Ini menunjukkan bahwa pendekatan pendidikan tidak hanya harus menitikberatkan pada prestasi akademik, tetapi juga perlu memberikan perhatian serius pada pengembangan kemampuan emosional dan sosial para siswa.
Sekolah-sekolah di Indonesia dapat mengadopsi pendekatan serupa dengan Finlandia, di mana program-program seperti KiVa disesuaikan dengan konteks budaya lokal.Â
Kolaborasi dengan psikolog, pendidik, dan pihak terkait lainnya penting untuk memastikan bahwa program ini dirancang dengan baik dan dapat diimplementasikan dengan efektif di sekolah-sekolah.Â
Program-program ini juga perlu diintegrasikan dengan mata pelajaran lain atau kegiatan ekstrakurikuler, sehingga pengembangan empati menjadi bagian tak terpisahkan dari pendidikan siswa.
Kesimpulan
Meninjau bukti-bukti yang ada, jelas bahwa keterampilan empati memiliki peran kunci dalam mengurangi kekerasan di sekolah.
Pengembangan keterampilan ini tidak hanya membantu siswa dalam memahami perasaan orang lain, tetapi juga membantu mereka merespons konflik dengan cara yang lebih konstruktif.Â
Dengan mengadopsi program-program yang telah terbukti berhasil, seperti KiVa di Finlandia, Indonesia dapat mengatasi masalah kekerasan di sekolah dengan lebih efektif.
Namun, semua ini membutuhkan komitmen yang serius dari pihak sekolah, pemerintah, dan masyarakat.Â
Empati bukanlah keterampilan yang datang dengan sendirinya; ia harus diajarkan dan dikembangkan dengan cara yang terstruktur dan konsisten.Â
Oleh karena itu, sudah saatnya kebijakan pendidikan di Indonesia mengintegrasikan pengajaran empati sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah, demi masa depan yang lebih aman dan damai bagi anak-anak kita.
Referensi: