Mohon tunggu...
Ai Tigapuluh
Ai Tigapuluh Mohon Tunggu... wiraswasta -

nonaktif

Selanjutnya

Tutup

Puisi

'Sebuah Rumah Tulisan' dan Sejumlah Penghuninya

9 Desember 2014   03:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:44 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. Malam

Aku sepenuhnya mencintai punggung malam yang utuh,
daun-daun nangka yang ranggas di lincak bambu,
dan obor-obor peronda yang begadang sepanjang malam.

Aku sepenuhnya mencintai lengan malam yang hangat,
main catur, minum kopi hitam,
musik dari dalam radio, dan bau api pendiangan.

Aku sepenuhnya mencintaimu,
maka kujumpai kau sepanjang malam
dengan menyatukan diri
ke dalam tubuh malam itu sendiri.

(Sungai Buluh, 28 Maret 2014)

2. Puisi Dalam Cangkir

Yang kau hirup setiap pagi sebagai pembangkit senyummu adalah hal-hal yang kuracik sendiri,

yang kau genggam setiap pagi adalah hal-hal yang berpegangan pada lirik-lirik yang kularik sendiri,

yang dikecap lidahmu adalah surat-surat tanpa nama dan alamat pengirim,

yang dipagut bibirmu adalah tanda tanya dan tanda seru yang kelak bertanya dan berseru di dalam dadamu,

yang kusebut sebagai jamuan pagi adalah jam-jam yang bising dan aku yang asing,

aku yang asing adalah percakapan percakapan yang hening pada permukaan cangkir berisi puisi berjudul kau.

(Sungai Buluh, 30 Juli 2013)

3. Merenung

Jika kau mau merenung,
seharusnya kau tak lebih sedih
dari airmata yang tak bisa pulang
ke dalam kantung matamu setelah ia jatuh;
atau dari bulan yang terlalu tinggi
sehingga mustahil turun ke rumah pungguknya;
atau dari demam yang harus meninggalkan kepalamu
karena ia tak pernah diharapkan;

seharusnya kau tak lebih sakit
dari luka di lengan anak anak kecil
yang menangisi tuannya;
atau dari perasaan seorang perempuan
yang kehilangan ayah-ibu dan kekasihnya
pada hari yang sama;
atau dari sakit yang kesakitan
karena disakiti sakitnya sendiri.

Seharusnya kau tak lebih kecil
dari harapan yang pernah kau nyalakan
di dalam hati orang lain.

(Sungai Buluh, 22 November 2013)

4. Kanak-Kanak Sajak

kami kanak-kanak yang sepagi buta menyusur sajak setapak supaya hari-hari kami tak datar; kami merangsak padang ilalang, membelai kembang yang kuntum dan ranum sepanjang padang, menjawab kicau burung yang satu sapaan,

lalu mandi di telaga yang airnya lebih biru dari mata seorang gadis remaja yang sedang menahan rindu, mandi sampai ke ceruk, mereguk airnya, menyudahinya setelah matahari menjelang tinggi,

melalui sajak setapak, menuju dangau, kami menyantap perbekalan sambil mengingat wajah ibu yang memasaknya; kemudian kembali ke padang ilalang, bersenda gurau, bermain dengan pelbagai wahana: petak umpet, engklek, layang-layang;

Kami kanak-kanak yang se-rembang petang menyusur sajak setapak supaya malam kami tak hambar; kami merambas pendar demi berangkat ke surau, ikut ayah-ibu kami sungkurkan wajah dan mendaras,

lalu pulang dengan senyum di wajah. kami kanak-kanak sajak yang mengingat pagi, siang, senja, dan malam kami sebelum tidur; esok pagi buta, kami pasti menyusurinya kembali.

(Sungai Buluh, 23 Januari 2014)

5. Bidadari Angin Timur

Aku tahu kau tak akan sering turun dari langit, apalagi
sepagi ini, kita bisa menyempatkan diri
berjalan-beriring terus ke barat
seperti mengejar senja yang masih berjam-jam lagi.

Aku tahu kau tak akan sering berjalan setenang ini, seperti
sengaja menikmati udara dan perjalanan yang—sepertinya
sengaja kita ciptakan.

Aku tahu kau tak akan sering
jatuh cinta tanpa keras kepala
—dan menyerapahi namaku seperti biasa.

(Sungai Buluh, 18 Februari 2014)

***

— Sebab selalu ada kemungkinan untuk pindah rumah, saya mengarsipkan dan mengepak lima puisi di atas beserta 57 lainnya—yang saya tulis dalam rentang 2010 s/d April 2014—dalam sebuah buku elektronik supaya isi dari 'rumah elektronik' saya tetap terjaga dan tidak hilang begitu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun