Mohon tunggu...
Mustofa Ludfi
Mustofa Ludfi Mohon Tunggu... Lainnya - Kuli Tinta

Bapak-bapak Beranak Satu :)

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Siluet-Buku I (Tuhan Maha Pemberi Kejutan (Lanjutan)-Capter 1)

28 Agustus 2024   09:18 Diperbarui: 28 Agustus 2024   10:52 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perempuan itu -cantik- beraroma angel heart. Parfum mahal, yang beberapa waktu lalu ia lihat dan cium di tubuh Mirna. Ia baru pulang dari Swiss. Liburan mengejar duda. Tidak beranak. Tapi brengsek. Mirna dibodoh-bodohi. Tapi, ah. Tidak. Mirna yang bodoh. Ah tidak juga. Cinta memang begitu. Menciptakan kebodohan. Bagi Mirna. Dan juga duda itu. Mirna pulang dengan tangan hampa. Duda itu bergeming. Ia tidak mau pulang. Cinta memang bodoh. Sebodoh aku mengikuti hasratku. Menurutku itu paling benar. Cinta tidak menyakitkan. Tapi faktanya hatiku remuk. Harusnya aku jatuh cinta padamu, Ven. Enak. Kamu hobinya hanya ngopi. Dan sebentar lagi mati. Enak. Aku janda. Eh, bukan. Apakah gelar bagi seorang pacar yang ditinggal mati pacarnya? Apa iya, harus iddah juga? Ya sudah. Tenang Aven. Lain kali. Carilah duda yang bodoh. Biar kalau bodoh ketemu bodoh -bisa jadi- mungkin bisa pinter. Kayak minus ketemu minus itu, lo. Jadinya, kan, plus. Mirna mengernyitkan kening. Memang tidak bisa dibantah. Ia memang bodoh. Tapi wajahnya ayu sekali. Apa kamu bisa jatuh cinta padaku, Ven? Sangat bisa. Tapi aku tidak bisa mencintai Perempuan sempurna. Kekasihku harus tidak sempurna. Biar kami saling menggenapi. Cinta itu harus begitu. Datang untuk melengkapi. Bukan mengusir pergi. Dudamu bagaimana, Mirna? Itu, kan, tipemu. Cerdas. Pinter. Bergelar Ph.D. tapi brengsek, Ven! Yah. Memang itu satu paket. Coba, sebutin satu saja, kebrengsekkanya. Barangkali ada padaku. Mirna diam. Dihantam godam. Tepat di dada. Lalu pergi. Percakapan itu tak pernah usai. Aven dan Mirna berpisah sebagai sahabat. Bukan sebagai sepasang pacar.

 

Angel heart. Kembali ke parfum itu. Beraroma wangi yang menusuk lubang hidung. Legalisasi kecantikan. Mahal. Perfek. Ah. Duduknya saja cantik. Belum kalau ia merentangkan kedua tangan. Mengurai Lelah di punggung. Atau, andai saja, tersenyum padanya. Laki-laki yang sedari tadi mengawasinya tanpa putus. 

 

Aven memilih berpura-pura. Ia tidak peduli. Anugerah itu. Sampai akhirnya kondektur bus membuyarkan semuanya. 

 

“Turun mana, Mbak?” Perempuan itu ditanya.

 

“Jombang!” jawabnya cepat. Satu sobek karcis melayang padanya. Kondektur berlalu darinya. Tak peduli kecantikannya. Semua sama. Bayar, dan pergi. Kecuali kalau ada susuk (kembalian). Kondektur akan kembali. Melubangi karcis penumpang. Bukti, jika transaksi susuk sudah selesai.

 

Aven diam. Perempuan itu diam. Bus melaju kencang. Aven menjaga diamnya. Perempuan itu juga. Di sebelahnya. Hanya beberapa kilan. Jika dimeterkan, sekitar 0,01 meter. Jarak yang haram bagi bukan muhrim. Ah. Peduli setan. Tuhan Maha Memaklumi.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun