Mohon tunggu...
Ahyarros
Ahyarros Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger | Editor book | Pegiat literasi dan Perdamaian |

Blogger | Editor book | Pegiat literasi dan Perdamaian |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Marwan, Perintis Pendidikan Lereng Rinjani #Santri

25 Oktober 2015   08:47 Diperbarui: 2 November 2015   10:10 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ia selalu percaya dengan untaian hikmah waktu menuntuk ilmu di pesantren, “Man Jadda Wajada” (Barang siapa yang bersunguh-sungguh, maka Allah SWT akan memudahkan jalan). Berbekal pendidikan agama (mengaji, bukan pendidikan formal tanpa ijazah) selama 6 tahun, sejak 1995-2001 di Pondok Pesantren Darul Falah, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Marwan memilih untuk pulang kampung untuk mengajar dan belajar bersama anak-anak di desanya. Marwan sedih menyaksikan pendidikan anak-anak di kampungnya yang rata-rata putus sekolah di Sekolah Dasar (SD). Dengan bekal ilmu agama yang dimiliki, ia mulai mengajar dari 3 muridnya dengan penuh kesabaran. Tantangan terbesar yang dihadapi dalam membangun sekolah adalah pikiran warga kampung Aik Prape,.

“Hidup tidak perlu sekolah, yang penting bisa bekerja untuk membantu orangtua. Sedikit sekali yang mau bersekolah, sebagaian gadis dan pemuda lebih memilih menikah dan menjadi TKI ke Malayasia, Hongkong, Saudi dan Jepang”. Ceritanya.

Dengan perjuangan panjang dan segala keterbatasan, Marwan mendirikan Pondok Pesantren dengan mengunakan biaya seadanya. Dengan menggunakan rumahnya sebagai gedung pertamanya. Pada awal pencarian murid, ia sangat kesulitan dengan jumlah muridnya yang sangat sedikit, yakni tiga murid saja. Hingga ia harus menjemput murid dari luar desanya dengan jarak tempuh 7-8 kilometer dari tempatnya.

Jalan buntu, berlubang, bebatuan dan berdebu ia tempuh untuk menjemput murid. Aktivitas seperti ini, ia jalani selama bertahun-tahun. Sampai saat ini, ia terus menjalani aktivitas mengajarnya bersama beberapa guru tamatan SMA di desanya. Kerja keras Marwan selama belasan tahun membuahkan hasil. Berkat bantuan masyarakat di kampunnya, ia mendirikan Ponpes Riyadul Falah, desa Aik Prape. Resmi berdiri 2004 dengan 242 orang muridnya dari Ibtidakiyah dan Aliyah sederajat SMA.

Untuk lulusan pertama, beberapa sekolah meragukan di Kabupaten Lombok Timur kemampuan mengajar Marwan, karena ia tidak memiliki pendidikan formal setingkat perguruan tinggi. Berkat kerja keras (istikomah), atas jasanya ini, Marwan mendapatkan penghargaan di dalam bidang pendidikan, dari program Indonesia Satu Awards dan Kick Andy Fondation. Dalam acara bertajuk “Indonesia Menginspirasi” di Kick Andy. Marwan menceritakan kisahnya yang ditonton oleh ribuan penonton.

Bekal belajar dari pesantren Marwan menyakini ungkapan dalam Bahasa Arab “Laa ta’lamu syae’ qobla tajarrut” (orang tidak akan pernah tau apa-apa sebelum mencoba). Bermula dari tiga santrinya Marwan mulai mengajak warga desa Aik Perape untuk menyekolahkan anak-anaknya. Di sela-sela kesibukan sebagai guru dan pimpinan Pondok Pesantren, Riyadul Falah, Marwan aktif menulis ceritanya di Kampung Media. Selain itu, Marwan juga banyak di undang untuk berbagi kisah di kegiatan Nasional.

Bogor, 25 Oktober 2015 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun