Mohon tunggu...
ahmadzakyall
ahmadzakyall Mohon Tunggu... Lainnya - cuma manusia biasa yang di niai dari satu sisi

hobi bertanya

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Meretas Keheningan: Menggali Kebebasan dan Kegigihan Wiji Thukul dalam Film

31 Mei 2024   18:47 Diperbarui: 31 Mei 2024   19:09 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan Sutradara Yosep Anggi Noen, Istirahatlah Kata-kata berdurasi 97 menit, dengan Gunawan Maryanto sebagai Wiji Thukul dan Marissa Anita sebagai Sipon.

Fokus cerita adalah Wiji Thukul, yang dimainkan oleh Gunawan Maryanto, yang menjadi buronan pemerintah karena puisi-puisinya yang menentang rezim Soeharto. Setelah kerusuhan Mei 1998, Wiji harus bersembunyi di berbagai tempat untuk menghindari ditangkap. Sementara itu, tanpa suami dan ayah, istrinya, Sipon (Marissa Anita), dan anak-anak mereka harus bertahan dalam ketidakpastian.

evasrirahayu.com
evasrirahayu.com

Gambaran karakter dan peran

Guanawan Maryanto memberikan penampilan yang sangat mendalam sebagai Wiji Thukul. Ia berhasil menggambarkan kegelisahan, ketakutan, dan semangat perlawanan Thukul. Marissa Anita tampil dengan baik sebagai Sipon, menggambarkan kesedihan dan ketegaran seorang istri yang kehilangan suaminya pada saat menjadi buron pada era rezim soeharto.


Tema

kisah seseorang dan bagian penting dari sejarah indonesia.Film "Istirahatlah Kata-kata" bukan hanya sebuah biografi tetapi juga menggambarkan masalah Indonesia kontemporer. Film ini menceritakan kisah Wiji Thukul dan mengajak penonton untuk mempertimbangkan arti kebebasan berbicara, menentang penindasan, dan peran masyarakat sipil dalam memperjuangkan keadilan. Semangat yang digambarkan dalam film ini masih hidup dan inspiratif, dan keadaan di Indonesia saat ini menunjukkan bahwa perjuangan masih berlangsung.

Kesimpulan


"Silence the Words" membahas masalah kebebasan ekspresi, ketidakadilan, dan perjuangan melawan tirani. Film ini menceritakan kisah seseorang dan bagian penting dari sejarah Indonesia. Melalui perjalanan yang dilakukan oleh Wiji Thukul, penonton diajak untuk mempertimbangkan nilai kebebasan berpendapat dan biaya yang harus dibayar untuk memperjuangkannya.

Film yang mengharukan dan penting, "Istirahatlah Kata-kata" menghormati Wiji Thukul dan perjuangannya. Karya ini mengingatkan kita akan masa lalu yang hitam dan pentingnya menjaga kebebasan berbicara. Film ini adalah tontonan yang sangat berharga bagi mereka yang tertarik dengan sejarah dan kisah perjuangan.

Analisis Film "istirahatlah Kata-kata (2016)"

"Stop the Words" mengangkat tema penting seperti kebebasan berbicara, penindasan politik, dan perjuangan individu melawan pemerintahan represif. Film ini menceritakan kisah Wiji Thukul dan menunjukkan kesulitan yang dihadapi oleh orang yang berani menentang ketidakadilan. Puisi dan tulisan Thukul menjadi representasi penentangan terhadap pemerintahan tirani, menunjukkan bahwa kata-kata dapat berfungsi sebagai senjata yang kuat dalam perjuangan politik.

Sinematografi dan Sutradara

Yosep Anggi Noen memutuskan untuk menggunakan pendekatan sinematik yang sederhana namun memiliki makna, dengan banyak adegan yang sunyi dan komposisi visual yang sangat membantu dalam menciptakan suasana yang penuh dengan emosi dan intensitas. Teknik ini berhasil menyampaikan perasaan ketakutan dan ketidakpastian yang mengiringi kehidupan Wiji Thukul selama pelariannya.

