Media sosial telah menjadi ruang publik yang semakin vital dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena yang dikenal sebagai sadfishing mulai menarik perhatian.
Ini adalah perilaku di mana seseorang membagikan kisah sedih atau pengalaman emosional di media sosial, dengan tujuan menarik simpati dan perhatian dari audiens.
Istilah ini, yang pertama kali muncul pada tahun 2019, menjadi lebih relevan di tengah popularitas platform seperti Instagram, Facebook, dan TikTok, di mana emosi dan kesedihan sering kali menjadi bagian dari narasi sehari-hari.
Namun, apakah fenomena ini hanya tentang mencari perhatian, ataukah ada sesuatu yang lebih mendalam yang sedang terjadi di sini?
Untuk menjawab ini, kita perlu menggali lebih dalam ke dalam topik ini, melihatnya dari perspektif psikologis, sosial, dan budaya Indonesia, serta mencoba memahami apakah sadfishing bisa menjadi alat katarsis yang valid untuk kesehatan mental.
Sadfishing Sebagai Ekspresi Emosional di Ruang Publik
Sadfishing sering kali dianggap sebagai bentuk "memancing perhatian" yang negatif.
Namun, pandangan ini mungkin terlalu sempit.
Menurut beberapa studi, sadfishing sebenarnya bisa membantu individu memproses emosi mereka secara publik.
Ketika seseorang membagikan kesedihannya di media sosial, mereka membuka ruang untuk menerima dukungan sosial, yang dalam beberapa kasus, sangat dibutuhkan.
Seperti yang diungkapkan oleh Teknologi.id, sadfishing berkembang pesat di dunia digital karena banyak pengguna merasa lebih nyaman mengekspresikan emosi mereka secara online dibandingkan di dunia nyata.
Kita bisa menghubungkan ini dengan budaya Indonesia, yang cenderung menjaga perasaan secara privat dan menghindari menunjukkan kelemahan di hadapan orang lain.
Dalam budaya yang kuat akan norma-norma sosial seperti ini, media sosial bisa menjadi pelarian yang memungkinkan seseorang untuk berbagi perasaan tanpa harus merasa rentan secara langsung.
Sadfishing mungkin memberikan peluang bagi seseorang untuk “dilihat” dalam arti yang lebih emosional oleh orang-orang yang tidak memiliki keterikatan fisik dengan mereka.
Ini memberi mereka kesempatan untuk mendapatkan validasi emosi, yang penting untuk kesehatan mental seseorang.
Dukungan Sementara dari Teman Online: Apakah Cukup?
Walaupun dukungan yang didapat dari teman online sering kali bersifat sementara, ada nilai psikologis yang nyata dalam berbagi cerita kepada audiens yang lebih luas.
Menurut The Conversation, meskipun teman online memiliki risiko, mereka juga merupakan sumber dukungan yang penting bagi banyak individu, terutama di kalangan muda.
Di Indonesia, di mana masalah kesehatan mental sering kali masih dianggap tabu dan diabaikan, dukungan dari teman online bisa menjadi satu-satunya bentuk bantuan yang dirasakan seseorang pada awalnya.
Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa dukungan online yang bersifat sementara ini tidak selalu cukup untuk menangani masalah yang lebih mendalam.
Menurut Klasika, berbagi cerita secara online bisa membantu mengurangi stres, tetapi tidak selalu menyelesaikan akar permasalahan.
Ini menempatkan individu dalam situasi di mana mereka mungkin merasa lebih baik untuk sementara waktu, tetapi tanpa tindakan lebih lanjut, masalah mereka tetap ada dan bisa semakin memburuk seiring waktu.
Dalam konteks ini, sadfishing harus dilihat sebagai langkah awal yang mungkin bisa membawa individu ke arah bantuan yang lebih profesional.
Misalnya, beberapa studi menunjukkan bahwa sadfishing bisa memotivasi individu untuk mencari bantuan lebih lanjut.
KlikDokter mencatat bahwa ada kasus di mana individu yang terlibat dalam sadfishing akhirnya mencari bantuan psikolog setelah menerima dorongan dari teman online.
Ini menunjukkan bahwa meskipun dukungan online mungkin sementara, ia bisa berfungsi sebagai pintu masuk menuju bantuan profesional yang lebih formal.
