Saat Belanda berkuasa penuh, harus mendapat restu Belanda. Kemudian Nurdin berseloroh "Pada akhir abad 19 atau awal abad 20 kemungkinan kuwu mulai dipilih secara langsung, bebas, dan rahasia oleh masyarakat di kotak suara. Untuk kuwu yang sudah tidak menjabat disebut kuwu manten, berdasarkan kaidah bahasa Sunda."Â
Dalam sebuah mitologi yang sarat akan kebudayaan yang beredar, dalam masa pemilihan kuwu juga dukun menjadi tak lepas mewarnai sebuah perhelatan kebudayaan dalam demokrasi di desa.Â
Seperti sebuah ritual yang harus dilakukan, sebuah jimat elektabilitas, jampi-jampi, pengasian serta laku lainnya yang harus di jalani oleh para calon kuwu tersebut.Â
Dengan menjalin sebuah hubungan dengan klien tersebut para calon kuwu setidaknya bisa menjadi barometer analisa sekaligus sebuah metode penggiringan massa. Lebih menyakitkann adalah bias attitude tersebut, entah bagaimana penggabungan dua keyakinan tersebut kedepannya jika, si calon tersebut nantinya terpilih dengan cara seperti yang dikatakan Tan Malaka dalam Madilog-nya adalah 'Logika Mistik' atau diartikan dengan berkeyakinan ganda.
Berbicara konstituen jelas, pada hari ini pemilih adalah mereka yang sudah melek dengan perjalanan demokrasi yang 'itu-itu aja' maka para konstituen hanya mengambil apa yang diberikan para calon pada masa kampanye tanpa memimilihnya di bilik suara.Â
Akantetapi dalam sebuah pembicaraan dengan orang yang mengaku sebagai klien dari calon kuwu tersebut. Sang dukun mengeksplorasikan soal pemindahan nama calon yang sudah ada di dalam kotak suara ke kotak suara milik klien-nya itu. Ajaib memang!.
Seperti halnya jobdes dukun dengan spesialisasi memberi jasa 'mengawal' politisi saat pemilu. Biasanya ia diminta untuk memberi hiasan dan 'memagari' kandidat dan keluarganya dari santet dan gangguan lawan-lawan politiknya dalam pemilu. Seperti lumrahnya dibanyak tempat, peran dukun sudah sampai tingkat TPS. Malam hari sebelum TPS digunakan, dukun mengelilingi TPS dan menabur beras kuning, garam, dan lain-lain.Â
Hingga dalam satu waktu pernah juga terjadi hal yang tergolong unik, pasalnya dukun milik lawan menabur garam dalam lingkungan TPS dan sontak asap seketika muncul pada garis TPS tersebut, dan katanya "ini menandakan ada yang bermain di sini," oleh karenanya para dukun, seperti halnya yang di paparkan di atas, adalah juga sebentuk alat untuk kekuasaan milik para calon kuwu, bukan hanya itu, dalam sebuah podcast di katakan bahwa para petinggi negara pun melakukan hal yang sama, dukun is everything.
Peta politik desa menjadi rumit lebih-lebih saat emosional mulai tersulut. Lembaga yang dibentuk untuk survey serta dukun bersatu, seakan tak bisa dikalahkan. Lembaga survey mengukur popularitas, elektabilitas partai dan calon, sedangkan dukun mengintip pulung, menyiapkan benda pusaka, hingga merumuskan mantera.Â
Dalam kinerjanya lembaga survey bertugas meningkatkan elektabilitas, dukun meningkatkan karisma dan pamor. Lembaga survey memetakan kebiasaan pemilik suara, dukun memetakan siapa lawan siapa kawan.Â
Seperti halnya yang dikatakan psikolog RS St Elisabeth. Kemudian Probowati Tjondronegoro MSi menyebutkan dukun mengambil tugas yang tak ditangani lembaga survey. "Hasil survey diumumkan terbuka dimaksudkan agar citra menguat. Tapi dukun akan bekerja diam-diam agar manteranya bertuah." Pada saat genting atau mendekati waktu pemilihan, maka 'adu kekuatan' para dukun sebagai ujian atas kesatian pada hal magisnya sesegera di buktikan, biasanya pada H-1 pecoblosan.