Relevansi dengan situasi saat ini

Film ini berlatar belakang masa Orde Baru, tetapi temanya masih relevan dengan situasi di Indonesia saat ini. Berikut ini adalah beberapa keterkaitan yang dapat diambil:

1. Kebebasan Berbicara dan Media

Ketika berbicara di Indonesia saat ini, kebebasan berekspresi dan media tetap menjadi masalah yang sensitif. Meskipun reformasi telah mengubah banyak hal, masih ada beberapa situasi di mana jurnalis, aktivis, dan pembuat konten menghadapi intimidasi, tekanan, dan ancaman karena menyuarakan kritik terhadap pemerintah atau masalah sensitif lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kebebasan berekspresi masih menjadi perjuangan.

2. Penindasan dan Pertempuran Sosial

Film ini mengingatkan kita tentang bahaya penindasan politik dan betapa pentingnya berjuang untuk keadilan sosial secara konsisten. Diskriminasi berdasarkan ras, agama, atau status sosial ekonomi masih menjadi sumber marginalisasi dan ketidakadilan di dunia saat ini. Kisah Wiji Thukul memberi kita pengingat betapa pentingnya bekerja sama dan berjuang bersama untuk melawan ketidakadilan.

3. Tanggung Jawab Aktivis dan Masyarakat Sipil

Aktivis seperti Wiji Thukul memainkan peran penting dalam mendorong perubahan politik dan sosial. Masyarakat sipil dan aktivis terus memainkan peran penting dalam mengawasi pemerintah, memperjuangkan hak asasi manusia, dan memastikan bahwa minoritas didengar. Mereka adalah penerus semangat perlawanan Thukul.

4. Pendidikan Politik dan Kesadaran Sejarah

Sangat penting untuk mengingat kembali masa lalu yang kelam seperti yang digambarkan dalam film ini agar kita tidak melakukan kesalahan yang sama lagi. Membangun generasi yang kritis dan sadar akan hak-hak mereka bergantung pada pendidikan politik dan kesadaran sejarah. Film ini membantu masyarakat memahami sejarah politik Indonesia.

Kebijakan yang efektif harus berkonsentrasi pada perlindungan kebebasan berekspresi, penguatan hak asasi manusia, dan penegakan keadilan sosial untuk mencegah situasi yang digambarkan dalam film "Istirahatlah Kata-kata" dari terjadi di Indonesia. Beberapa arah kebijakan yang saya tawarkan terkait dengan mata kuliah Teknik Penyusunan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:

1. Pengesahan UU Perlindungan Kebebasan Berekspresi

Alasan: Konstitusi dan instrumen internasional hak asasi manusia menjamin kebebasan berekspresi sebagai hak dasar. Untuk melindungi kebebasan ini, diperlukan undang-undang yang jelas dan kuat.

Isi Kebijakan: Definisi yang Jelas: Kebebasan berekspresi termasuk hak untuk berpendapat, berekspresi, berkumpul, dan berserikat. Perlindungan Terhadap Jurnalis dan Aktivis: Memastikan bahwa jurnalis, aktivis, dan orang-orang yang menyuarakan pendapat kritis terhadap pemerintah atau institusi lainnya dilindungi secara hukum. Mekanisme Pengaduan dan Perlindungan: Menciptakan mekanisme pengaduan yang efisien dan cepat untuk orang-orang yang ingin menyuarakan pendapat mereka.

2. Meningkatkan kekuatan Komite Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)

Alasan: Komnas HAM memiliki peran penting dalam mengawasi pelanggaran hak asasi manusia dan membuat rekomendasi kebijakan untuk pemerintah. Penguatan lembaga ini akan memastikan penegakan hak asasi manusia yang lebih baik.

Isi Kebijakan: Mandat dan Kewenangan yang Lebih Luas: Memperluas mandat dan kewenangan Komnas HAM untuk melakukan investigasi yang lebih mendalam dan memiliki wewenang untuk mengeluarkan sanksi. Anggaran yang Memadai: Memberikan Komnas HAM anggaran yang cukup untuk menjalankan fungsinya, termasuk pelatihan, penelitian, dan kampanye kesadaran publik. Independensi dan Transparansi: Memastikan bahwa Komnas HAM tetap independen dan dapat melakukan apa yang diinginkannya.

3. Penyempurnaan Sistem Hukum dan Keadilan

Hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi sangat dilindungi oleh sistem hukum yang adil dan transparan.

Isi Kebijakan: - Reformasi Peradilan: Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses peradilan, termasuk pelatihan khusus untuk hakim dan jaksa tentang hak asasi manusia. - Perlindungan Terhadap Kriminalisasi: Memastikan bahwa undang-undang pidana tidak digunakan untuk mengkriminalisasi kebebasan berekspresi, dengan revisi atau pencabutan undang-undang yang rentan terhadap penyalahgunaan ini, seperti UU ITE. - Mekanisme Pengawasan: Menciptakan sistem yang memungkinkan para jaksa

4. Persetujuan dan Pelaksanaan Peraturan Internasional Hak Asasi Manusia

Alasan: Meskipun Indonesia telah meratifikasi beberapa instrumen hak asasi manusia internasional, pelaksanaannya masih perlu diperkuat.

Isi Kebijakan: Implementasi yang Konsisten: Mengadopsi dan menerapkan rekomendasi komite internasional hak asasi manusia dalam hukum dan kebijakan nasional; Pelaporan dan Evaluasi Berkala: Melaporkan dan menilai kemajuan dalam instrumen hak asasi manusia dan melibatkan masyarakat sipil dalam proses ini; Harmonisasi Hukum Nasional: Mengharmonisasi hukum nasional dengan standar internasional.

Tujuan dari kebijakan yang disebutkan di atas adalah untuk memperkuat sistem hukum dan lembaga yang ada di Indonesia untuk melindungi hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi. Diharapkan situasi yang digambarkan dalam film "Istirahatlah Kata-kata" tidak akan terjadi di masa depan jika digunakan pendekatan yang komprehensif dan diterapkan secara efektif. Kebijakan ini harus dibuat dengan hati-hati dengan mempertimbangkan konteks sosial-politik Indonesia, memastikan partisipasi publik, dan menggunakan metode penyusunan perundang-undangan yang berkualitas.

Latar Belakang Sejarah dan Sosial: Film ini berpusat pada masa Orde Baru Indonesia di bawah pemerintahan Soeharto. Penyair Wiji Thukul, yang puisi-puisinya dengan lantang mengkritik ketidakadilan dan penindasan, dianggap sebagai representasi penentangan rakyat terhadap pemerintahan yang otoriter. Thukul adalah simbol dari suara rakyat yang tertindas yang berani mengatakan kebenaran meskipun menghadapi risiko besar.

Thukul menjadi buronan pemerintah pada tahun 1996 setelah kerusuhan 27 Juli. Ia harus meninggalkan keluarganya dan bersembunyi di tempat-tempat yang berbeda. Film "Istirahatlah Kata-kata" menggambarkan masa persembunyiannya di Pontianak, Kalimantan Barat. Dalam keadaan penuh ketakutan dan ketidakpastian, ia terus berjuang untuk menyelesaikan kata-kata yang ditulisnya.

Penampilan Wiji Thukul: Penampilan Gunawan Maryanto sebagai Wiji Thukul sangat mendalam dan kuat. Maryanto dapat memahami inti karakter Thukul, yaitu seorang pria yang sederhana namun penuh dengan dorongan untuk berlawanan. Dalam film ini, kita melihat Thukul sebagai seorang aktivis dan seorang individu biasa yang mengalami kesepian, merindukan keluarganya, dan menghadapi dilema moral.

Film ini menunjukkan kekuatan puisi Thukul. Kata-kata yang kuat dan menggugahnya menginspirasi banyak orang untuk melawan penindasan. Film ini juga menunjukkan sisi lain kekuatan kata-kata: bahwa kata-kata bisa sangat berbahaya bagi mereka yang mengucapkannya. Inilah yang membuat judul film "Istirahatlah Kata-kata" sangat sarat makna.

Yosep Anggi Noen menggunakan teknik sinematografi dengan gaya dokumenter, yang memberikan kesan yang kuat bahwa itu diambil dari dunia nyata. Dalam film ini, penggunaan ruang sangat penting karena banyak adegan di mana Thukul berada dalam ruangan gelap dan sempit yang mencerminkan perasaan terperangkap dan tidak percaya diri yang ia alami.

Adegan yang menampilkan kota Pontianak dan kehidupan sehari-hari orang-orang di sana menciptakan kontras yang menarik dengan dunia dalam Thukul yang dinamis. Metode ini memberi penonton pemahaman betapa Thukul terisolasi dari dunia luar meskipun berada di tengah-tengah keramaian.

Pandangan dan Relevansi: "Istirahatlah Kata-kata" bukan sekedar film biografi; itu adalah sebuah karya yang mengajak kita untuk merenungkan apa arti keberanian dan kebebasan. Kisah hidup Wiji Thukul memberikan pesan bahwa perjuangan untuk keadilan dan kebenaran seringkali memerlukan pengorbanan besar. Meskipun ada risiko yang besar, kata-kata dan ide-ide yang kuat bisa menjadi alat perlawanan yang efektif.

Film ini juga menunjukkan betapa pentingnya mengingat dan menghormati mereka yang telah berjuang untuk hak asasi manusia dan kebebasan. Luka yang masih belum sembuh dalam sejarah Indonesia adalah kehilangan aktivis seperti Wiji Thukul pada masa Orde Baru. Melalui film ini, Yosep Anggi Noen berhasil menghidupkan kembali sosok Thukul, memberikan suara kepada mereka yang terbungkam, dan mengingatkan kita akan pentingnya terus berjuang untuk keadilan.

Kesimpulannya, "Istirahatlah Kata-kata" adalah film yang membuat Anda menangis dan berpikir. Film ini berhasil menangkap inti dari perjuangan Wiji Thukul dan relevansinya dengan perjuangan demokrasi di Indonesia melalui narasi yang lucu dan penggambaran yang mendalam. Sangat pantas untuk memberikan penghargaan ini kepada seorang penyair dan aktivis yang berani, yang meskipun dia telah meninggal dunia, tulisannya masih menginspirasi banyak orang.

Film ini tidak hanya menceritakan sejarah hitam Indonesia, tetapi juga membuat penonton berpikir tentang bagaimana kata-kata dapat membantu melawan ketidakadilan. Menurut Wiji Thukul, "Hanya ada satu kata: lawan!" adalah seruan yang masih relevan dan terus bergema hingga hari ini. Karya ini mengingatkan kita bahwa semangat perlawanan dan keadilan harus tetap ada dalam diri kita, meskipun kata-kata dapat berhenti berbicara.

Perjuangan Wiji Thukul masih relevan hingga hari ini. Kisah Thukul menjadi inspirasi untuk terus berjuang di tengah tantangan terhadap kebebasan berbicara dan penindasan di seluruh dunia. Kata-kata Thukul menunjukkan bahwa kita harus terus memperjuangkan kebenaran dan keadilan meskipun kita menghadapi risiko besar. "Stop the Words" bukan hanya sebuah film; itu adalah pengingat akan pentingnya suara-suara berani yang menentang tirani. Melalui kisah Wiji Thukul, kita diingatkan bahwa meskipun perjuangan untuk kebebasan dan hak asasi manusia adalah perjuangan yang panjang dan sulit, itu penting untuk terus berjuang.

Input sumber gambar Youtube KawanKawan Media
Input sumber gambar Youtube KawanKawan Media

Apa Guna

Apa guna punya ilmu

kalau hanya untuk mengibuli


Apa gunanya banyak baca buku

kalau mulut kau bungkam melulu

Apa Guna

Apa guna punya ilmu

kalau hanya untuk mengibuli


Apa gunanya banyak baca buku

kalau mulut kau bungkam melulu


Di mana-mana moncong senjata

berdiri gagah

kongkalikong

dengan kaum cukong



Di desa-desa

rakyat dipaksa

menjual tanah

tapi, tapi, tapi, tapi

dengan harga murah


Apa guna punya ilmu

kalau hanya untuk mengibuli


Apa guna banyak baca buku

kalau mulut kau bungkam melulu.




Nama: AHAMAD ZAKY AL GHIFARI

NPM: 41132506230013

Prodi: Ilmu Pemerintahan

Fakultas: Fisip

Matakuliah: Teknik Penyusunan Perundang Undangan


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun