan di tengah kekuatan politik global yang sering kali saling bertentangan.
Seberapa jauh hukum internasional mampu menegakkan keadilan, terutama ketika kekuatan geopolitik menjadi hambatan besar?
Keberanian di Balik Surat Penangkapan
Satu kata untuk ICC, keren.Â
ICC jelas menunjukkan keberanian. Dalam konteks hukum internasional, ini adalah sinyal penting. Pelaku kejahatan perang tidak akan lolos begitu saja, meski mereka adalah pemimpin negara kuat.Â
Tuduhan terhadap Netanyahu dan Gallant termasuk kejahatan berat, seperti menggunakan kelaparan sebagai metode perang melalui blokade Gaza.Â
Sementara itu, Mohammed Deif dituding bertanggung jawab atas serangan besar-besaran Hamas yang menewaskan warga sipil.
Namun seperti biasa, keberanian sering dihadapkan pada tantangan besar. Penolakan tegas dari Amerika Serikat menjadi penghalang yang signifikan.Â
Presiden Joe Biden bahkan menyebut keputusan ICC sebagai tindakan keterlaluan.Â
Dengan AS sebagai sekutu utama Israel, pernyataan ini adalah sinyal dukungan diplomatik yang kuat.
Dukungan yang Terpecah di Komunitas Global
Meski ada penolakan, negara-negara Eropa Barat seperti Italia, Spanyol, dan Belgia mendukung keputusan ICC.Â
Mereka bahkan menyatakan akan mematuhi kewajiban mereka sebagai penandatangan Statuta Roma.Â
Jika Netanyahu atau Gallant memasuki wilayah mereka, surat perintah itu bisa dieksekusi.Â
Dukungan ini penting karena menegaskan bahwa ada pihak yang masih percaya pada akuntabilitas global.
Namun, jika kita lihat fakta lain. Banyak negara, termasuk Amerika Serikat, bukan lagi bagian dari Statuta Roma.Â
Tanpa dukungan dari kekuatan besar seperti AS, penegakan keputusan ini menjadi sulit.Â
Kasus Omar al-Bashir di Sudan adalah contoh nyata.Â
Meski ICC mengeluarkan surat penangkapan, ia tetap lolos berkat dukungan politik dari sekutu-sekutunya.
Apa Artinya untuk Dunia?
Keputusan ICC mencerminkan dua sisi dari hukum internasional.Â
Di satu sisi, ini adalah langkah maju dalam menegakkan keadilan. Pesannya jelas, tidak ada yang kebal hukum, bahkan jika Anda seorang pemimpin negara.Â
Di sisi lain, keputusan ini membuka tantangan baru. Tanpa dukungan global yang kuat, upaya ini berisiko menjadi simbol semata.
Dalam konteks lebih luas, langkah ini juga mengangkat pertanyaan tentang konsistensi.Â
Mengapa hanya Netanyahu, Gallant, dan Deif? Bagaimana dengan pelaku lain di konflik serupa?Â
Pertanyaan-pertanyaan ini bisa melemahkan kepercayaan pada ICC, terutama jika keputusan mereka dipandang selektif atau dipengaruhi kepentingan geopolitik.
Relevansi dengan Indonesia
Sebagai bangsa yang juga memiliki pengalaman konflik, kita bisa belajar dari isu ini.Â
Hukum sering kali berada di persimpangan antara keadilan dan kepentingan politik.Â
Bayangkan jika sebuah keputusan besar tentang kejahatan perang harus diambil di tengah tekanan dari negara-negara besar.Â
Bagaimana Indonesia, sebagai anggota komunitas internasional, bisa berkontribusi pada penegakan hukum global?
Lebih jauh lagi, kasus ini mengingatkan kita tentang pentingnya mendukung sistem internasional yang kuat dan adil.Â
Jika ICC gagal mendapatkan dukungan untuk kasus ini, legitimasi mereka bisa dipertanyakan.Â
Padahal, lembaga seperti ICC sangat penting untuk memastikan bahwa kejahatan berat tidak dibiarkan begitu saja.
Apa Selanjutnya?
Langkah ICC adalah pengingat bahwa keadilan sering kali memiliki harga.Â
Dalam kasus ini, harga tersebut adalah menghadapi tekanan geopolitik yang besar. Apakah keputusan ini akan berhasil atau gagal, itu tergantung pada dukungan komunitas internasional.
Sebagai warga dunia, kita terus memantau.Â
Langkah ini bukan hanya tentang Israel atau Palestina, tetapi tentang keadilan universal. Jika ICC berhasil, itu bisa menjadi preseden penting bagi konflik lain.Â
Jika gagal, itu bisa menjadi kemunduran bagi upaya global melawan impunitas.
Langkah ICC tetap patut dihormati. Mereka telah mengambil posisi yang sulit, tetapi penting, dalam upaya mewujudkan dunia yang lebih adil.Â
Kini, terserah kepada kita semua, baik sebagai negara maupun individu, untuk memastikan bahwa keadilan benar-benar bisa ditegakkan.
***
Referensi:
- Kompas. (2024, November 24). Respons Israel terkait perintah penangkapan Netanyahu, Yoav Gallant, dan Mohammed Deif oleh ICC. Kompas.com.
- Tribun Manado. (2024, November 22). Biden kritik surat perintah penangkapan Netanyahu, Gallant ICC: Keterlaluan. Manado Tribunnews.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H