Mohon tunggu...
Ahyarros
Ahyarros Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger | Editor book | Pegiat literasi dan Perdamaian |

Blogger | Editor book | Pegiat literasi dan Perdamaian |

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Desa Adat Bayan Harmoni Bersama Alam di Utara Rinjani

19 November 2021   14:17 Diperbarui: 19 November 2021   17:05 908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kami berswafoto di Desa Bayan (Foto; Ahyar ros)

Untuk memasuki pintu masjid kuno Bayan, kita harus menundukan kepala dengan rendah. Di dalam masjid berlantai tanah dan didalamnya terdapat beduq tua berukuran besar masih tersimpan baik dipojok kanan masjid. 

Empat tiang peyangga masjid ini melambangkan persatuan empat desa yang turut membantu dalam membangun masjid adat Bayan. Ada juga dapat melihat dua hiasan berbentuk ikan dan burung terdapat dibagian atas kayu penyangga-penyangga tersebut.

Setiap hiasan memiliki makna tersendiri. Selain itu, kita juga bisa melihat hiasan pohon, telur Ayam, dan Naga bergantung di atas mimbar. Pada badan Naga terdapat tiga burung yang melambangkan komunitas adat Wetu Telu. 

Komunitas adat Wetu Telu adalah ajaran yang berpegang teguh pada tiga hal dalam menjalani kehidupan yaitu, agama, alam, dan pemerintahan. Wetu Telu juga merupakan refleksi dari asal usul keberadaan manusia di bumi yang terlahir, karena kehendak tuhan melalui ayah dan ibu sebagai perantara.

Selain bangunan masjid sebagai bangunan utama, kita juga melihat enam bangunan yang mengelilinggi masjid adat Bayan. Ukuran keenamnya berbeda-beda. 

Di dalam bangunan berdinding bambu ini, juga terdapat makam-makam para pendahulu penyebar agama Islam masa silam. Di kawasan masjid Adat Bayan, kita juga bisa melihat empat makam yang berdiri tidak beraturan dan memiliki ukuran yang berbeda-beda disebelah selatannya.

Harmoni bersama alam

Di Bayan, kita tak hanya melihat kampung adat, masjid kuno, panorama sawah berjejer hijau mengelepar, tapi juga hutan adat, mata air, air terjun, dan ritual lebaran adat tiap tahun masih ketat dijaga. Agar hutan dan alam tetap awet terjaga, masyarakat Desa Bayan memiliki awiq-awiq (aturan adat), yang mengatur tentang menjaga adat, kelestarian hutan dan alam. Jika kesepakatan ini dilanggar, maka warga desa yang menlanggarnya awiq-awiq ini akan dikenakan sanksi atau denda.

Mahni (36) tahun, perempuan asal Desa Bayan bercerita pada kami. Sejak dahulu, nenek moyang masyarakat Adat Bayan telah memberikan contoh baik dalam hidup berdampingan bersama alam dan menjaga hutan adat.

"Desa Bayan punya kearifan tersendiri, sejak dulu kami di Bayan hidup damai, menjaga adat dan alam yang terus kami rawat. Bentuk rumah, masjid kuno, upacara adat, dan pola hidup terus dipertahankan hingga kini," Kata Mahni, disaat kami jumpai di Desa Bayan, Lombok Utara.

Informasi yang sama juga, saya dapatkan dari teman kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB) Jawa Barat, Deni (28( tahun), yang lahir dan besar di Dusun Anyar, Desa Bayan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun