Bayangkan betapa frustrasinya warga di sana ketika harus berurusan dengan layanan pemerintah yang semakin digital, sementara akses internet masih jadi barang mewah.Â
Teori Kesenjangan Digital yang dibahas dalam penelitian tersebut menjelaskan bagaimana keterbatasan akses teknologi bisa menciptakan bentuk kemiskinan baru.Â
Ini bukan hanya soal tidak punya gadget canggih, tapi lebih dari itu.Â
Kemiskinan digital berarti tertinggal dalam akses informasi, peluang ekonomi, bahkan pelayanan dasar pemerintah.Â
Coba kita bayangkan, bagaimana rasanya jadi warga di pelosok Papua yang harus naik gunung dulu baru bisa dapat sinyal?Â
Sementara di Jakarta, orang bisa pesan makanan, transportasi, bahkan konsultasi dokter hanya dengan sentuhan jari.Â
Ini bukan cuma soal kenyamanan, tapi juga peluang hidup yang jauh berbeda.Â
Nooraeni dan Prasetyo (2022) mengadopsi model Barrantes untuk mengklasifikasikan kemiskinan digital.Â
Model ini tidak hanya melihat akses fisik ke teknologi, tapi juga kemampuan ekonomi dan keterampilan menggunakannya.Â
Jadi, bukan hanya persoalan punya gawai atau tidak, tapi apakah mampu membeli paket data?
Apakah mampu mengoperasikan aplikasi yang disediakan pemerintah.Â
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya