Pada 1 November 2024, ketika harapan kita tertuju pada Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang baru, dalam fungsinya  sebagai penjaga dunia maya negara dari konten negatif, justru tersingkap sisi gelap yang menyakitkan.Â
Di luar ekspektasi, aparat Polda Metro Jaya menggeledah kantor mereka dan menemukan kenyataan pahit.Â
Beberapa pegawai kementerian ini, bukannya melindungi, malah ikut dalam jaringan judi online, sambil meraup keuntungan pribadi dari aktivitas ilegal yang mereka biarkan lolos.
Bejatnya, aktivitas ini tidak berjalan di kantor pusat yang megah, melainkan di sebuah ruko sederhana di Bekasi. Seolah berniat menyimpan rahasia haram mereka dari pandangan publik.Â
Mereka yang diberi amanah untuk menjaga justru mengkhianati kepercayaan itu di balik pintu-pintu ruko kecil.Â
Ironi ini seolah menjadi tamparan bagi moralitas, bagaimana kepercayaan publik runtuh, dan sejauh mana reformasi dibutuhkan untuk mengembalikan marwah yang ternoda.
Ironi yang Mempertaruhkan Kepercayaan Publik
Kasus ini tidak hanya mencoreng citra Komdigi sebagai lembaga negara, tetapi juga mencederai kepercayaan publik yang sudah rapuh. Bukan rahasia lagi, integritas institusi publik di Indonesia masih jadi isu besar.Â
Melansir dari Kompas (2024), keterlibatan pegawai publik dalam kasus seperti ini menunjukkan lemahnya pengawasan internal serta minimnya kepatuhan terhadap etika kerja.Â
Masyarakat kita sudah cukup skeptis dengan lembaga-lembaga pemerintah, dan berita seperti ini hanya menambah daftar panjang alasan mereka untuk semakin tidak percaya.
Harapan kita sederhana: lembaga negara yang mengawasi konten digital seharusnya berdiri tegak sebagai teladan etika kerja, sebagai penjaga kepercayaan publik.Â
Namun, ketika pegawai di Komdigi justru menjalin ikatan dengan jaringan judi online, apa yang terjadi adalah pengkhianatan terhadap tugas suci mereka.Â
Ini ironi yang pahit—tangan yang semestinya menjaga justru beralih menjadi tangan yang mengambil.
Pentingnya Pengawasan Internal yang KetatÂ
Dalam konteks ini, pengawasan internal yang efektif sangatlah penting.Â
Bayangkan, jika saja pengawasan internal di Komdigi lebih ketat, kasus ini mungkin tidak akan terjadi.Â
Menurut Stranas PK, pengawasan internal yang ketat dan independen dari Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) adalah kunci dalam mencegah penyimpangan seperti ini.Â
APIP diharapkan bisa mendeteksi sejak dini praktik-praktik yang menyimpang dari etika, seperti yang dilakukan para pegawai di Komdigi ini.Â
Namun, kenyataannya, tanpa penguatan yang serius, APIP juga punya keterbatasan.
Pengawasan internal bukan sekadar formalitas atau aturan tertulis yang kaku.Â
Pengawasan yang lemah membuka jalan bagi penyimpangan, bahkan memberi sinyal bahwa pelanggaran mungkin dianggap hal kecil.Â
Ketika masyarakat menyaksikan lemahnya pengawasan di tubuh pemerintah, harapan untuk mencegah korupsi dan penyimpangan lainnya kian memudar.Â
Jika pemerintah sungguh ingin menjaga integritas lembaga, mereka perlu memperkokoh peran pengawasan internal agar kepercayaan publik tidak terus terkikis.
Implikasi Moral dan Etika Pegawai Publik
Tidak kalah penting, skandal ini membawa pertanyaan serius tentang moralitas dan etika pegawai publik kita.Â
Dalam persepsi masyarakat kita, pegawai publik seharusnya menjadi contoh.Â
Namun, keterlibatan pegawai publik dalam praktik ilegal ini justru menunjukkan bahwa standar etika di beberapa lembaga masih rendah.Â
Menurut Radar Hukum (2024), pelanggaran etika dan moral ini menunjukkan betapa lemahnya integritas pegawai publik.Â
Kejadian seperti ini bisa menurunkan produktivitas, dan dalam skala yang lebih besar, dapat membuat masyarakat enggan mempercayai layanan pemerintah.
Judi online bukan sekadar pelanggaran hukum, ia merugikan banyak jiwa, menjerat dalam ketergantungan, dan meretakkan keluarga.Â
Ketika pegawai publik terlibat dalam jaringan ini, mereka bukan hanya melanggar aturan, tetapi juga meruntuhkan kepercayaan publik, mengkhianati tanggung jawab yang mereka emban untuk melindungi masyarakat.
Reformasi yang Dibutuhkan untuk Memulihkan Kepercayaan Masyarakat
Lantas, apa yang bisa dilakukan Komdigi untuk memulihkan kepercayaan publik?Â
Saya sejalan dengan langkah reformasi yang disarankan Hukum Online (2024), mulai dari menindak tegas oknum yang terlibat, hingga meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam operasional kementerian.Â
Selain itu, mereka juga perlu memperkuat pengawasan internal, sebagaimana disebutkan dalam penelitian Stranas PK.Â
Melalui reformasi ini, diharapkan bahwa Komdigi dapat kembali mendapatkan kepercayaan masyarakat.
Langkah-langkah ini tentu bukan hal mudah.Â
Namun, jika Komdigi yang baru benar-benar ingin membersihkan citranya, maka reformasi harus dilakukan dengan sungguh-sungguh.Â
Program pelatihan etika dan tanggung jawab publik bisa menjadi awal, tetapi di sisi lain, transparansi dalam proses pengawasan harus lebih diprioritaskan.Â
Tidak ada ruang untuk praktik-praktik ilegal, apalagi di lembaga yang tugas utamanya melindungi masyarakat.
Kesimpulan
Skandal judi online di Komdigi ini adalah cermin yang memaksa kita bertanya, seberapa jauh integritas pegawai publik telah terkikis?
Pengawasan yang ketat, reformasi nyata, dan etika yang kokoh dibutuhkan agar kasus serupa tak terulang.Â
Jika kepercayaan publik terus dilanggar, apakah lembaga negara masih mampu memegang amanahnya?Â
Atau, apakah memang kepercayaan masyarakat perlahan menjadi sesuatu yang tak lagi penting?
***
Referensi:
- Kompas. com. (2024, November 4). Ironi skandal judi online di Komdigi.
- Radar Hukum. (2024, June 13). Nasib ASN dalam pusaran judi online.
- Stranas PK. (n.d.). Penguatan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) adalah Koentji.
- Hukum Online. (n.d.). Begini upaya MA pulihkan kepercayaan publik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H