Mohon tunggu...
Wildan Toyib
Wildan Toyib Mohon Tunggu... Konsultan - Akademisi

Konsultan

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Penyesalan Tak Berarti: Dampak Kepemimpinan Politik Dikuasai Segelintir Insan Bermental Instan

18 Oktober 2023   10:38 Diperbarui: 18 Oktober 2023   14:55 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berpolitik adalah suatu bentuk partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan politik dan pembentukan kebijakan negara. Jika seseorang tidak berminat atau tidak mau terlibat dalam politik, maka mereka harus siap menerima konsekuensi dari dipimpin oleh orang lain yang mungkin memiliki pandangan atau tujuan yang berbeda dengan mereka.

Mereka menyadarkan bahwa terlibat dalam politik adalah penting bagi umat muslim agar memiliki pengaruh dan kekuatan dalam menentukan nasib mereka sendiri. Jika tidak, mereka akan menjadi pasif dan hanya mengikuti keputusan yang dibuat oleh segelintir insan bermental instan yang mungkin tidak memperhatikan kepentingan umat secara menyeluruh.

Politik merupakan sarana untuk mempengaruhi kebijakan publik dan menentukan arah pembangunan negara. Jika umat muslim tidak terlibat dalam politik, mereka akan kehilangan kesempatan untuk membentuk kebijakan yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan kepentingan umat. 

Namun, ada juga yang berpendapat bahwa terjun ke politik praktis bisa mengorbankan integritas dan moralitas individu. Selain itu, beberapa umat muslim mungkin merasa bahwa mereka dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam membangun masyarakat melalui peran-peran lain di luar politik. 

Hal ini terlihat dari masih banyaknya pelanggaran hukum yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya upaya yang lebih serius dan efektif dalam penegakan hukum agar nilai-nilai kehidupan dapat benar-benar diwujudkan. 

Penting untuk memahami bahwa penegakan hukum yang efektif tidak hanya bergantung pada pembuatan aturan dan hukum yang tepat, tetapi juga pada implementasi dan penegakan yang konsisten. Diperlukan kerjasama antara pemerintah, lembaga penegak hukum, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang menghormati hak hidup setiap individu. 

Hal ini menunjukkan bahwa penegakan hukum dan keadilan masih memiliki tantangan yang kompleks di era digital ini. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang lebih serius dalam mengatasi masalah ini agar masyarakat dapat hidup dalam lingkungan yang adil dan berkeadilan. 

Tindakan ini membutuhkan kesadaran kolektif untuk melawan penyebaran kebohongan dan mempromosikan kebenaran. Semua pihak harus bertanggung jawab dalam menyebarkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya, demi menciptakan masyarakat yang lebih adil dan beradab. 

Namun, tidak semua orang sepakat dengan pandangan tersebut. Beberapa orang berpendapat bahwa politik sebenarnya adalah proses yang kompleks dan tidak bisa disederhanakan menjadi hanya tentang kontrol kekuasaan. Mereka berargumen bahwa politik juga melibatkan negosiasi, kompromi, dan pembentukan kebijakan yang bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan sosial, ini berlawanan dengan argumen (Theodorson, 1969) bahwa “proses menciptakan tatanan sosial yang baik yang ditempuh melalui kontrol terhadap sumber kekuasaan yang ada di masyarakat, dengan cara persuasif atau konflik”. 

Dalam konteks ini, politik yang baik juga harus mampu menjaga keseimbangan kekuasaan antara pemerintah dan masyarakat. Hal ini dapat dicapai dengan memastikan adanya mekanisme kontrol dan keseimbangan kekuasaan yang efektif, sehingga tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan yang merugikan masyarakat. 

Namun, penting untuk diingat bahwa tidak semua politik dilakukan dengan cara yang negatif. Ada juga politikus yang berkomitmen untuk melakukan perubahan positif dan melayani kepentingan masyarakat secara jujur dan adil. Oleh karena itu, kita perlu memilih pemimpin yang memiliki integritas dan moralitas yang tinggi untuk memastikan politik tetap menjadi alat untuk mencapai kebaikan bersama.

Hal ini menunjukkan bahwa politik masih memiliki banyak masalah yang perlu diatasi. Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa politik juga memiliki potensi untuk membawa perubahan positif dan memperjuangkan kepentingan masyarakat.   Tindakan nepotisme dan konglomeratisme sering kali menjadi ciri khas dalam praktik politik yang terjadi. 

Hal ini menunjukkan bahwa ketika seseorang mendapatkan kekuasaan, ada kemungkinan besar mereka akan tergoda untuk melakukan tindakan korupsi. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa kekuasaan digunakan dengan integritas dan tanggung jawab demi kepentingan publik, “korupsi dan kekuasaan” laksana dua sisi yang berhubungan. Korupsi merupakan produk kekuasaan dan sebaliknya kekuasaan merupakan "pintu masuk" bagi tindak korupsi. Hampir selalu terjadi orang baik menjadi orang jahat" (Lord Acton, 1834--1902).

