Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Janji Manis Ustaz dan Air Mata Para Investor

26 September 2024   15:43 Diperbarui: 26 September 2024   15:45 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kerjasama investasi. (PIXABAY via Kompas.com) 

Bayangkan sebuah dunia di mana sedekah bisa menghasilkan keuntungan finansial. Indah, bukan? Sayangnya, kita hidup di Indonesia, negeri di mana bahkan niat baik pun bisa berakhir dengan gugatan di pengadilan.

Jadi ceritanya begini. Ada seorang ustaz kondang, yang namanya sudah tak asing lagi di telinga kita. Sebut saja Ustaz YM (bukan Your Majesty, tapi You'll see Money). 

Beliau ini punya ide brilian: menggabungkan konsep sedekah dengan investasi batu bara.  

Seolah-olah kita bisa mendapat pahala dan profit sekaligus. Dua kali tepuk, satu nyamuk mati. Atau dalam kasus ini, dua kali setor, satu rekening ludes.

Padahal, bukankah agama mengajarkan kita untuk berhati-hati dalam urusan duniawi? 

Ah, tapi siapa peduli dengan peringatan itu ketika ada janji keuntungan 28,6%? 

Itu adalah angka yang cukup fantastis untuk membuat orang-orang berlomba-lomba menyerahkan uang mereka, berharap bisa menjadi jutawan sambil menabung pahala.

Kasus ini bikin saya jadi teringat dengan tetangga, Bu Darma. Beliau ini punya konter pulsa di ujung jalan dekat rumah lama saya.

Suatu hari, sambil mengantar nyonya buat beli ikan, saya mampir untuk isi pulsa gocengan (maklum, saldo rekening sudah tidak kuat kalo beli pulsa seharga duit bung karno).

"Pak," kata Bu Darma dengan mata berbinar, "Saya baru ikut investasi lho. Katanya dijamin halal dan untungnya gede!"

Sekilas saya lihat tampilan layar hapenya, yang menampilkan grafik batang lilin (candlestick). "Hmm, seperti aplikasi trading online yang lagi populer waktu itu," pikir saya.

Saya hanya bisa tersenyum kecut. Dalam hati, saya berdoa semoga Bu Darma tidak sedang melakukan "sedekah rasa rugi" seperti yang dialami para investor kasus bodong. 

Beberapa minggu kemudian, saya kembali ke konter Bu Darma. Kali ini bukan untuk beli pulsa, tapi untuk mengecek kabar investasinya. 

"Gimana Bu, perkembangan investasinya? Sudah ada tanda kehidupan (untung)?"

Bu Darma hanya bisa tersenyum pahit. "Mas, katanya itu investasi abal-abal. Di WA grup sesama teman yang invest, kabarnya uangnya ludes nutupi kerugian."

Nah, lho. Inilah yang terjadi ketika kita terlalu percaya pada janji-janji manis tanpa mengecek faktanya terlebih dahulu. 

Kasus Bu Darma ini mungkin skala kecil, tapi bayangkan jika ini terjadi dalam skala besar, seperti kasus Ustaz YM.

Menurut data yang dilansir Viva, ada lebih dari 250 investor yang terlibat dalam proyek investasi batu bara tersebut. 

Total kerugian? Putusan pengadilan mengharuskan sang ustaz membayar kerugian mencapai Rp 4 miliar. 

Ini bukan jumlah yang kecil. Dengan uang sebanyak itu, kita bisa menyediakan 200 ribu porsi makan siang gratis untuk anak sekolah. Atau merenovasi hingga 10 gedung sekolah (pilih sendiri mana yang lebih penting untuk negara kita). 

Ironisnya, investasi ini dijual dengan embel-embel "amal jariyah". Seolah-olah dengan berinvestasi, kita sudah melakukan amal yang pahalanya akan mengalir terus. Nyatanya? Yang mengalir terus itu air mata para investor yang kecewa.

Kasus Ustaz YM ini bukan sebuah peristiwa baru. Kasus ini adalah bagian dari pola yang lebih besar dalam dunia investasi berbasis agama. Jika kita melihat lebih dalam, dengan mengutip analisis dari situs CNBC Indonesia:

1. Karakteristik umum skema investasi berkedok agama:
   - Janji keuntungan tinggi yang "dijamin halal"
   - Pemakaian kutipan dari kitab suci atau sabda nabi untuk membenarkan
   - Pemanfaatan figur agama yang dipercaya
   - Menekankan ide "amal yang terus mengalir" atau "tabungan untuk akhirat"

2. Profil korban yang paling rentan:
   - Orang-orang dengan pemahaman agama yang kuat tapi literasi keuangan rendah
   - Mereka yang mencari cara cepat untuk beramal sekaligus berinvestasi
   - Pengikut setia tokoh agama tertentu

3. Taktik persuasi yang digunakan:
   - Mengambil keuntungan dari sikap menghormati dan mempercayai pemuka agama
   - Menciptakan rasa takut ketinggalan (FOMO) dengan janji pahala yang berlipat ganda
   - Menggunakan testimoni "sukses" dari investor awal

Kasus Ustaz YM hanyalah satu dari sekian banyak. 

Ingat kasus Kampoeng Kurma dengan total kerugian Rp 10 miliar? Atau First Travel yang menipu 63.310 calon jemaah umrah dengan kerugian Rp 905 miliar? 

Semua menggunakan sentimen agama sebagai umpan.

Kasus-kasus ini menggambarkan dengan jelas adanya pertentangan antara nilai-nilai agama yang ingin dipenuhi investor, dan praktik bisnis oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

Di satu sisi, agama mengajarkan kita untuk jujur dan amanah. Di sisi lain, ada oknum yang memanfaatkan kepercayaan umat untuk kepentingan pribadi. 

Ini seperti menjual tiket ke surga, tapi yang didapat malah panggilan ke pengadilan.

Lantas, apa yang bisa kita pelajari dari kasus ini?

Pertama, jangan pernah menutup mata dan telinga hanya karena yang berbicara adalah seorang ustaz. Ingat, ustaz juga manusia. Mereka bisa salah, bisa khilaf, dan bisa juga tergiur oleh godaan duniawi.

Kedua, selalu lakukan riset sebelum berinvestasi. Jangan tergiur janji keuntungan tinggi tanpa melihat risikonya. Perlu diingat, setiap keuntungan selalu ada biayanya dalam kehidupan ini. Kalaupun ada, pasti ada yang bayar, dan itu mungkin adalah Anda.

Ketiga, berhati-hatilah dengan investasi yang menggunakan sentimen agama. Jika sebuah investasi benar-benar bagus, seharusnya tidak perlu dibungkus dengan ayat-ayat suci atau janji pahala berlipat.

Akhirnya, kita harus lebih kritis terhadap skema investasi berbasis agama. 

Bukan berarti kita harus skeptis terhadap semua hal berbau agama, tapi kita perlu lebih cermat dalam memilah mana yang benar-benar sesuai ajaran agama dan mana yang hanya memanfaatkan agama sebagai kedok.

Semoga kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. 

Dan bagi Anda yang masih ingin berinvestasi, ingatlah: lebih baik uang Anda dipakai untuk beli gorengan daripada Anda yang digoreng oleh orang lain. 

Setidaknya, kalau beli gorengan, Anda tahu persis apa yang Anda dapat. 

Kalau digoreng orang? Yah, mungkin Anda hanya akan dapat piring kosong dan sejumlah penyesalan.

Mari kita doakan agar ke depannya, tidak ada lagi "investasi bodong" di negeri ini. Amin.

Referensi:

Viva.co.id. "Investor Batu Bara Menang Gugatan, Yusuf Mansur Terancam Kewajiban Bayar Miliaran?" VIVA, 22 Sep. 2024. 

CNBC Indonesia. "Awas Modus Klasik Investasi Bodong, Tokoh Agama hingga Seleb." CNBC Indonesia, 15 Apr. 2021. 

Detik.com. "Deretan Iming-Iming Investasi Bodong, dari Syariah hingga Pohon Jati." DetikFinance, 2 Jan. 2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun