Sementara kita sibuk mengumpulkan “likes” dan “followers”, kita mungkin secara tidak sadar sedang menanamkan benih-benih ketakutan, kecemasan, dan kebencian dalam diri anak-anak kita.
Ironisnya, dalam dunia yang seharusnya lebih “connected” dari sebelumnya, kita justru mungkin sedang membangun tembok yang semakin tinggi antara realitas dan persepsi, antara fakta dan opini, antara diri kita yang sebenarnya dan citra yang kita ciptakan secara online.
-
Menghadapi fenomena ini, penting bagi kita untuk tidak hanya membekali remaja dengan keterampilan literasi digital, tetapi juga untuk menciptakan lingkungan online yang lebih sehat.
Ini bisa dimulai dari kebijakan yang lebih ketat terhadap penyebaran konten negatif, serta edukasi yang lebih baik tentang dampak psikologis dari konsumsi media sosial.
Karena pada akhirnya, jika kita tidak hati-hati, kita mungkin sedang menciptakan generasi yang lebih peduli pada hal-hal negatif yang disuguhkan oleh layar kaca, daripada keindahan dan kebaikan yang ada di dunia nyata.
Artikel ini telah tayang sebelumnya di situs berikut:
https://www.aietama.my.id/2024/08/bahaya-negativity-bias-pada-remaja.html
Referensi:
- Purboningsih, E. R., Massar, K., Hinduan, Z. R., Agustiani, H., Ruiter, R. A. C., & Verduyn, P. (2023). Perception and use of social media by Indonesian adolescents and parents: A qualitative study. PubMed. https : // pubmed . ncbi. nlm. nih. gov/ 36687903
- University of Manchester. (2019, June 17). Social media use contributing to poor mental health in Indonesia. ScienceDaily. https://www. sciencedaily. com/releases/ 2019/06/ 190617104140. htm
- Jakarta Globe. (2023). Negative social media content breeds intolerance among Indonesian youth. https: //jakartaglobe.i d/ news/ negative-social-media-content-breeds-intolerance-among-indonesian-youth
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H