bantuan sosial atau bansos, yang terlintas di benak banyak orang adalah barisan panjang mereka yang menanti setitik uluran tangan dari pemerintah demi menyambung hidup.Â
MenyebutAkhir tahun 2024 ini, bansos seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), bantuan beras 10 kilogram, dan Program Indonesia Pintar (PIP) hadir kembali, membawa secercah harapan bagi masyarakat miskin.Â
Pemerintah Indonesia bahkan mengucurkan anggaran perlindungan sosial sebesar Rp 496 triliun dalam APBN 2024 untuk menopang beragam program ini.Â
Untuk yang ingin memeriksa kelayakan, informasi lengkap dapat diakses dengan cek bansos Kemensos melalui situs resmi atau aplikasi terkait.Â
Namun, yang jadi pertanyaan besar adalah, seberapa efektifkah bantuan ini?Â
Dan bagaimana caranya agar bansos benar-benar menjangkau mereka yang paling membutuhkan?
Menyentuh Jantung Kemiskinan dengan Efektivitas Bansos
Jika kita melihat data dari Kemenko PMK (2024), bansos telah memainkan peran penting dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia.Â
PKH misalnya, adalah bantuan tunai bersyarat yang memastikan keluarga miskin dapat mengakses pendidikan dan layanan kesehatan yang layak.Â
Kemudian BPNT menyediakan bahan pangan yang dibutuhkan untuk ketahanan pangan, dan PIP memungkinkan anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk tetap bersekolah.Â
Bantuan-bantuan ini bukan sekadar angka di atas kertas, tetapi nyata membantu orang-orang yang seolah berjuang untuk sekadar bertahan.
Namun, data ini juga menyiratkan bahwa bansos bisa lebih berarti jika saja tantangan ketepatan sasaran teratasi.Â
Tak jarang, ada yang sungguh berhak namun luput dari daftar, sementara yang sebenarnya tak perlu justru tercatat sebagai penerima.Â
Ketidaktepatan ini seolah meredam getaran kebaikan yang diharapkan bansos mampu bawa, membuat langkahnya terhenti sebelum benar-benar menyentuh mereka yang paling memerlukan.
Tantangan Ketepatan Sasaran dalam Data dan Koordinasi
Ketepatan sasaran adalah isu besar dalam distribusi bansos, terutama di Indonesia yang memiliki populasi besar dan kondisi sosial ekonomi yang sangat bervariasi.Â
Menurut SMERU Research Institute (2023), salah satu kendala terbesar dalam memastikan ketepatan sasaran adalah ketidakakuratan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).Â
Data ini seringkali tidak mutakhir, dan kurangnya pemutakhiran menyebabkan apa yang disebut exclusion error (yang berhak tidak mendapat) dan inclusion error (yang tidak berhak tetapi mendapat).Â
Di tengah kompleksitas masyarakat kita, data ini seharusnya diperbarui secara berkala agar benar-benar menggambarkan kondisi lapangan.
Di luar persoalan data, ada pula tantangan klasik lain: koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah.Â
Lapisan demi lapisan birokrasi kerap memperlambat langkah bantuan, membuatnya tertahan di tengah jalan.Â
Proses yang panjang ini menjadi tembok yang harus diruntuhkan, agar bansos tak hanya sekadar janji, tetapi benar-benar sampai ke tangan mereka yang paling membutuhkan.
Memperbaiki Sistem melalui Verifikasi Data dan Partisipasi Masyarakat
Lalu, bagaimana cara meningkatkan verifikasi data agar lebih efektif?Â
Menurut Kompas.com (2022), Kementerian Sosial telah memperkenalkan dua fitur baru dalam aplikasi Cek Bansos untuk membantu proses verifikasi.Â
Fitur "Usul" dan "Sanggah" memungkinkan masyarakat untuk mengusulkan diri atau menolak data yang dianggap tidak akurat.Â
Partisipasi masyarakat dalam verifikasi data ini adalah langkah maju yang signifikan.Â
Dengan melibatkan masyarakat, kita tidak hanya memperbaiki ketepatan data tetapi juga memberikan rasa memiliki atas bantuan yang mereka terima.
Selain fitur dalam aplikasi, digitalisasi proses pendataan menggunakan Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial-Next Generation (SIKS-NG) juga dapat membantu.Â
SIKS-NG memungkinkan data penerima bansos diperbarui secara lebih cepat dan akurat.Â
Dengan kombinasi teknologi dan keterlibatan masyarakat, verifikasi data penerima dapat ditingkatkan, menjadikan bansos lebih tepat sasaran.
Subjektivitas dalam Menilai Keberhasilan Bansos
Keberhasilan bansos sering kali dilihat dari perspektif subjektif penerimanya.Â
Menurut survei dari Kementerian Sosial Republik Indonesia (2023), mayoritas penerima merasa puas dengan program bansos yang mereka terima.Â
Namun, keluhan tentang ketepatan sasaran dan transparansi penyaluran masih terdengar.Â
Pandangan para penerima menunjukkan bahwa, kepercayaan masyarakat pada program bansos sebenarnya bisa ditingkatkan dengan lebih banyak keterbukaan dan akuntabilitas.
Pengalaman nyata para penerima, serta berita dan opini publik yang mereka simak, membentuk pandangan kolektif masyarakat.Â
Saat bantuan tepat sasaran dan prosesnya jelas, masyarakat merasa dihargai, merasa dilibatkan.Â
Sebaliknya, ketidakjelasan dalam distribusi dan proses yang berbelit-belit hanya menyisakan ketidakpuasan dan benih-benih kecurigaan.
Apa yang Bisa Diperbaiki?
Jika kita melihat penelitian dari SMERU Research Institute (2022), salah satu solusi penting untuk meningkatkan efektivitas bansos adalah pemutakhiran DTKS secara berkelanjutan.Â
Ketepatan data adalah kunci agar bantuan benar-benar sampai pada mereka yang paling membutuhkan.Â
Ada pelajaran berharga dari negara-negara yang sukses menjalankan program bantuan sosial dengan basis data yang terus diperbarui, memungkinkan respons cepat terhadap perubahan kondisi sosial ekonomi.
Namun, pemutakhiran data saja tak cukup.Â
Transparansi dan keterlibatan masyarakat dalam proses distribusi harus terus ditingkatkan.Â
Bansos bukan sekadar soal memberikan bantuan material, tetapi tentang membangun kepercayaan antara pemerintah dan rakyat.Â
Dengan melibatkan masyarakat secara langsung, kita memastikan bantuan tak hanya tepat sasaran, tetapi juga dihargai dan dipahami oleh mereka yang menerimanya.
Penutup
Bansos menjadi secercah harapan di tengah kesulitan ekonomi, namun agar harapan ini benar-benar hidup, pemerintah harus memastikan bantuan tepat sasaran dan efektif.Â
Pemutakhiran data, digitalisasi, serta partisipasi masyarakat adalah langkah penting.Â
Tetapi, di tengah upaya ini, pertanyaannya tetap: akankah bantuan ini benar-benar menjadi solusi bagi mereka yang paling membutuhkan?
***
Referensi:
Kemenko PMK. (2024). Efektivitas Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), dan Program Indonesia Pintar (PIP) dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia.
SMERU Research Institute. (2023). Urgensi untuk Memperbaiki Sistem Bantuan Sosial di Tengah Pandemi COVID-19.
Kompas.com. (2022, Mei 5). Agar Bansos Tepat Sasaran, Kemensos Ciptakan 2 Fitur Baru di Aplikasi Cek Bansos.
Kementerian Sosial Republik Indonesia. (2023). Survei Tunjukkan Kepuasan Masyarakat terhadap Program Bansos.
SMERU Research Institute. (2022). Pentingnya Pemutakhiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) untuk Efektivitas Bansos.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H