Latar belakang kisah yang terjadi pada tahun 1990-an juga memahamkan kita tentang situasi sosial dan politik yang terjadi di Indonesia kala itu. Kita juga jadi tahu, ternyata Bujang Parewa dan teman-temannya adalah yang pertama kali meneriakan Megawati for President. Bukan orang-orang PDIP. Bujang Parewa dkk juga memberi andil signifikan bagi terbentuknya PDIP. Bahkan Megawati pernah mendapat PRD Award. Semua ini tentu pengetahuan baru bagi kita karena PDIP sekarang merupakan Parpol terbesar di Indonesia.
Bila cita-cita perjuangan Bujang Parewa dan teman-temannya kita lihat dari situasi saat ini, akan jelas terlihat cita-cita mereka berhasil. Saat ini buruh, petani, nelayan dan wartawan, boleh mendirikan organisasi di luar organisasi yang dulu diciptakan Orde Baru. Fraksi TNI tak ada lagi di DPR, dan TNI tak boleh menduduki jabatan sipil.
Melalui perjuangan Bujang Parewa dan teman-temannya pula, sekarang siapa pun boleh mendirikan Parpol. Indonesia yang dulu sentralistik, sekarang menganut otonomi daerah. Presiden dipilih langsung oleh rakyat, bukan lagi dipilih MPR. Masa jabatan Presiden sudah dibatasi. Kini pers memiliki kebebasan yang dijamin UU, dan breidel pers tak ada lagi. Rakyat boleh mengkritik pemerintah, dan tak bakal diancam pasal menggulingkan pemerintah.
Lantaran keberhasilan itulah, maka akan tampak nyata, era Bujang Parewa dan teman-temannya dengan era anak milenial sekarang, sangat berbeda, bahkan bertolak belakang. Ini dapat dianalogikan : jika dulu Presiden Suharto gemar menuduh rakyat yang berani melawannya sebagai PKI, hari ini justru rakyat yang berani menuduh Presiden Jokowi sebagai PKI. (Dua tuduhan yang sama-sama hoax).
Perbedaan situasi itu, juga memungkinkan tak akan pernah ada lagi sosok seperti Bujang Parewa dan teman-temannya. Inilah kenapa novel ini pantas difilmkan. Agar bangsa ini tahu ada peristiwa mengagumkan yang tak pernah dicatat sejarah. Tetapi bangsa ini dapat mengadopsi semangat juang pelakunya dan mewarisi keberanian mereka melawan arus jaman. (Ahyar Stone)