Maraknya investasi ekonomi asal Tiongkok, tentu saja berpotensi mengancam pelaku-pelaku e-commerce lokal dan menciptakan pasar oligopoli karena hanya ada segilintir pemodal besar yang menguasai pasar. Pemerintah perlu memainkan perannya sebagai aktor negara yang berfungsi sebagai penjaga pasar.
Ngomong-ngomong soal peran negara telah mengingatkan saya kepada teori Jhon Maynard Keynes. Menurut Keynes negara harus melakukan campur tangan atas aktivitas ekonomi secara keseluruhan.
Teori Keynes sebenarnya muncul sebagai kritik terhadap teori ekonomi klasik Adam Smith yang berpendapat pasar akan semakin efesien jika pemerintah tidak melakukan campur tangan sama sekali.
Namun sayangnya, muncul krisis ekonomi pada era 1920an atau yang dikenal dengan Depresi Besar (Great Depresion) yang sekaligus menandai kegagalan konsep survival of the fittest ala Adam Smith. Krisis itu telah menyebabkan pengangguran meningkat tajam dan nilai investasi terjun payung.
Pasca krisis, teori Keynesian semakin banyak digrandumi oleh pembuat kebijakan terutama di Amerika Serikat. Pendeknya, teori Keynes menekankan perannya negara untuk turut andil dalam melakukan keputusan ekonomi, dan tidak membiarkan pasar berjalan sendiri tanpa campur tangan negara.
Di Indonesia, pemerintah tampaknya tidak begitu memperhatikan potensi terbentuknya pasar oligopoli di sektor e-commerce. Â Pemerintah menilai investasi dari perusahaan luar negeri sebagai skema untuk mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia. Takutnya, pasar e-commerce di Indonesia hanya akan menguntungkan investor asing.Â
Selain hanya menguntungkan investor asing, pasar oligopoli juga akan mematikan bisnis e-commerce kecil sehingga berpengaruh pada perekonomian masyarakat. Upaya pemerintah untuk memangkas pajak e-commerce yang ditujukan untuk merangsang ekonomi lokal saya kira tidak akan berhasil karena bagaimana pun tetap kalah berkompetisi dengan pemodal besar.
Dengan demikian, saya kira pemerintah perlu berfikir dua kali untuk sektor e-commerce, ini tergantung niat pemerintah apakah ingin menjadi pragmatis dengan semakin membuka ruang kepada investor asal Tiongkok dan mengambil keuntungan, atau ingin berpihak kepada industri digital dalam negeri?
Catatan: Tulisan ini pertama kali dimuat ketika saya masih bekerja di PinterPolitik.com sebagai content writer.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H