"Di Awiq-awiq itu ada juga aturan tentang, menjaga hutan dan alam. Awiq-awiq ini sudah sejak dahulu ada di Bayan. Aturan ini dibuat oleh tokoh adat Bayan agar kelestarian air dan lingkungan sekitar Desa Bayan terjaga. Jika kesepakatan itu dilanggar, dari komunitas akan memberikan sanksi, misalkan denda satu ekor kerbau atau padi satu kuintal,". Ungkap Deni, asal Desa Bayan, KLU.
Hingga kini, ada 8 hutan adat yang diatur dalam awiq-awiq hukum adat Desa Bayan; hutan adat pengempokan, Bangket Bayan, Tiurarangan, Mandala, Lokoq Getak, Singang Borot, Sambel, dan Montong Gedeng. Wilayah hutan ini menjaga benteng terakhir masyarakat Adat Bayan dalam menjaga kehidupan anak cucu dimasa depan.
"Delapan hutan adat ini akan terus terjaga dan dipertahankan oleh generasi kami, hingga anak cucu di Desa Bayan. Untuk menjaga itu, maka dibuatlah awiq-awiq, yang artinya larang mengambil, menebang, menangkap satwa liar, membakar pohon, dan mengotori sumber mata air di dalam kawasan hutan adat," Tambahnya, Â Raden Sawinggih (tokoh adat Desa Bayan) saat ditemui di berugak (gazebo) rumahnya saat itu. Â Â
Berkunjung ke Desa Adat Bayan dan Masjid Adat Bayan, peninggalan ini mengingatkan kita pada masa lalu, bahwa di Desa Bayan pernah ada peradaban kampung adat dan jejak-jejak penyebaran Islam pertama di Pulau Lombok pada masa lampau.
Kedua, komunitas adat Bayan. Hingga kini masih konsisten mempertahankan tradisi adatnya, menjaga depan hutan adat di Desa Bayan. Hidup damai harmoni bersama alam nan asri terus disemai komunitas Adat Bayan patut kita contoh.
Kelam mempercepat senja. Sore itu, bersama Deni, kami izin meninggalkan rumah Raden Sawinggih di Utara Rinjani. Kalau Anda bertandang ke Lombok, singgahlah ke Desa Bayan untuk melihat "Kampung Adat dan Masjid Adat Bayan". (Ahyar ros)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H