Hal ini memunculkan pertanyaan wajar. Apakah mereka masuk untuk membawa misi organisasi, atau justru menjadi bagian dari permainan pragmatisme itu sendiri?Â
Bagi saya, ini adalah pengingat bahwa menjaga independensi tidak hanya soal institusi, tetapi juga soal bagaimana individu di dalamnya memahami tanggung jawab mereka.
Pragmatisme Adalah Jalan Pintas yang Berbahaya
Menurut saya, pragmatisme politik adalah jalan pintas yang sering kali membawa dampak panjang.Â
Organisasi masyarakat sipil yang terjebak dalam permainan ini cenderung kehilangan kepercayaan publik.Â
Sebagai contoh, ada beberapa organisasi lain yang awalnya kritis terhadap pemerintah, tapi kemudian menjadi pasif setelah menerima dukungan finansial atau jabatan strategis.Â
Kita tahu bagaimana ini berakhir, kredibilitas mereka anjlok.
Bagi Muhammadiyah, pragmatisme bukan hanya ancaman terhadap kredibilitas, tetapi juga terhadap nilai-nilai dasar yang selama ini mereka jaga.Â
Pragmatisme dapat mengarah pada personifikasi organisasi, di mana keputusan lebih banyak dipengaruhi oleh individu daripada prinsip kolektif.Â
Jika ini terjadi, prinsip kepemimpinan kolektif-kolegial yang menjadi kekuatan Muhammadiyah bisa saja terkikis.
Muhammadiyah dalam Konteks Budaya dan Politik di Indonesia
Sebagai masyarakat Indonesia, kita sering melihat budaya patronase yang kuat dalam politik dan ekonomi. Dalam konteks ini, menjaga independensi menjadi tantangan tersendiri.Â
Namun, saya percaya, Muhammadiyah memiliki keunikan yang bisa menjadi contoh bagi organisasi lain.Â