Pintu Menuju Bantuan Profesional
Membagikan kesedihan di media sosial bisa menjadi jembatan bagi seseorang untuk mencari bantuan profesional.
Psike mengungkapkan bahwa kesadaran tentang pentingnya kesehatan mental meningkat seiring dengan makin banyaknya individu yang berani berbagi pengalaman mereka secara online.
Ketika seseorang merasa didukung oleh orang lain, meskipun hanya secara online, mereka bisa merasa lebih terdorong untuk mencari bantuan profesional yang mungkin sebelumnya mereka anggap tidak diperlukan atau tidak terjangkau.
Dalam budaya kita, konsultasi dengan psikolog atau psikiater sering kali dianggap sebagai tanda kelemahan atau bahkan kegilaan, sadfishing bisa menjadi cara untuk membuka diskusi yang lebih luas tentang kesehatan mental.
Ini bisa mengarah pada normalisasi perawatan kesehatan mental sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, sesuatu yang sangat dibutuhkan, di negara di mana stigma tentang masalah psikologis masih kuat.
Sadfishing dan Masalah yang Lebih Dalam
Namun, masyarakat juga perlu lebih peka terhadap indikasi masalah yang lebih dalam di balik fenomena sadfishing ini.
Tidak semua orang yang berbagi cerita sedih di media sosial hanya mencari perhatian; dalam beberapa kasus, ini bisa menjadi tanda bahwa mereka sedang mengalami masalah kesehatan mental yang serius.
Teknologi.id menekankan pentingnya edukasi masyarakat untuk lebih sensitif terhadap potensi masalah serius di balik perilaku sadfishing.
Kemampuan untuk mengenali gejala gangguan awal, terutama di kalangan keluarga dan teman, bisa membantu memberikan terapi yang tepat sebelum masalah semakin memburuk.
Di lingkungan sosial, di mana solidaritas sosial sering kali menjadi kunci dalam mendukung anggota masyarakat, ada peluang besar untuk mengubah cara kita menanggapi sadfishing.
Daripada melihatnya sebagai sekadar ajang pamer kesedihan, kita bisa melihatnya sebagai sinyal bahwa seseorang membutuhkan bantuan.
Empati dan dukungan, baik dari teman, keluarga, maupun teman online, bisa menjadi langkah pertama dalam membantu mereka menemukan jalan menuju pemulihan yang lebih baik.
Kesimpulan
Sadfishing bukanlah fenomena yang bisa dikesampingkan begitu saja sebagai bentuk perhatian yang tidak tulus.
Dalam konteks kesehatan mental, sadfishing bisa berfungsi sebagai alat katarsis yang penting, selama dilakukan dengan bijaksana.
Berbagi emosi secara online bisa membantu individu memproses perasaan mereka, mendapatkan dukungan dari teman, dan mungkin bahkan mendorong mereka untuk mencari bantuan profesional.
Namun, ada juga bahaya jika fenomena ini dipandang terlalu ringan.
Sadfishing bisa menjadi tanda dari masalah yang lebih serius, dan masyarakat perlu lebih peka serta responsif terhadap tanda-tanda ini.
Dalam budaya kita, di mana kesehatan mental masih sering dipinggirkan, sadfishing bisa menjadi cara yang efektif untuk memulai percakapan tentang perawatan kesehatan mental yang lebih luas dan penting.
Pada akhirnya, sadfishing bisa menjadi alat kesehatan mental yang valid, tetapi membutuhkan keseimbangan dan pemahaman yang tepat.
Masyarakat, keluarga, dan teman online memiliki peran penting dalam mendukung individu yang mungkin membutuhkan lebih dari sekadar like atau comment—mereka mungkin memerlukan dukungan nyata untuk kesehatan mental mereka.
Referensi:
- KlikDokter. (2024). Sadfishing, Tren Pamer Kesedihan di Media Sosial.
- Klasika. (2024). Pentingnya Berbagi Cerita dan Keluh Kesah.
- Psike. (2024). Mengenal Sadfishing, Ajang Pamer Kesedihan.
- Teknologi.id. (2024). Sadfishing di Era Digital: Kenapa Kesedihan Menjadi Konten Populer dan Efeknya.
- The Conversation. (2024). Komunitas Online Memang Berisiko bagi Kaum Muda, Tapi Mereka Juga Merupakan Sumber Dukungan yang Penting.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI