Poin lain yang menurut saya seharusnya dipertanyakan dalam proyek ini adalah terkait lokasi pembangunan. Sekilas tentang lahan yang saat ini dipilih sebagai lokasi proyek, yakni Hutan Kota Ranggawulung. Tepatnya berada di area selatan Kecamatan Subang yang merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Subang saat ini.
Dapat ditebak bahwa penamaan Gedung Kebudayaan Eyang Ranggawulung diambil dari lokasi proyek itu sendiri. Apakah Ranggawulung merupakan simbol kebudayaan Kabupaten Subang? bukan. Ranggawulung menurut beberapa budayawan Subang merupakan seorang tokoh masyarakat lokal pada masa penjajahan Belanda.Â
Konon katanya, Ranggawulung selalu menunggangi kuda berwarna hitam. Maka dari itu disebut Ranggawulung dimana kata "Rangga" yang berarti ksatria dan "Wulung" yang artinya kehitam-hitaman. Ada pula yang menyebut bahwa Ranggawulung itu berarti "Tanduk Hitam".Â
Jelas dari pemaparan tersebut, tidak ada kaitan yang erat antara Ranggawulung dengan kebudayaan. Namun kembali lagi, bukan penamaan gedungnya yang dikritik. Pemilihan lokasi proyek saat ini dinilai terlalu jauh dari pusat keramaian Kecamatan Subang.Â
Tidak sulit, namun lokasi ini tidak berada di pusat "perkotaan". Apakah salah? tidak juga. Namun, sampai saat ini masih banyak lahan di perkotaan yang mampu difungsikan sebagai lokasi proyek ini. Bahkan, dahulu sebelum proyek ini muncu, sempat mencuat kabar bahwa akan dibangun Gedung Kebudayaan di kawasan Kantor Dinas Pariwisata Kabupaten Subang yang lokasinya dekat dengan alun-alun Subang.
Jika ingin dibandingkan dengan contoh kasus serupa dengan fungsi bangunan yang serupa. Katakanlah Dago Tea House, di Bandung yang kini beralih fungsi menjadi Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat, tetap tidak apple to apple. Dago Tea House memiliki sejarah yang panjang hingga mampu bertransformasi menjadi balai kebudayaan. Walaupun topografi lokasinya yang mirip dengan Hutan Kota Ranggawulung.Â
Lahan yang kini dijadikan lokasi proyek memiliki akses yang harus di tempuh melalui jalan antar kota Subang -- Bandung. Hal lain lagi, lahan ini sebelumnya belum pernah sekali pun dikunjungi masyarakat. Lokasi ini dibangun diatas lahan yang sebelumnya merupakan hutan dan kebun ilalang.Â
Hal ini menurut saya menyebabkan muncul masalah lain yang menjadi sorotan publik. Semenjak terbengkalainya proyek ini, banyak berita mencuat terkait kegiatan tidak senonoh atau "mesum" yang dilakukan remaja-remaja di lokasi proyek. Ini dapat disebabkan akibat lokasinya yang jauh dari jalan dan pusat keramaian. Sehingga luput dari perhatian apparat yang berwewenang. Tentu saja fenomena ini menjadi citra negatif bagi masyarakat, khususnya citra lokasi itu sendiri.
Alternatif