Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Tagar Desperate di LinkedIn, Solusi atau Sinyal Keputusasaan?

10 Oktober 2024   19:05 Diperbarui: 10 Oktober 2024   19:10 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antrean para pencari kerja saat mengikuti bursa kerja Jakarta Job Fair di Pusat Grosir Cililitan (KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO) 

Memancing adalah seni yang memerlukan kesabaran dan strategi. 

Jika umpan yang kita gunakan tidak sesuai, besar kemungkinan kita akan pulang dengan tangan kosong. 

Analogi ini sangat relevan dengan dunia pencarian kerja hari ini. 

Di LinkedIn, muncul fenomena baru di kalangan pencari kerja muda: penggunaan tagar #Desperate. 

Tagar ini menjadi semacam panggilan putus asa di tengah ketatnya persaingan pekerjaan. 

Namun, seberapa efektifkah cara ini? 

Apakah memancing perhatian perusahaan dengan tagar semacam ini sama dengan melempar kail tanpa umpan?

#Desperate: Umpan yang Tidak Efektif?

Pada pandangan pertama, tagar #Desperate tampak seperti cara untuk menarik perhatian perekrut, menunjukkan transparansi, atau mengekspresikan ketulusan. 

Namun, menurut data dan analisis dari literatur yang ada, perusahaan mungkin melihatnya dengan cara yang berbeda. 

Berdasarkan laporan dari Robert Half (2024), para perekrut lebih menghargai kandidat yang menunjukkan profesionalisme dan keahlian daripada mereka yang menampilkan sinyal keputusasaan. 

Tagar ini, meskipun menarik perhatian, tapi tidak serta-merta memberikan kesan yang diinginkan oleh pencari kerja.

Justru, banyak HR melihatnya sebagai tanda kurangnya kesiapan atau kepercayaan diri, yang bisa merusak peluang kandidat untuk dilirik lebih lanjut.

Dalam dunia kerja yang kompetitif ini, penting untuk menonjol dengan cara yang lebih bijak dan strategis. 

Bagaimana caranya? 

Jawabannya terletak pada penggunaan "umpan" yang tepat.

Keterampilan dan Jejaring: Umpan yang Tepat

Memahami apa yang diinginkan oleh perusahaan adalah langkah pertama dalam memilih umpan yang tepat. 

Menurut Coursera (2024), keterampilan seperti kepemimpinan yang berfokus pada empati, AI, cybersecurity, serta pengelolaan data dan web development menjadi yang paling dicari di tahun ini. 

Ini bukan hanya soal memiliki keterampilan teknis, tetapi juga kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan teknologi dan bisnis yang cepat.

Selain keterampilan teknis, jejaring profesional juga memainkan peran penting dalam mempercepat pencarian kerja. 

Artikel Jobscan menunjukkan bahwa jejaring yang kuat memberikan akses ke peluang yang mungkin tidak terlihat oleh orang lain, serta rekomendasi langsung dari orang-orang terpercaya di industri. 

Jejaring bukan hanya tentang seberapa banyak koneksi yang dimiliki, tetapi seberapa kuat hubungan tersebut dan bagaimana mereka bisa membantu membuka pintu-pintu peluang.

Strategi Proaktif: Membangun Umpan yang Lebih Baik

Daripada mengandalkan tagar #Desperate, pencari kerja seharusnya mengadopsi strategi yang lebih proaktif dan terencana. 

Menurut Jobscan (2024), memperbarui keterampilan melalui kursus online, membangun portofolio digital, serta berjejaring secara aktif di LinkedIn adalah cara yang jauh lebih efektif. 

Personal branding menjadi kunci dalam menciptakan citra yang kuat dan profesional di mata perekrut.

Selain itu, menunjukkan inisiatif dengan memperbaiki profil LinkedIn, mengikuti tren industri, dan terus meningkatkan keterampilan melalui sertifikasi profesional, dapat menjadi umpan yang jauh lebih menarik bagi perusahaan. 

Tagar semata tidak cukup untuk menunjukkan bahwa kita siap berkontribusi. 

Kita perlu membuktikan diri melalui tindakan nyata.

Persamaan Antara Memancing dan Mencari Pekerjaan

Seperti seorang pemancing yang memilih umpan terbaik untuk menarik ikan tertentu, pencari kerja harus menyesuaikan strategi mereka dengan apa yang diinginkan perusahaan. 

Penggunaan tagar #Desperate mungkin sebanding dengan memancing tanpa umpan—kailnya mungkin terendam dalam air, tetapi tanpa umpan yang menarik untuk dimakan, ikan tidak akan tertarik. 

Begitu juga dengan perekrut. 

Mereka mencari kandidat yang mampu menawarkan keterampilan nyata, pengalaman yang relevan, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan cepat di lingkungan kerja yang dinamis.

Menurut Career Addict (2024), keterampilan seperti kepemimpinan, kolaborasi, dan kecerdasan emosional semakin dihargai di pasar kerja saat ini. 

Ini menunjukkan bahwa bukan hanya keterampilan teknis yang dibutuhkan, tetapi juga kemampuan untuk bekerja sama dalam tim, memimpin, dan memahami dinamika emosi di tempat kerja.

Kesimpulan: Saatnya Mengasah Umpan

Pencarian kerja di era digital ini menuntut pendekatan yang lebih strategis dan proaktif. 

Tagar #Desperate mungkin menggambarkan frustrasi yang dirasakan oleh pencari kerja, tetapi strategi ini tidak efektif dalam menarik perhatian perusahaan. 

Sebaliknya, pencari kerja harus fokus pada pengembangan keterampilan yang relevan, membangun jejaring profesional yang kuat, dan menciptakan personal branding yang menarik di platform seperti LinkedIn. 

Memancing pekerjaan bukan hanya tentang melempar kail; ini tentang menyiapkan umpan yang tepat untuk menarik perhatian yang tepat.

Pada akhirnya, dunia kerja adalah tentang kompetisi. 

Seperti halnya memancing, mereka yang memahami kondisi dan menggunakan umpan yang tepat akan memiliki peluang lebih besar untuk sukses. 

Mengasah keterampilan dan jejaring adalah investasi jangka panjang yang akan membuahkan hasil, jauh lebih efektif daripada tagar keputusasaan yang hanya menjadi buih di lautan digital.

Referensi:

  • Coursera. (2024). The fastest-growing job skills of 2024 report.
  • Coursera. (2024). 8 high-income skills worth learning in 2024.
  • Career Addict. (2024). What Employers Want: 20 Most In-Demand Employability Skills.
  • Jobscan. (2024). Top 10 in-demand resume skills (2024).
  • Robert Half. (2024). Recruitment experts reveal the most in-demand skills for 2024 per sector.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun