Ide menerapkan sistem kerja empat hari di Indonesia mungkin terdengar menarik.Â
Bagi banyak orang, gagasan ini menawarkan harapan bagi keseimbangan hidup yang lebih baik, waktu istirahat lebih banyak, dan bahkan mungkin produktivitas yang meningkat.Â
Sayangnya, situasi sosial-ekonomi dan budaya kerja di Indonesia berbeda jauh dari negara-negara maju yang berhasil menerapkannya.Â
Melihat lebih dalam, banyak faktor yang perlu diperhatikan sebelum Indonesia memutuskan untuk benar-benar mengadopsi sistem kerja empat hari ini.
Menimbang Kondisi Sosial-Ekonomi di Indonesia
Menerapkan sistem kerja empat hari bukan hanya soal produktivitas atau efisiensi kerja.Â
Tapi juga soal kesiapan ekonomi secara keseluruhan.Â
Saat ini, Indonesia sedang mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut hingga Oktober 2024.Â
Kondisi ini menunjukkan lemahnya daya beli masyarakat dan penurunan pendapatan riil, yang secara langsung memengaruhi pola konsumsi.Â
Dengan situasi ekonomi yang masih bergejolak, tentu kita bertanya: apakah ini saat yang tepat untuk eksperimen besar seperti ini?
Indonesia juga mengalami masalah struktural di pasar kerja, di mana lebih dari 80% tenaga kerjanya berada di sektor informal.Â
Berbeda dengan sektor formal yang memiliki aturan jam kerja dan perlindungan yang jelas, pekerja di sektor informal sering kali bekerja lebih lama dengan pendapatan yang rendah.Â
Tanpa kebijakan yang kuat dan insentif bagi perusahaan untuk ikut serta, penerapan sistem kerja empat hari mungkin hanya akan dirasakan oleh segelintir pekerja formal.
Sementara sebagian besar tenaga kerja tetap berjuang dalam jam kerja yang panjang dan tekanan ekonomi.
Bagaimana Negara Lain Mengatasi Tantangan Produktivitas?
Beberapa negara seperti Inggris, Islandia, dan Belgia telah mencoba sistem ini dan melaporkan hasil positif.Â
Inggris misalnya, melihat penurunan hari sakit hingga 65% dan peningkatan retensi karyawan sebesar 57%.Â
Belgia bahkan memberikan kebebasan kepada pekerja untuk memilih empat hari kerja, walaupun harus dengan jam kerja lebih panjang per harinya.Â
Namun, pengalaman mereka tidak bisa begitu saja diterapkan di Indonesia tanpa modifikasi.Â
Negara-negara ini sudah memiliki produktivitas tenaga kerja yang tinggi dan tingkat jaminan sosial yang memadai, sesuatu yang masih menjadi tantangan di Indonesia.
Untuk mengadopsi sistem ini, Indonesia perlu lebih dulu mengejar produktivitas tenaga kerja yang lebih baik.Â
Berdasarkan data dari beberapa studi, produktivitas Indonesia masih jauh di bawah negara-negara yang telah mengadopsi compressed work schedule (CWS).Â
Misalnya, PDB per jam kerja di Indonesia hanya mencapai USD 14, sementara Irlandia mencapai USD 143.Â
Dengan angka ini, kita bisa melihat bahwa ada kesenjangan produktivitas yang cukup besar.
Budaya Kerja dan Tantangan Operasional
Budaya kerja di Indonesia yang cenderung mementingkan jam kerja panjang juga bisa menjadi penghalang.Â
Bekerja lebih lama sering dianggap sebagai tanda komitmen, walau belum tentu lebih produktif.Â
Dalam sistem empat hari kerja, jam kerja akan lebih padat, sehingga butuh manajemen waktu dan sistem kerja yang lebih terstruktur.Â
Jika tidak diatur dengan baik, ada risiko burnout dan stres yang lebih tinggi, dibanding keseimbangan hidup yang lebih baik.
Selain itu, dalam konteks ekonomi yang banyak bergantung pada sektor informal, penerapan sistem kerja empat hari bisa memperbesar kesenjangan antara pekerja formal dan informal.Â
Menurut David Spencer, profesor dari Universitas Leeds, sistem ini justru bisa memperparah kesenjangan bagi mereka yang bekerja di sektor ekonomi gig atau pekerja bergaji rendah yang belum tentu mendapat pengurangan jam kerja dengan gaji yang sama.
Pentingnya Kajian dan Uji Coba
Dengan segala tantangan ini, tidak heran jika para pakar menyarankan perlunya kajian mendalam dan uji coba yang komprehensif.Â
Di Indonesia, Kementerian BUMN sudah memulai uji coba sistem kerja empat hari pada beberapa pegawai sejak pertengahan 2024.Â
Hal ini merupakan langkah awal yang penting, namun tetap perlu diperhatikan bagaimana efektivitasnya bagi produktivitas dan kesejahteraan karyawan dalam jangka panjang.Â
Laman dari Bisnis.com menyebutkan bahwa studi seperti ini bisa memberikan data empiris yang kuat sebelum sistem ini diterapkan lebih luas.
Menurut pengalaman di negara-negara yang sudah menerapkan sistem ini, kita bisa melihat manfaatnya dalam peningkatan kesejahteraan dan produktivitas.Â
Misalnya, studi dari Harvard Business Review menunjukkan bahwa pengurangan hari kerja bisa mengurangi tingkat stres dan meningkatkan kepuasan hidup.Â
Namun, pengalaman ini juga menunjukkan bahwa tanpa regulasi dan dukungan yang tepat, risiko eksploitasi dan peningkatan beban kerja tetap ada.
Apakah Indonesia Siap?
Jadi, apakah Indonesia siap menerapkan sistem kerja empat hari?Â
Secara teknis, mungkin bisa di beberapa sektor formal yang memiliki produktivitas dan manajemen kerja yang baik.Â
Namun, dalam skala yang lebih luas, penerapan ini masih membutuhkan waktu dan penyesuaian.Â
Dalam kondisi sosial-ekonomi yang sedang melemah dan dengan dominasi sektor informal, akan lebih bijak jika pemerintah dan perusahaan fokus pada peningkatan daya beli dan stabilitas ekonomi terlebih dahulu.
Dalam jangka panjang, konsep sistem kerja empat hari memang menarik dan bisa menjadi solusi untuk keseimbangan hidup yang lebih baik bagi masyarakat Indonesia.Â
Namun, untuk saat ini, mungkin sebaiknya kita melihatnya sebagai sebuah visi yang memerlukan fondasi kuat, mulai dari regulasi yang mendukung, produktivitas tenaga kerja yang memadai, hingga kesiapan ekonomi yang lebih stabil.Â
Bagi Indonesia, menerapkan sistem kerja empat hari ibarat menatap sebuah mimpi indah, tapi butuh banyak upaya untuk mewujudkannya secara nyata.
***
Referensi:
- Katadata Indonesia. (2024). BUMN uji coba 4 hari kerja, ini daftar negara yang berhasil terapkan.
- Tempo. (2024). RI mengalami deflasi lima bulan beruntun, ekonom Core mendekati krisis era pandemi.
- Bisnis Indonesia. (2024). Pegawai Kementerian BUMN mulai uji coba kerja 4 hari seminggu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI