warga sipil, insiden penyerangan prajurit TNI terhadap warga di Desa Selamat, Deli Serdang, memicu sebuah kekhawatiran yang nyata.Â
Sebagai seorangIni bukan sekadar perselisihan, tetapi gambaran betapa mengkhawatirkan penggunaan kekerasan oleh aparat terhadap sipil di negeri kita.Â
Insiden ini menunjukkan perlunya disiplin dan pengawasan ketat agar di tubuh aparat militer agar dapat menjalankan tugasnya dengan aman dan bertanggung jawab.Â
Artikel ini akan mengupas lebih dalam celah pengawasan disiplin di tubuh militer, serta kenapa langkah-langkah perbaikan harus segera diterapkan.
Ketika Pengawasan Internal TNI Dipertanyakan
Saya pikir kita semua sepakat bahwa peristiwa penyerangan oleh prajurit TNI ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai bagaimana kedisiplinan di tubuh militer dijaga.Â
Berdasarkan data yang disampaikan oleh Tempo.co, kasus pelanggaran disiplin di kalangan prajurit TNI justru meningkat dari tahun ke tahun, dari 1.040 menjadi 1.048 kasus pada tahun 2023.Â
Angka ini bukanlah sekadar statistik, tetapi representasi dari adanya celah yang belum tertutup dalam sistem kedisiplinan mereka.Â
Mengingat bahwa TNI adalah institusi yang diharapkan menjaga ketertiban dan keamanan, meningkatnya kasus pelanggaran disiplin ini adalah sebuah tanda bahaya.
Bukan hanya itu, menurut laporan dari Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), terjadi 64 kasus kekerasan oleh TNI terhadap warga sipil antara Oktober 2023 hingga September 2024.Â
Angka ini menunjukkan bahwa masalah kedisiplinan militer bukan hanya teori belaka.Â
Ini adalah kenyataan yang berdampak langsung pada masyarakat sipil.Â
Ketika masyarakat sipil mulai merasa terancam oleh mereka yang seharusnya melindungi, kepercayaan kepada institusi ini dapat runtuh, dan dampaknya tidak main-main.
Dampak Jangka Panjang pada Kepercayaan Publik
Kita perlu melihat kasus ini dalam konteks yang lebih luas.Â
Dalam masyarakat yang demokratis, tentara memang diharapkan bisa menjaga keamanan tanpa mengganggu ketertiban sipil.Â
Sayangnya, insiden di Deli Serdang ini menyoroti sebuah pola yang mengkhawatirkan.Â
Kontrol internal terhadap prajurit melemah, sehingga masyarakat yang harus menanggung dampaknya.
Saya pikir masyarakat sudah terlalu lama harus bersabar dengan berbagai peristiwa yang melibatkan tindakan aparat yang berlebihan.Â
Kasus di Deli Serdang ini bisa memperburuk citra TNI di mata rakyat, terutama mereka yang berada di wilayah pedesaan yang sering kali rentan menjadi korban.Â
Jika kepercayaan ini hilang, tidak hanya akan sulit untuk dibangun kembali, tetapi juga akan mengancam stabilitas sosial yang selama ini sudah dijaga dengan susah payah.
Perlu Reformasi yang Lebih Dalam dalam Pengawasan Kedisiplinan Militer
Saya pribadi percaya, disiplin bukan hanya soal aturan yang tertulis di atas kertas.Â
Ini adalah tentang etika dan tanggung jawab yang melekat dalam diri setiap prajurit.Â
Para ahli militer sudah sering mengingatkan pentingnya profesionalisme dan pemahaman tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dalam pelatihan militer.Â
Integrasi HAM ini bukan hanya formalitas. Integrasi ini adalah fondasi yang penting untuk memastikan bahwa setiap prajurit memahami batasan antara menjaga keamanan dan melanggar hak warga sipil.
Integrasi HAM menjadi penting karena tugas utama prajurit adalah melindungi rakyat, bukan menyerang mereka.Â
Musuh militer sejatinya adalah ancaman luar, bukan rakyat sipil, bukan wong cilik yang membiayai segala atribut mereka.Â
Tanpa pelatihan yang kuat, jangan heran jika kejadian seperti di Deli Serdang bisa terulang, di mana prajurit bertindak tanpa batasan yang jelas.
Menjaga Hubungan Harmonis antara Militer dan Masyarakat
Sebagai masyarakat, kita selalu mengharapkan hubungan yang baik dengan aparat, baik itu polisi, tentara, maupun institusi lainnya. Tapi, tentu saja hubungan baik ini perlu dibangun dari kedua belah pihak.Â
Di satu sisi, kita sebagai warga harus tetap mendukung tugas mereka dan menghormati peran mereka dalam menjaga keamanan.Â
Namun, di sisi lain, militer juga perlu menunjukkan kedisiplinan yang sejalan dengan nilai-nilai yang diharapkan masyarakat.
Mungkin, pemerintah bisa mulai mempertimbangkan untuk meningkatkan kontrol terhadap pelanggaran disiplin di tubuh TNI.Â
Ini bukan hanya soal pemberian sanksi yang tegas, tetapi juga soal memperbaiki pelatihan dan membentuk nilai-nilai yang menghargai HAM.Â
Ketika militer mampu menunjukkan bahwa mereka bisa disiplin dan menghormati hak warga sipil, kita sebagai masyarakat akan semakin percaya bahwa mereka benar-benar ada untuk melindungi, bukan mengancam.
Belajar dari Insiden Deli Serdang
Insiden di Desa Selamat ini seharusnya menjadi pelajaran bagi kita semua, terutama bagi institusi militer yang memiliki tugas mulia menjaga negara.Â
Kita tidak boleh membiarkan insiden ini berlalu tanpa perubahan.Â
Sudah saatnya reformasi pengawasan kedisiplinan militer dilakukan dengan sungguh-sungguh, karena tanpa disiplin, tugas melindungi bangsa hanya akan menjadi slogan semata.
Sebagai masyarakat sipil, kita harus tetap mengingatkan pemerintah dan TNI untuk menindaklanjuti kasus ini.Â
Kita semua menginginkan negara yang aman, damai, dan tenteram, tanpa ancaman, termasuk dari aparat militer kita sendiri.
***
Referensi:
- Tempo.co. (2023, Mei 23). Pelanggaran disiplin prajurit TNI meningkat, dari tata tertib hingga penganiayaan. Tempo Nasional.
- Suara.com. (2024, Oktober 4). KontraS sebut 64 kasus kekerasan oleh TNI terjadi dalam setahun, salah satunya di Papua. Suara News.
- Kompas.com. (2024, November 10). 33 prajurit TNI terlibat penyerangan warga desa Deli Serdang hingga 1 orang tewas. Kompas Medan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H