"Emang, berapa umurnya saat ini?"
"Lebih dari dua puluh tahun."
"Ia sudah dewasa. kenapa khawatir?"
"Ia beda. Tidak sama dengan yang lain!" Lalang berseru. Jawabannya membuat Aven terpancing.
"Ia seperti apa? Apa yang membuatnya beda?"
"Rumit. Tidak mudah dijelaskan. Banyak yang tidak bisa menerimanya. Penjelasan tentangnya!"Â
"Bagaimana ia?" Aven seolah tidak peduli dengan seruan Lalang tentang kemisteriusan Cemara. Ia tidak ingin menyerah.
"Tidak masuk akal, unlogic," jawab Lalang tegas. Aven semakin menjadi-jadi.
"Aku ingin mengenalnya, jika saja bisa, dan tentu saja boleh," kata Aven memohon. Lalang tidak bisa menjelma tembok lagi. Ia berkenan, kali ini.
"Ia selalu bilang, Ia hidup di rumah kaca. Ia bosan. Jenuh." Suara Lalang terdengar berat. Terlihat ada sedikit keengganan membuka cerita tentang Cemara. Tapi ia harus bercerita. Bara api tidak bisa disimpan terus di dada.
"Rumah kaca? Saling memantulkan bayang?" tanya Aven terkejut. Suaranya sedikit keras. Lalang memakluminya. Ia lanjut bercerita.Â