Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog sejak 2010

ASN, tinggal di Makassar. Menulis saat ada waktu, yang penting bisa cuan. Ngopi sendiri, inspirasi datang sendiri

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Membuka Jalan Cepat Dosen Muda dengan Kebijakan Baru 2024

1 Oktober 2024   15:25 Diperbarui: 1 Oktober 2024   15:41 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dosen dalam perkuliahan (Thinkstock via Kompas.com) 

Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian terhadap kualitas pendidikan tinggi di Indonesia semakin mengemuka. Salah satu isu yang paling sering disorot adalah bagaimana kesejahteraan dosen dan percepatan karier mereka dapat ditingkatkan. 

Kemudian muncullah Permendikbud Ristek Nomor 44 Tahun 2024, yang menawarkan serangkaian perubahan besar yang secara langsung mempengaruhi profesi dosen, khususnya dosen muda. Kebijakan ini diharapkan bisa mempercepat karier dosen, mempermudah sertifikasi, serta meningkatkan kesejahteraan dengan tunjangan kinerja yang lebih baik. 

Tapi seperti semua kebijakan, ada dua sisi dari setiap keputusan. Apakah kebijakan ini benar-benar membawa angin segar bagi dosen muda? Atau malah menambah masalah baru tak terduga?

1. Peluang karier yang lebih cepat: uji kompetensi vs sistem lama

Salah satu poin kunci dari Permendikbud Ristek No. 44 Tahun 2024 adalah penghapusan sistem angka kredit, yang selama ini dianggap kaku dan membatasi ruang gerak dosen muda. 

Dengan kebijakan baru ini, proses kenaikan jabatan fungsional lebih banyak bergantung pada uji kompetensi dibandingkan angka kredit yang sebelumnya didapatkan dari berbagai aktivitas seperti pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat.

Ini jelas merupakan langkah besar yang bisa mempercepat jalur karier bagi dosen muda. 

Menurut sumber dari peraturan resmi, penilaian melalui uji kompetensi diharapkan memberikan ruang yang lebih fleksibel bagi dosen untuk fokus pada pengembangan kompetensi, tanpa terjebak dalam sistem birokrasi angka kredit. 

Namun, jika kita refleksikan, seberapa siap sistem pendidikan tinggi kita untuk mengadopsi uji kompetensi ini secara efektif

Tantangan terbesar mungkin adalah bagaimana memastikan uji kompetensi ini berjalan secara objektif dan transparan, mengingat uji semacam ini bisa rentan terhadap penilaian subjektif jika tidak diawasi dengan baik.

2. Sertifikasi yang lebih mudah: antara percepatan dan kualitas

Selain perubahan pada kenaikan jabatan, percepatan sertifikasi dosen juga menjadi sorotan penting dalam kebijakan ini. 

Sebelumnya, proses sertifikasi sering kali terhambat oleh kuota yang terbatas, membuat banyak dosen muda harus menunggu bertahun-tahun untuk bisa mendapatkan sertifikasi. 

Dengan Permendikbud Ristek No. 44, sertifikasi dipermudah tanpa harus menunggu kuota, yang tentu menjadi kabar baik bagi banyak dosen muda.

Namun, percepatan ini membawa pertanyaan penting: apakah kualitas sertifikasi tetap bisa dijaga? 

Dalam dunia pendidikan, terutama di Indonesia, kita sering kali terjebak dalam mengejar target administratif, dan lupa bahwa tujuan utama dari sertifikasi adalah memastikan kualitas pengajaran. 

Jika percepatan sertifikasi tidak diiringi dengan peningkatan standar penilaian dan pelatihan yang memadai, kita mungkin berisiko menurunkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. 

Artinya, meski jumlah dosen bersertifikat meningkat, kualitas pengajaran mungkin tidak bertambah baik jika proses sertifikasinya tidak diawasi dengan benar.

3. Penghapusan sistem angka kredit: manfaat atau beban baru?

Sistem angka kredit yang selama ini digunakan sebagai dasar kenaikan jabatan sering kali dianggap membebani dosen dengan tuntutan administrasi yang banyak. 

Dengan kebijakan baru ini, dosen bisa lebih fokus pada pengembangan kompetensi melalui uji, yang dianggap lebih relevan dengan tugas akademik. 

Bagi dosen muda, ini memberikan harapan baru untuk meraih jabatan fungsional lebih cepat tanpa harus terjebak dalam "perlombaan" mengejar angka kredit.

