Amanda Simandjuntak mungkin tidak pernah membayangkan bahwa keputusan untuk mendirikan gerakan Perempuan Inovasi akan membawa dampak yang begitu signifikan bagi perempuan di Indonesia.Â
Ia memulai langkahnya dengan sederhana---mengajarkan coding kepada anak-anak di Cilincing, sebuah daerah di Jakarta Utara.Â
Namun, inisiatif ini berkembang menjadi gerakan yang lebih luas, melibatkan ribuan perempuan untuk belajar teknologi dan membangun kepercayaan diri mereka.Â
Amanda sedang berusaha menembus dinding-dinding stereotip yang telah lama menghambat perempuan berkarier di bidang teknologi.
Teknologi Bukan Sekadar Bidang untuk Laki-laki
Stereotip gender di bidang teknologi memang masih kental. Menurut data yang dikutip dari laporan Grant Thornton, meskipun partisipasi perempuan di sektor manajemen teknologi global telah meningkat, jumlah perempuan yang menduduki posisi senior di teknologi masih jauh dari memadai.Â
Hanya 32% perempuan yang memegang posisi manajerial senior, dan angka ini bahkan lebih rendah di Indonesia. Ini menandakan bahwa sektor teknologi masih sangat didominasi oleh laki-laki.
Menurut literatur dari WinBuzzer, stereotip gender ini bermula dari persepsi lama bahwa laki-laki lebih logis dan lebih cocok untuk pekerjaan teknis.Â
Sementara itu, perempuan dianggap lebih emosional dan kurang mampu di bidang yang membutuhkan pemikiran kritis dan analitis.Â
Akibatnya, banyak perempuan yang ragu untuk mengambil langkah pertama menuju karier di bidang teknologi.Â
Ini bukan hanya masalah kepercayaan diri yang rendah, tetapi juga masalah struktural di mana perempuan kekurangan akses ke pendidikan dan pelatihan yang memadai di bidang ini.
Pendidikan Teknologi dan Pemberdayaan
Namun, gerakan seperti Perempuan Inovasi hadir sebagai penangkal terhadap persepsi yang ketinggalan zaman ini.Â
Dalam gerakan ini, perempuan tidak hanya diajarkan bagaimana melakukan coding, tetapi juga diajarkan kesetaraan gender dan pentingnya memiliki rasa percaya diri.Â
Menurut Amanda, inti dari Perempuan Inovasi bukan sekadar memberi pelatihan teknis, tetapi juga membangun mentalitas bahwa perempuan mampu menciptakan inovasi yang sama seperti laki-laki.
Menurut literatur dari World Economic Forum, pendidikan teknologi, seperti coding, memainkan peran penting dalam meningkatkan kepercayaan diri perempuan.Â
Dengan keterampilan yang relevan, perempuan tidak hanya dapat terjun ke dunia kerja yang didominasi laki-laki, tetapi juga mampu berinovasi dan menciptakan dampak nyata di komunitas mereka.Â
Coding menjadi "bahasa baru" yang dapat memecahkan hambatan dan membuka peluang karier yang sebelumnya tidak pernah terjangkau.
Tantangan yang Masih Dihadapi
Tentu saja, jalan menuju kesetaraan tidaklah mudah. Tantangan yang dihadapi perempuan dalam industri teknologi sangat beragam.Â
Menurut data dari Grant Thornton, kurangnya role model dan dominasi laki-laki di posisi kepemimpinan teknologi menjadi salah satu penghambat utama.Â
Di banyak perusahaan teknologi, terutama di level eksekutif, perempuan sering kali dikecualikan dari proses pengambilan keputusan yang penting.
Bias gender dalam proses rekrutmen juga masih menjadi masalah yang nyata. Stereotip tentang kemampuan perempuan dalam teknologi membuat mereka kurang dipertimbangkan untuk peran strategis.Â
Banyak perusahaan yang secara tidak sadar menerapkan standar ganda ketika merekrut perempuan, terutama di bidang teknologi.
Namun, seperti yang dijelaskan oleh literatur dari WinBuzzer, mengatasi stereotip ini membutuhkan pendekatan holistik.Â
Dari pendidikan dasar hingga kebijakan di tingkat perusahaan, perempuan harus didukung dan diberikan kesempatan yang sama untuk mengembangkan keterampilan mereka di bidang STEM (sains, teknologi, teknik, dan matematika).Â
Inisiatif ini tidak hanya penting untuk perempuan, tetapi juga untuk industri teknologi itu sendiri. Lebih banyak perempuan di sektor ini akan membawa sudut pandang yang lebih beragam dan inovasi yang lebih inklusif.
Masa Depan yang Optimis
Amanda Simandjuntak percaya bahwa perubahan ini mungkin.Â
Dalam tujuh tahun terakhir, Perempuan Inovasi telah membantu lebih dari 10.000 perempuan untuk belajar teknologi dan meningkatkan keterampilan mereka.Â
Ini bukan hanya angka, tetapi perubahan nyata dalam hidup banyak orang.Â
Perempuan yang dulunya ragu, kini telah mampu berkarier di bidang teknologi, bahkan beberapa di antaranya telah membuat inovasi yang berarti di komunitas mereka.
Namun, perjuangan ini belum selesai. Menurut data dari World Economic Forum, kesetaraan gender dalam STEM masih jauh dari kata sempurna.Â
Di Indonesia, jumlah perempuan yang bekerja di bidang teknologi masih sangat kecil dibandingkan negara tetangga seperti Thailand atau Singapura.Â
Oleh karena itu, inisiatif seperti Perempuan Inovasi harus terus didorong dan diperluas. Dalam dunia yang semakin digital, perempuan tidak bisa lagi dipinggirkan dari percakapan tentang teknologi.Â
Mereka adalah inovator masa depan, pembuat perubahan, dan pelaku utama dalam dunia yang semakin tergantung pada keterampilan digital.Â
Amanda Simandjuntak dan ribuan perempuan yang telah dilatihnya adalah bukti bahwa stereotip gender bisa dilawan dan dihancurkan.
Kesimpulannya, jika kita ingin melihat masa depan yang lebih inklusif dan adil, kita harus mulai dengan menghancurkan stereotip yang membatasi perempuan di bidang teknologi.Â
Perempuan bukan hanya bisa berkarier di bidang ini---mereka pun mampu memimpin, berinovasi, dan menciptakan dunia yang lebih baik.
Referensi:
- Fowler, M. (2024, January 29). Empowering Women in Computer Science: Breaking Barriers. WinBuzzer.
- Grant Thornton. (2024, September 19). Women in tech: A pathway to gender balance in top tech roles. Grant Thornton Global.
- World Economic Forum. (2024). Global Gender Gap Report 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H