Korupsi telah menjadi penyebab utama perubahan perilaku orang baik menjadi jahat. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus korupsi yang melibatkan individu yang sebelumnya dianggap baik dan berintegritas. Fenomena ini menggambarkan betapa sulitnya menjaga integritas dan moralitas di tengah lingkungan yang korup. 

Politik di Indonesia seringkali lebih mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok daripada kepentingan masyarakat secara umum. Hal ini membuat sistem politik menjadi korup dan tidak transparan. 

Hal ini menyebabkan terjadinya ketidakstabilan politik dan kurangnya keberlanjutan dalam implementasi kebijakan. Selain itu, kurangnya pertanggungjawaban politik juga menjadi masalah serius, karena para politisi cenderung fokus pada kepentingan pribadi dan kelompok mereka sendiri daripada pada kepentingan publik secara keseluruhan. 

Praktik ini mengakibatkan kehilangan kepercayaan masyarakat terhadap politikus dan partai politik. Masyarakat menjadi skeptis terhadap janji-janji yang diberikan oleh para calon pemimpin, karena seringkali janji tersebut tidak terealisasi setelah mereka memenangkan pemilihan. 

Namun, untuk memenangi pilkada dan pilpres dengan tujuan kekuasaan, tidak hanya diperlukan praktik politik yang manipulatif. Dibutuhkan juga komitmen yang kuat untuk melayani masyarakat dengan integritas dan kejujuran.

Hal ini disebabkan oleh adanya praktik-praktik politik yang merugikan, seperti mobilisasi pencitraan, money politics, dan tebar janji untuk keuntungan diri. Praktik-praktik ini dapat mengganggu integritas demokrasi dan mempengaruhi kualitas pemilihan umum. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mengatasi tantangan ini agar demokrasi di Indonesia berjalan secara sehat dan bermartabat. 

Hal ini terlihat dari banyaknya keputusan yang diambil tanpa melibatkan partisipasi publik dan kurangnya transparansi dalam proses pengambilan keputusan. Sebagai contoh, beberapa kebijakan yang kontroversial seperti UU Cipta Kerja dan RUU HIP telah menuai protes dan kritik dari berbagai kalangan masyarakat.  Hal ini dapat dilihat dari seringnya terjadi konflik antara eksekutif dan lembaga-lembaga negara lainnya, seperti DPR dan KPK.

Ancaman tersebut seringkali digunakan untuk memperkuat dominasi pemimpin dalam mengambil keputusan dan kebijakan. Dalam situasi seperti ini, sulit bagi lembaga-lembaga negara lainnya untuk menjalankan fungsi mereka secara independen dan efektif. 

Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa ketika seseorang memiliki kekuasaan yang besar, mereka cenderung mengabaikan kesantunan dan menggunakan ancaman sebagai cara untuk mencapai tujuan mereka. Hal ini juga berlaku dalam konteks pembangunan, di mana sering kali terjadi penyalahgunaan kekuasaan demi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, "Kekuasaan adalah saya, sebelum saya dibuang ke Pulau Elba," (Napoleon Bonaparte, 1769-1821).

Ungkapan tersebut menggambarkan kekecewaan dan ketidakpuasan terhadap pemerintahan yang dianggap tidak efektif dan merugikan negara. Hal ini menunjukkan bahwa ada kesadaran akan perlunya perubahan dalam sistem pemerintahan untuk mencapai kemajuan yang lebih baik, "kenyataan empiris menunjukkan negeri ini terlalu lama salah urus harus diakui semua pihak, termasuk pemerintah," (AS Maarif).

Dalam ungkapan tersebut, terlihat bahwa sikap keputusasaan sebagian orang terhadap kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara disebabkan oleh kerusakan yang hampir sempurna. Selain itu, ungkapan tersebut juga menunjukkan bahwa semua pihak, termasuk pemerintah, harus mengakui bahwa negeri ini telah salah urus selama ini, "Rusaknya kehidupan rakyat karena rusaknya para pemimpin, rusaknya para pemimpin karena rusaknya para ilmuwan dan ulama, rusaknya ilmuwan dan ulama karena cintanya kepada harta," (Mahfud MD, mengutip Imam Al-Ghazali).

Partai politik seharusnya menjadi wadah untuk mewakili aspirasi rakyat dan mengawal kebijakan pemerintah. Namun, dalam praktiknya, partai politik seringkali terjebak dalam permainan kekuasaan dan korupsi, sehingga mengabaikan tugas utamanya sebagai pengayom dan pengawal demokrasi. 

Ketidakseimbangan kekuasaan dalam partai politik juga berdampak pada kurangnya akuntabilitas dan transparansi dalam pengambilan keputusan. Hal ini mengakibatkan kebijakan yang tidak selalu berpihak pada kepentingan rakyat, tetapi lebih kepada kepentingan individu atau kelompok tertentu. 

Muhammadiyah diharapkan dapat membawa perubahan positif dalam pemerintahan dengan memberikan masukan yang berkualitas kepada para pembuat kebijakan. Meskipun tidak terlibat secara langsung dalam politik praktis, peran  Muhammadiyah tetap berpengaruh melalui jalur komunikasi yang tepat, mencerdaskan kehidupan bangsa dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia dalam konteks "Pendidikan dan Kesehatan", yang digagas sebelum republik ini berdiri. 

Hal ini menunjukkan bahwa politik 'gincu' lebih fokus pada upaya mempertahankan kekuasaan dan mencari popularitas daripada benar-benar mengatasi masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Praktik ini sering kali mengabaikan kepentingan dan kesejahteraan rakyat, sehingga menjadi tidak efektif dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada. 

Namun, penting untuk diingat bahwa perjuangan politik tidak hanya terbatas pada ranah hukum. Perjuangan politik juga harus melibatkan upaya konkret dalam mengatasi korupsi, penyimpangan, dan kesulitan hidup yang dihadapi oleh rakyat. 

Upaya ini dilakukan agar solusi yang dihasilkan dapat memperbaiki kondisi dan memberikan manfaat yang maksimal bagi rakyat. Namun, perjuangan ini tidaklah mudah karena terkadang terhambat oleh berbagai faktor politik dan kepentingan tertentu. 

Gugatan ini dilakukan sebagai upaya untuk memastikan bahwa undang-undang yang ada tidak melanggar prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan. Dalam perjuangan politik, Muhammadiyah dan elemen masyarakat sipil juga berusaha untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat agar dapat ikut serta dalam proses pembuatan kebijakan yang lebih transparan dan akuntabel. 

Hal ini dikarenakan Muhammadiyah ingin fokus pada peranannya sebagai organisasi sosial dan keagamaan, serta menjaga independensinya dari campur tangan politik. Dengan tidak terjun ke politik kekuasaan secara langsung, Muhammadiyah dapat tetap konsisten dalam menjalankan misinya untuk melayani umat dan memperjuangkan nilai-nilai Islam. 

Kebebasan ini juga tidak berarti bahwa Muhammadiyah akan mendukung atau terlibat dalam kegiatan politik yang bertentangan dengan prinsip-prinsip agama dan moralitas. Muhammadiyah tetap berkomitmen untuk menjaga independensinya sebagai gerakan sosial keagamaan yang fokus pada pelayanan masyarakat dan pembangunan umat. 

Hal ini menunjukkan bahwa Muhammadiyah menghargai hak setiap individu untuk memiliki preferensi politik mereka sendiri. Namun, penting untuk diingat bahwa dukungan individu tidak mewakili sikap resmi dari Muhammadiyah sebagai organisasi.  Namun, ada juga yang berpendapat bahwa Muhammadiyah seharusnya tetap netral dalam dukungan politik dan fokus pada misi keagamaan dan pendidikan. Mereka berargumen bahwa terlibat dalam politik dapat mengalihkan perhatian dari tujuan utama organisasi. 

Dimana, ketidakpercayaan ini juga muncul karena adanya pengalaman buruk di masa lalu, di mana beberapa aktivis Muhammadiyah yang terjun di politik praktis terjerat dalam praktek korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Hal ini membuat sebagian aktivis Muhammadiyah ragu untuk terlibat langsung dalam politik dan lebih memilih berkontribusi melalui amal usaha, sosial dan pendidikan.

Mereka khawatir akan dianggap tidak setia terhadap persyarikatan dan merasa sulit untuk menjelaskan alasan mereka aktif di organisasi lain. Selain itu, ada juga kekhawatiran bahwa terlibat di politik praktis dapat mempengaruhi reputasi Muhammadiyah sebagai organisasi agama yang netral dan independen.   Oleh karena itu, penting bagi warga Muhammadiyah untuk membangun jejaring lintas kelompok dan golongan guna mendapatkan dukungan politik yang dibutuhkan. Selain itu, adanya komunikasi yang efektif antara anggota Muhammadiyah dan organisasi lain juga dapat membantu mengatasi hambatan psikologis yang muncul. 

Namun demikian, hal ini tidak berarti bahwa Muhammadiyah tidak memiliki peran dalam dunia politik. Organisasi ini tetap aktif dalam menyuarakan aspirasi dan nilai-nilai Islam yang moderat di berbagai forum baik nasional maupun internasional. Selain itu, Muhammadiyah juga terus mendorong anggotanya untuk terlibat dalam kegiatan sosial dan pemberdayaan masyarakat sebagai bentuk kontribusi politik yang lebih luas dan konvergen yaitu "Amar Makruf Nahi Munkar dan Ta'awun".  

Sebagian orang yang memenangkan politik selalu memberikan argumen, "Kalah dengan Terhormat sudah biasa, namun Menang dengan Tidak Terhormat itu Luar Biasa"

Wildan Toyib - Forum Pemantau Kebijakan dan Demokrasi Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun