Saya hanya bisa tersenyum kecut. Dalam hati, saya berdoa semoga Bu Darma tidak sedang melakukan "sedekah rasa rugi" seperti yang dialami para investor kasus bodong.Â
Beberapa minggu kemudian, saya kembali ke konter Bu Darma. Kali ini bukan untuk beli pulsa, tapi untuk mengecek kabar investasinya.Â
"Gimana Bu, perkembangan investasinya? Sudah ada tanda kehidupan (untung)?"
Bu Darma hanya bisa tersenyum pahit. "Mas, katanya itu investasi abal-abal. Di WA grup sesama teman yang invest, kabarnya uangnya ludes nutupi kerugian."
Nah, lho. Inilah yang terjadi ketika kita terlalu percaya pada janji-janji manis tanpa mengecek faktanya terlebih dahulu.Â
Kasus Bu Darma ini mungkin skala kecil, tapi bayangkan jika ini terjadi dalam skala besar, seperti kasus Ustaz YM.
Menurut data yang dilansir Viva, ada lebih dari 250 investor yang terlibat dalam proyek investasi batu bara tersebut.Â
Total kerugian? Putusan pengadilan mengharuskan sang ustaz membayar kerugian mencapai Rp 4 miliar.Â
Ini bukan jumlah yang kecil. Dengan uang sebanyak itu, kita bisa menyediakan 200 ribu porsi makan siang gratis untuk anak sekolah. Atau merenovasi hingga 10 gedung sekolah (pilih sendiri mana yang lebih penting untuk negara kita).Â
Ironisnya, investasi ini dijual dengan embel-embel "amal jariyah". Seolah-olah dengan berinvestasi, kita sudah melakukan amal yang pahalanya akan mengalir terus. Nyatanya? Yang mengalir terus itu air mata para investor yang kecewa.
Kasus Ustaz YM ini bukan sebuah peristiwa baru. Kasus ini adalah bagian dari pola yang lebih besar dalam dunia investasi berbasis agama. Jika kita melihat lebih dalam, dengan mengutip analisis dari situs CNBC Indonesia: