Â
Kun dilahirkan tepat saat Mbah Kelud sedang terkentut-kentut. Sudah seminggu Mbah Kelud diare, kata tulisan yang terpampang di papan pengumuman besar yang dipasang oleh tim penanggulangan bencana alam di radius lima kilometer dari pusat letusan.Â
Â
Keluarga Kun sangat panik. Tapi mereka juga sangat bangga. Aneh. Kun digadang-gadang menjadi suksesor Bung Karno. Mereka berujar, Kun mengintip dunia saat Mbah Kelud kentut. Ibu Kun dengan bangga menceritakan obsesinya, tapi Kun kecil sering tidak percaya diri menikmati hari-harinya. Kun dihantui nama besar Bung Karno. Merdeka!
Â
Kun berjodoh dengan Aven saat kali pertama mengikuti PKPT kampus. Keduanya sudah terlihat kompak sejak awal pertemanannya. Menurut Kun, panitia PKPT saat itu sungguh menyebalkan. Kun berkali-kali harus push-up. Kun tertatih-tatih. Tubuh Kun yang agak melebihi kapasitas membuatnya mengkis-mengkis[5] saat melakukan aktivitas dorong bumi itu, padahal baru tiga kali dorongan. Di belakangnya ada Aven yang menahan tawa. Ia berteriak, Bung Karno semakin jauh dari tubuh tambun Kun.Â
Â
Tak hanya push-up, Kun juga harus menelan napas kakak-kakak panitia yang rasanya beraneka ragam. Kun benci sekali jika ada yang berteriak di dekat wajahnya. Maka di hari kedua PKPT, Kun merencanakan kabur dari kampus. Aven yang mendengar rencana itu mengamininya dengan sangat sungguh-sungguh. Dan di hari yang telah direncanakan itu, Kun dan Aven asik berkaraoke ria di Matos[6]. Kakak-kakak panitia yang hafal wajah Kun kelimpungan mencari tubuh tambunnya. Rasain, buruan kalian kabur!Â
Â
 Ada kesamaan antara Aven dan Kun, yakni sama-sama mual dengan agenda PKPT yang terkesan didramatisir oleh kakak-kakak panitia. Kesamaan itu diperkuat oleh kecintaan mereka terhadap serbuk kopi. Bedanya, Kun meminum kopi sebagai syarat agar tidak sakit kepala. Aven meminum kopi sekaligus meminum maknanya. Beda kasta; beda cara mencintai kopi. Tapi Kun dan Aven tetap terikat kuat dalam aromanya.Â
Â