Namun, di sisi lain, penghapusan angka kredit juga menimbulkan tantangan baru. 

Dalam sistem yang lama, angka kredit memberikan panduan yang jelas tentang apa yang harus dicapai oleh seorang dosen dalam bidang pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. 

Tanpa panduan ini, dosen muda mungkin merasa kebingungan dalam menentukan prioritas kerja mereka. 

Lagi pula, tidak semua dosen memiliki kemampuan yang sama dalam uji kompetensi, dan tanpa sistem yang jelas, uji ini bisa berujung pada ketidakadilan dalam penilaian.

4. Tunjangan kinerja: apakah cukup untuk meningkatkan kesejahteraan?

Salah satu janji besar dari Permendikbud Ristek No. 44 Tahun 2024 adalah penambahan TuKin dosen, terutama dosen yang ASN.

Tunjangan ini diharapkan bisa menambah kesejahteraan dosen, yang selama ini sering kali berada di bawah standar hidup layak.

Dalam kebijakan ini, tunjangan profesi, fungsional, dan kehormatan diberikan sebagai bagian dari kompensasi bagi dosen yang aktif dan berprestasi.

Namun, kita perlu bertanya: apakah tunjangan ini cukup untuk menutup kesenjangan kesejahteraan yang selama ini dirasakan oleh dosen muda, terutama di daerah-daerah? 

Kita tidak bisa menutup mata bahwa standar hidup di kota besar dan daerah terpencil berbeda jauh. 

Meski tunjangan ini bisa meningkatkan kesejahteraan dosen ASN di kota-kota besar, dosen di daerah terpencil mungkin masih menghadapi kesulitan dalam mencukupi kebutuhan hidup mereka.

5. Tantangan transisi: penyesuaian ke sistem baru

Seperti halnya kebijakan baru lainnya, transisi menuju sistem uji kompetensi dan penghapusan angka kredit ini tidak akan berjalan mulus tanpa tantangan. 

Dosen muda yang baru memulai kariernya mungkin akan kesulitan menyesuaikan diri dengan sistem baru yang lebih bergantung pada uji kompetensi. 

Di sisi lain, dosen yang sudah lama terbiasa dengan sistem angka kredit mungkin merasa bahwa perubahan ini terlalu drastis dan membutuhkan adaptasi yang panjang.

Bagi dosen muda, tantangan terbesar mungkin adalah bagaimana memanfaatkan sistem baru ini untuk mengembangkan karier mereka, sementara mereka masih harus menyeimbangkan tugas-tugas pengajaran dan penelitian. 

Tantangan ini diperparah dengan kurangnya sosialisasi yang mendalam mengenai kebijakan baru ini, yang bisa menyebabkan kebingungan di kalangan dosen muda.

Kesimpulan: langkah maju, tapi tidak tanpa tantangan

Permendikbud Ristek No. 44 Tahun 2024 adalah langkah besar yang menunjukkan komitmen pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan dan karier dosen muda. 

Perubahan ini membawa harapan baru, terutama dalam hal percepatan karier dan peningkatan tunjangan kinerja. 

Namun, seperti kebijakan lainnya, tantangan dalam pelaksanaan tetap hadir. 

Transisi menuju sistem uji kompetensi dan penghapusan angka kredit membutuhkan perhatian khusus, agar kebijakan ini benar-benar memberikan dampak positif bagi semua dosen, tanpa terkecuali.

Referensi:

1. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 44 Tahun 2024 Tentang Profesi, Karier, dan Penghasilan Dosen. (2024). Peraturan.go.id. Retrieved from https:  //peraturan.  go.  id/id/permendikbudristek-no-44-tahun-2024

2. Meninjau Kebijakan Kesejahteraan Dosen dalam Permendikbudristek No. 44 Tahun 2024. (2024). SPK.or.id. Retrieved from https:  //spk.  or.  id/post/view/meninjau-kebijakan-kesejahteraan-dosen-dalam-permendikbudristek-no-44-tahun-2024

3. Permendikbudristek Nomor 44 Tahun 2024 Tentang Profesi, Karier dan Penghasilan Dosen. (2024). Ainamulyana.com. Retrieved from https:  //www.  ainamulyana.  com/2024/09/permendikbudristek-nomor-44-tahun-2024.  html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun