Budaya kerja di Indonesia yang cenderung mementingkan jam kerja panjang juga bisa menjadi penghalang.Â
Bekerja lebih lama sering dianggap sebagai tanda komitmen, walau belum tentu lebih produktif.Â
Dalam sistem empat hari kerja, jam kerja akan lebih padat, sehingga butuh manajemen waktu dan sistem kerja yang lebih terstruktur.Â
Jika tidak diatur dengan baik, ada risiko burnout dan stres yang lebih tinggi, dibanding keseimbangan hidup yang lebih baik.
Selain itu, dalam konteks ekonomi yang banyak bergantung pada sektor informal, penerapan sistem kerja empat hari bisa memperbesar kesenjangan antara pekerja formal dan informal.Â
Menurut David Spencer, profesor dari Universitas Leeds, sistem ini justru bisa memperparah kesenjangan bagi mereka yang bekerja di sektor ekonomi gig atau pekerja bergaji rendah yang belum tentu mendapat pengurangan jam kerja dengan gaji yang sama.
Pentingnya Kajian dan Uji Coba
Dengan segala tantangan ini, tidak heran jika para pakar menyarankan perlunya kajian mendalam dan uji coba yang komprehensif.Â
Di Indonesia, Kementerian BUMN sudah memulai uji coba sistem kerja empat hari pada beberapa pegawai sejak pertengahan 2024.Â
Hal ini merupakan langkah awal yang penting, namun tetap perlu diperhatikan bagaimana efektivitasnya bagi produktivitas dan kesejahteraan karyawan dalam jangka panjang.Â
Laman dari Bisnis.com menyebutkan bahwa studi seperti ini bisa memberikan data empiris yang kuat sebelum sistem ini diterapkan lebih luas.
Menurut pengalaman di negara-negara yang sudah menerapkan sistem ini, kita bisa melihat manfaatnya dalam peningkatan kesejahteraan dan produktivitas.Â