Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kegagalan Sistem Keselamatan di Balik Gugurnya Martinnius

22 Oktober 2024   17:23 Diperbarui: 22 Oktober 2024   17:23 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah Martinnius Reja Panjaitan, petugas pemadam kebakaran yang gugur saat memadamkan kebakaran di Pasar Cisalak, Depok, pada 18 Oktober 2024, adalah sebuah ironi pahit. 

Di satu sisi, ia telah menjalankan tugasnya dengan semangat dan keberanian yang luar biasa, tapi di sisi lain, hidupnya terhenti karena peralatan keselamatan yang tak memadai. 

Kita harus bertanya: bagaimana mungkin seorang pahlawan yang menyelamatkan nyawa orang lain harus kehilangan nyawanya sendiri karena kurangnya dukungan peralatan?

Perjuangan Seorang Pahlawan dengan Keterbatasan Alat

Martinnius tak hanya berjuang melawan api, tetapi juga melawan sistem yang gagal melindunginya. 

Setelah api berhasil dipadamkan, Martinnius mulai merasa sesak napas. 

Seharusnya, sebagai petugas yang bekerja di kondisi berasap, ia dilengkapi dengan masker SCBA (Self-Contained Breathing Apparatus), alat yang penting untuk melindungi petugas dari paparan asap beracun. 

Tapi, pada malam itu, masker tersebut tidak tersedia atau rusak. 

Akibatnya, ia harus berjuang bernapas dan akhirnya meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit.

Bayangkan, seorang petugas pemadam kebakaran, yang tugasnya sangat berisiko, tidak mendapatkan peralatan dasar yang bisa menyelamatkan nyawanya. 

Ini bukan hanya kelalaian, pun adalah kegagalan sistem.

SOP yang Tak Dipatuhi

Standar Operasional Prosedur (SOP) jelas mengatur bahwa setiap petugas pemadam kebakaran yang bekerja di lokasi kebakaran harus dilengkapi dengan alat-alat keselamatan seperti masker SCBA. 

Selain itu, SOP juga mengharuskan adanya ambulans di lokasi kebakaran untuk siap sedia menangani keadaan darurat. 

Namun, pada malam itu, ambulans yang hadir hanyalah ambulans sukarelawan, bukan milik Dinas Pemadam Kebakaran.

Ini memperlihatkan betapa banyaknya pelanggaran SOP yang terjadi, bahkan dalam situasi genting seperti kebakaran. 

Pelanggaran seperti ini tidak hanya berbahaya bagi petugas pemadam kebakaran, tetapi juga bagi warga yang bergantung pada mereka untuk keselamatan.

Korupsi dan Kegagalan Sistemik

Kasus Martinnius ini menyoroti masalah yang lebih besar: kemungkinan adanya korupsi di balik pengadaan peralatan pemadam kebakaran. 

Dugaan bahwa dana untuk pengadaan alat keselamatan disalahgunakan sudah lama mencuat, dan kasus Martinnius ini hanya memperkuat dugaan tersebut.

Ketika peralatan yang rusak atau tidak memadai menyebabkan hilangnya nyawa petugas yang seharusnya dilindungi, ini bukan lagi sekadar masalah teknis. 

Ini adalah masalah moral dan etika yang mendalam. Kita harus bertanya-tanya, ke mana perginya anggaran untuk peralatan keselamatan, jika alat yang seharusnya menyelamatkan nyawa tidak tersedia saat dibutuhkan?

Tindakan Pemerintah: Sudah Cukup?

Setelah kematian Martinnius, pemerintah setempat menyampaikan belasungkawa dan berjanji untuk memberikan santunan kepada keluarga korban. 

Namun, apakah ini cukup? Tentu tidak. 

Apa yang dibutuhkan sekarang bukan hanya ungkapan duka, tetapi tindakan nyata untuk mencegah kejadian serupa terulang.

Pemerintah perlu meninjau ulang protokol keselamatan dan melakukan audit terhadap kondisi peralatan di seluruh unit pemadam kebakaran. 

Kematian Martinnius bukan sekadar tragedi, tapi juga peringatan bahwa sistem ini perlu segera diperbaiki.

Apa yang Harus Berubah?

Kematian Martinnius adalah simbol kegagalan kita sebagai masyarakat dalam melindungi mereka yang melindungi kita. 

Para petugas pemadam kebakaran, seperti Martinnius, bekerja tanpa lelah untuk memastikan keamanan kita, tetapi mereka sendiri sering kali bekerja dalam kondisi yang berbahaya karena kurangnya peralatan keselamatan.

Jika kita tidak segera bertindak untuk memperbaiki sistem ini, kita hanya menunggu tragedi berikutnya. 

Harus ada reformasi serius dalam hal pengadaan peralatan, penerapan SOP, dan penegakan tanggung jawab bagi mereka yang mengelola anggaran keselamatan. 

Kita tidak bisa lagi membiarkan pahlawan seperti Martinnius gugur karena kelalaian dan kegagalan sistem.

Di balik semua ini, saya hanya bisa berharap bahwa pengorbanan Martinnius tidak sia-sia. 

Semoga ini menjadi panggilan bagi kita semua untuk memperbaiki keadaan. 

Petugas pemadam kebakaran tidak seharusnya berjuang sendirian melawan api tanpa perlindungan. 

Dan sebagai masyarakat, sudah waktunya kita memperhatikan keselamatan mereka sebagaimana mereka memperhatikan keselamatan kita.

Referensi:

  • ANTARA News Jawa Barat. (2024, Oktober 19). Damkar Depok berduka atas meninggalnya Martinnius dalam tugas.
  • Viva.co.id. (2024, Oktober 19). Satu petugas damkar meninggal usai padamkan kebakaran di Pasar Cisalak, begini kronologinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun