Mohon tunggu...
Ahyarros
Ahyarros Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger | Editor book | Pegiat literasi dan Perdamaian |

Blogger | Editor book | Pegiat literasi dan Perdamaian |

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Desa Adat Bayan Harmoni Bersama Alam di Utara Rinjani

19 November 2021   14:17 Diperbarui: 19 November 2021   17:05 908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama pegiat literasi Rinjani di Desa Bayan, KLU (Foto Ahyar ros)

Kampung Adat Desa Bayan Lombok Utara, jaraknya sekitar 75 kilometer dari Kota Mataram, Desa Bayan memiliki kearifan tersendiri dalam menjaga adat dan alam yang mereka huni. Bentuk rumah, masjid, upacara adat, dan pola hidup terus dipertahankan hingga kini. Rumah adat mereka, misalnya, atap terbuat dari rumbia, berdinding bambu dan lantainya dari tanah yang dipadatkan.

Sekat dan jendela, hanya berpintu satu serta menghadap barat. Masyarakat Adat Bayan punya tradisi menjaga kelestarian hutan. Ada enam hutan adat yang tersebar di tiga wilayah masing-masing dijaga oleh seorang pemangku (tokoh adat) hutan adat. Bagi mereka yang merusak hutan adat, misalkan menebang satu pohon, akan dikenakan sanksi berupa denda satu ekor kerbau, satu kuintal beras, dan 244 keping uang bolong.

Minggu lalu, saya berkesmpatan ke masjid kuno Bayan di Kabupaten Lombok Utara (KLU) lewat jalur Sembalun, Lombok Timur. Jarak tempuhnya sekitar 15 kilometer dari sana. 

Tak ada transportasi umum lansung ke Desa Bayan. Dari Bandara Udara Internasional Zainuddin Abdul Madjid (BIZAM) Praya, kita bisa naik taksi atau bus Damri ke terminal Bare Tais, Cakranegara, Mataram. Tarifnya untuk taksi sekitar Rp 300 ribu, bus Damri hanya sampai Sengigi, Lombok Barat sekitar Rp 40 ribu.

Kalau kita mau lebih leluasa jalan-jalan menikmati keunikan Desa Adat Bayan di Utara Rinjani, lebih lama. Ada baiknya, kita menyewa motor roda dua sekitar Rp 80 ribu perhari atau rent car mobil, tarifnya sekitar Rp 400 ribu perhari. Itu diluar biaya bensin dan makan.

Di Desa Adat Bayan, kita masih bisa menyaksikan lansung jejak penyebaran agama Islam masa silam di Pulau Lombok, berupa masjid kuno Bayan dan rumah adat tradisional, yang hingga masih tetap dipertahankan. Masjid Adat Bayan dibangun oleh syaikh Gaus Abdul Razak, salah seorang penyebar agama Islam terkemuka di Bayan pada abad ke-16 Masehi. 

Bediri di atas tanah ukuranya sekitar 400 meter. Kubahnya berbentuk bujur sangkar dengan ketinggian dinding sekitar 125 cm. Dindingnya terbuat dari anyaman bambu belah berdiri di atas pondasi batu setinggi pingang orang dewasa.

Kami berswafoto di Desa Bayan (Foto; Ahyar ros)
Kami berswafoto di Desa Bayan (Foto; Ahyar ros)

Atap masjid kuno Bayan berbentuk, seperti meru dan dipuncaknya terdapat hiasan kayu yang terbentuk, seperti mahkota. Bentuk, bangunan atap dan cocoknya masih mengambarkan pengaruh Hindu-Jawa, yang telah datang sebelum Islam disebarkan di Pulau Lombok. 

Di depan masjid, tepatnya sebelah utara pintu masjid, terdapat sebuah gentongan air yang terbuat dari tanah liat. Gentong didudukan dan diikat pada pohon Kamboja. Konon Gentong tersebut berfungsi untuk bersiram air wudhu waktu dulu hingga kini.

Untuk memasuki pintu masjid kuno Bayan, kita harus menundukan kepala dengan rendah. Di dalam masjid berlantai tanah dan didalamnya terdapat beduq tua berukuran besar masih tersimpan baik dipojok kanan masjid. 

Empat tiang peyangga masjid ini melambangkan persatuan empat desa yang turut membantu dalam membangun masjid adat Bayan. Ada juga dapat melihat dua hiasan berbentuk ikan dan burung terdapat dibagian atas kayu penyangga-penyangga tersebut.

Setiap hiasan memiliki makna tersendiri. Selain itu, kita juga bisa melihat hiasan pohon, telur Ayam, dan Naga bergantung di atas mimbar. Pada badan Naga terdapat tiga burung yang melambangkan komunitas adat Wetu Telu. 

Komunitas adat Wetu Telu adalah ajaran yang berpegang teguh pada tiga hal dalam menjalani kehidupan yaitu, agama, alam, dan pemerintahan. Wetu Telu juga merupakan refleksi dari asal usul keberadaan manusia di bumi yang terlahir, karena kehendak tuhan melalui ayah dan ibu sebagai perantara.

Selain bangunan masjid sebagai bangunan utama, kita juga melihat enam bangunan yang mengelilinggi masjid adat Bayan. Ukuran keenamnya berbeda-beda. 

Di dalam bangunan berdinding bambu ini, juga terdapat makam-makam para pendahulu penyebar agama Islam masa silam. Di kawasan masjid Adat Bayan, kita juga bisa melihat empat makam yang berdiri tidak beraturan dan memiliki ukuran yang berbeda-beda disebelah selatannya.

Harmoni bersama alam

Di Bayan, kita tak hanya melihat kampung adat, masjid kuno, panorama sawah berjejer hijau mengelepar, tapi juga hutan adat, mata air, air terjun, dan ritual lebaran adat tiap tahun masih ketat dijaga. Agar hutan dan alam tetap awet terjaga, masyarakat Desa Bayan memiliki awiq-awiq (aturan adat), yang mengatur tentang menjaga adat, kelestarian hutan dan alam. Jika kesepakatan ini dilanggar, maka warga desa yang menlanggarnya awiq-awiq ini akan dikenakan sanksi atau denda.

Mahni (36) tahun, perempuan asal Desa Bayan bercerita pada kami. Sejak dahulu, nenek moyang masyarakat Adat Bayan telah memberikan contoh baik dalam hidup berdampingan bersama alam dan menjaga hutan adat.

"Desa Bayan punya kearifan tersendiri, sejak dulu kami di Bayan hidup damai, menjaga adat dan alam yang terus kami rawat. Bentuk rumah, masjid kuno, upacara adat, dan pola hidup terus dipertahankan hingga kini," Kata Mahni, disaat kami jumpai di Desa Bayan, Lombok Utara.

Informasi yang sama juga, saya dapatkan dari teman kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB) Jawa Barat, Deni (28( tahun), yang lahir dan besar di Dusun Anyar, Desa Bayan.

"Di Awiq-awiq itu ada juga aturan tentang, menjaga hutan dan alam. Awiq-awiq ini sudah sejak dahulu ada di Bayan. Aturan ini dibuat oleh tokoh adat Bayan agar kelestarian air dan lingkungan sekitar Desa Bayan terjaga. Jika kesepakatan itu dilanggar, dari komunitas akan memberikan sanksi, misalkan denda satu ekor kerbau atau padi satu kuintal,". Ungkap Deni, asal Desa Bayan, KLU.

Hingga kini, ada 8 hutan adat yang diatur dalam awiq-awiq hukum adat Desa Bayan; hutan adat pengempokan, Bangket Bayan, Tiurarangan, Mandala, Lokoq Getak, Singang Borot, Sambel, dan Montong Gedeng. Wilayah hutan ini menjaga benteng terakhir masyarakat Adat Bayan dalam menjaga kehidupan anak cucu dimasa depan.

"Delapan hutan adat ini akan terus terjaga dan dipertahankan oleh generasi kami, hingga anak cucu di Desa Bayan. Untuk menjaga itu, maka dibuatlah awiq-awiq, yang artinya larang mengambil, menebang, menangkap satwa liar, membakar pohon, dan mengotori sumber mata air di dalam kawasan hutan adat," Tambahnya,  Raden Sawinggih (tokoh adat Desa Bayan) saat ditemui di berugak (gazebo) rumahnya saat itu.   

Berkunjung ke Desa Adat Bayan dan Masjid Adat Bayan, peninggalan ini mengingatkan kita pada masa lalu, bahwa di Desa Bayan pernah ada peradaban kampung adat dan jejak-jejak penyebaran Islam pertama di Pulau Lombok pada masa lampau.

Kedua, komunitas adat Bayan. Hingga kini masih konsisten mempertahankan tradisi adatnya, menjaga depan hutan adat di Desa Bayan. Hidup damai harmoni bersama alam nan asri terus disemai komunitas Adat Bayan patut kita contoh.

Kelam mempercepat senja. Sore itu, bersama Deni, kami izin meninggalkan rumah Raden Sawinggih di Utara Rinjani. Kalau Anda bertandang ke Lombok, singgahlah ke Desa Bayan untuk melihat "Kampung Adat dan Masjid Adat Bayan". (Ahyar ros)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun