Mohon tunggu...
Ahmed Tsar Blenzinky
Ahmed Tsar Blenzinky Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger | Content Creator | Sagitarius

Co-Founder BRid (Blogger Reporter Indonesia) | Sekarang Lebih Aktif di https://ahmedtsar.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Menangkap Petir di Kota Depok, Bisakah?

4 Oktober 2017   14:34 Diperbarui: 4 Oktober 2017   20:59 3122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Depok memiliki petir yang paling ganas di dunia."
Prof. Dr. Ir. Dipl. Ing. Reynaldo Zoro (Profesor Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB)
Sumber: Tribunnews

Lahir dan besar di kawasan Pasar Minggu sampai saat ini, bagi saya suatu keberkahan tersendiri. Walau merupakan bagian dari Jakarta, Kecamatan Pasar Minggu masih terasa suasana kampungnya. Dari cuacanya yang bersahabat sampai ketersediaan buah-buahnya.

Suasana yang digambarkan di lirik lagu anak-anak "....pepaya, mangga, pisang, jambu" misalnya, saya rasakan benar adanya. Memang ada bedanya antara dulu dan sekarang, soal melimpahnya buah-buahan.

Dulu saya masih bisa menemukan pohon dukuh, pepaya, rambutan, pisang, jambu, dan buah lainnya di kebon tetangga rumah di Kelurahan Kebagusan, Pasar Minggu. Sekarang kebon sudah tidak ada apalagi pepohonannya, yang ada tukang pikul yang menjual buah-buahan keliling dari rumah ke rumah.

Begitu juga dengan cuacanya. Ketika panas terik, keringat di badan cepat hilang karena hembusan angin. Berbeda dengan utara atau barat Jakarta, panas dari siang bisa sampai malam karena tidak terurai oleh hembusan angin. Akibatnya, keringat terus-menerus lengket (Jawa: pliket) di badan.

Di kala hujan, pepohonan cepat menyerap genangan air sehingga tidak banjir, membuat air sumur tidak pernah kering, dan membuat buah-buahan tumbuh subur. Inilah yang bisa jadi membuat Pasar Minggu dulu terkenal sebagai daerah penghasil buah-buahan.

Kalau saja bertahan sampai sekarang, barangkali bisa disejajarkan karena ada hubungannya yaitu berdekatan antara Bogor sebagai kota penghasil hujan, Depok, sebagai kota penghasil petir, dan Pasar Minggu sebagai daerah penghasil buah-buahan.

Sekarang yang tersisa hanya Bogor yang dikenal sebagai Kota Hujan dan Depok yang memiliki petir yang paling ganas di dunia (Tribunnews, 9/05/2017). Sedangkan Pasar Minggu, hanya menyisahkan beberapa titik kebon yang tersebar di tujuh kelurahan Pasar Minggu sebagai penghasil buah-buahan.

Bukannya buah-buahan tidak mau lagi tumbuh subur di Pasar Minggu, tapi titik-titik perumahan makin lama makin menyerobot kebon lahan tumbuhnya pepohonan. Dampaknya, Pasar Minggu hilang potensinya sebagai daerah penghasil buah-buahan.

Di masa 20 tahun kemudian, bisa jadi saya hanya dapat menceritakan ke anak cucu bahwa Pasar Minggu dulu banyak kebon tempat bertumbuhnya tanaman buah-buah. Sebagai bumbu cerita, saya akan perdengarkan lagu anak-anak Pepaya mangga pisang jambu sebagai bukti dulu benar adanya.

Kota petir
Saya barangkali juga akan bercerita kalau 20 tahun yang lalu kota tetangga Pasar Minggu terkenal sebagai kawasan yang memiliki petir yang paling ganas di dunia. Disebabkan oleh perubahan iklim yang ekstrim, salah satu potensi sumber energi listrik juga ikut hilang begitu saja.

Padahal petir itu potensi energi listrik terbarukan, tapi karena terabaikan pemanfaatannya untuk kesejahteraan manusia akhirnya Depok tak lagi mempunyai predikat sebagai kota petir.

Mudah-mudahan 20 tahun lagi saya tidak menceritakan seperti itu, karena petir terganas di Depok sudah dalam penelitian untuk dialih-daya menjadi energi listrik. Kalau benar akan dijadikan energi yang berguna buat manusia, menurut Profesor Zoro, arus petir negatif di Depok berkekuatan 379,2 kA (kilo Ampere) dan petir positifnya mencapai 441,1 kA.

Mengutip Tribunnews, potensi energi sebesar itu terjadi di Depok karena daerah ini dipengaruhi angin regional dan angin lokal. Adapun angin regional datang dari lembah dan angin gunung dari Bukit Barisan. Sedangkan angin lokal datang dari angin darat dan angin laut Kepulauan Riau dan Selat Malaka. Gerakan angin itulah yang menyebabkan pembentukan awan petir dengan kerapatan dan sambaran petir sangat tinggi.

"Sambaran petir di Depok terjadi hampir sepanjang tahun. Yang tertinggi pada bulan Maret, April, dan Mei, atau pada musim hujan. Sambaran agak mereda di bulan Februari," kata Profesor Zoro.

Infografis tentang fakta dan data dahsyatnya Petir. Sumber gambar: Fixr.com
Infografis tentang fakta dan data dahsyatnya Petir. Sumber gambar: Fixr.com
Menangkap petir
Petir menggelegar ke bumi, biasanya tidak datang sendirian. Bersama petir, ada hujan deras dan angin kencang yang datang juga. Nah berarti kira-kira solusinya harus ditangani secara menyeluruh bukan hanya petir saja. Misal ingin mengubah tenaga petir menjadi listrik, maka perlu seperangkat alat yang bisa juga mengubah air hujan ke listrik serta angin untuk menggerakkanya.

Persoalannya: bagaimana cara menyimpan petir? Tentu kesulitan. Sampai saat ini ini saja, alat yang populer baru "penangkal petir". Penangkal petir semacam alat untuk menjinakkan tenaga dahsyat ledakan kilat. Alat ini sekadar meredam petir karena diteruskan ke tanah.

Sampai sejauh ini belum ada alat untuk mengubah petir ke listrik. Alasannya mengikuti sifat petir, ia hanya berupa kilat yang akan cepat menghilang. Lebih jauh, sebelum diubah jadi listrik, kilat petir sudah menghilang terlebih dahulu. Padahal, perubahan bentuk energi ke bentuk energi yang baru itu memerlukan waktu.

Bagaimana kalau perangkat untuk menangkapnya bukan berbentuk benda padat saja? Alasannya, petir itu salah satu energi yang biasanya datang bersamaan dengan energi hujan dan energi angin. Nah maka dari perlu satu wahana tempat menangkap petir di Depok.

Di wahana itu terdiri dari alat "penangkal petir" untuk menangkap kilat dan ledakannya. Lalu kolam air sebagai media sementara menyimpan petir yang sudah menjadi tenaga listrik. lalu ada hembusan angin dibantu turbin untuk menggerakkan air bercampur aliran listrik menjadi pusaran bertenaga.

Proses selanjutnya dinamakan Hygroelectricity. Yakni, mengubah air yang yang mengandung listrik statis menjadi tetesan atau uap untuk ditransfer ke pembangkit listrik. Dari pembangkit listrik inilah paket-paket tenaga listrik siap digunakan untuk kesejahteraan manusia.

Semoga 20 tahun kemudian saya tidak hanya sekadar bercerita ke anak cucu bahwa di Depok ada Pembangkit Listrik Tenaga Petir, tetapi juga ikut merasakan manfaat dari salah satu ciptaan Allah SWT tersebut. Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun