Mohon tunggu...
Ahmad Yudi S
Ahmad Yudi S Mohon Tunggu... Freelancer - #Ngopi-isme

Aku Melamun Maka Aku Ada

Selanjutnya

Tutup

Money

Refleksi 58 Tahun Hari Tani Nasional

24 September 2018   12:16 Diperbarui: 24 September 2020   17:42 1003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : www.hidayatullah.com

"Soal pangan adalah soal hidup dan matinya bangsa" 

- Ir. Soekarno

Hari Tani Nasional jatuh pada hari ini, 24 September 2018, dimana 58 tahun yang lalu Presiden Soekarno menetapkan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) pada tahun 1960.

Sebelum ada UUPA, bangsa Indonesia dalam mengelola lahan masih meneruskan warisan kolonial belanda berupa hukum agraria buatan belanda. 

Hukum kepemilikan tanah buatan Belanda dinilai tidak ada keadilan bagi masyarakat kecil (proletar) dan hanya dikuasai oleh kaum bermodal (borjuis) maupun pemerintah kolonial saat itu. 

Lahirnya UUPA diperingati sebagai Hari Tani Nasional menjadi tonggak sejarah bagi bangsa Indonesia, terutama dalam menata struktur agraria dan kepemilikan tanah yang lebih berkeadilan bagi masyarakat, khususnya bagi petani kecil.

Keberadaan UUPA sendiri diharapkan mampu menjaga hak-hak petani dalam mengelola lahan produktif dan sebagai sumber mata pencaharian.

Indonesia dikenal sebagai Negara Agraris terbesar di dunia karena memiliki sumber daya alam yang besar, khususnya di bidang pertanian. Iklim tropis dan tanah yang subur menjadikan Indonesia negeri yang makmur bila dikelola dan dimanfaatkan dengan baik.

Mata pencaharian penduduk Indonesia mayoritas sebagai petani. Tak aneh bila negeri ini dijuluki sebagai negeri "Lumbung Padi" karena di zaman Presiden Soeharto, Indonesia menjadi negara pengekspor beras terbesar di dunia.

Peran sang "Pahlawan Pangan" begitu besar bagi kesejahteraan bangsa dan keberlangsungan kehidupan rakyat, selain menjadi pemasukan negara, juga menjadi pasokan pangan ke seluruh penduduk di berbagai daerah di Indonesia.

Kebutuhan pangan yang kian meningkat mengisyaratkan kebutuhan ruang lahan produktif harus tetap terjaga agar terpenuhi semua kebutuhan gizi dan jumlah petani pun harus bertambah sesuai dengan meningkatnya kebutuhan pangan.

Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan arus urbanisasi yang progresif berdampak pada pembangunan yang meningkat. Akibatnya, tanah yang masih produktif dan lahan pertanian semakin berkurang seiring pertumbuhan penduduk dan pembangunan. Selain meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan akan pangan pun semakin tinggi.

Apa yang terjadi bila pertumbuhan penduduk padat merayap sedangkan lahan pertanian kian hari kian berkurang akibat pembangunan? Tidak terpenuhinya seluruh kebutuhan pangan di masyarakat. Imbasnya bagi petani sumber mata pencahariannya terhambat bahkan tertutup akibat lahan pertanian telah dijadikan reklamasi oleh pemerintah atau swasta dengan alasan pemerataan pembangunan.

Lantas apa yang terjadi jika stok "Lumbung Padi" menipis? Pemerintah terpaksa mengadakan impor agar kebutuhan pangan penduduk tetap stabil. Setelah impor menguasai bidang pertanian dan perdagangan, otomatis kedaulatan dan ketahanan pangan menjadi terganggu akibat harga kebutuhan pokok naik yang berpuncak pada krisis ekonomi.

Pertanian menjadi tak berdaya bila impor telah menguasai dan mendominasi kebutuhan pangan masyarakat Nusantara. Setelah lahan produktif beralih fungsi, bisa jadi para petani berpindah mata pencaharian menjadi buruh tani atau buruh yang hanya tinggal memanfaatkan tenaga.

Memperingati Hari Tani Ke-58, apakah petani Indonesia telah merdeka atas hak-haknya? Sudahkah mereka mendapat bagian terpenting di negeri ini? 

Lalu bagaimana peran UUPA terhadap kesejahteraan petani dan menjamin tanah produktif sebagai lahan pertanian? Apakah UUPA telah menjamin seluruh pertanian Indonesia? Seakan semua itu hanya retorika belaka, bias.

Hadirnya UUPA tak lain tak bukan untuk mengatur dan menjamin segala hal tentang pertanahan dan pertanian demi hasil alam yang optimal di Nusantara dan melindungi hak petani dalam memproduksi di lahannya sendiri.

Wilayah nusantara yang teramat luas seharusnya dapat menghasilkan sumber daya alam yang berlimpah, terutama di bidang pertanian agar dapat memenuhi semua kebutuhan hidup rakyatnya, bukan mengandalkan impor.

Bila pemerintah terlalu getol menggunakan produk luar negeri alias impor sebagai pemenuhan kebutuhan di masyarakat, tak bisa dipungkiri negeri ini akan dilanda krisis ekonomi. Impor telah menjadikan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang hedonis, konsumtif tanpa berdaya menghasilkan produk bernilai ekonomi mandiri yang mampu bersaing dengan produk global.

Secara konseptual, hadirnya UUPA sebagai solusi dalam menanggulangi ketimpangan dan jembatan menuju kehidupan masyarakat yang berdaulat, adil dan, makmur. Ia menyasar bagian dari rakyat Indonesia yang terpinggirkan secara ekonomi, yakni masyarakat yang bergantung dari hasil bercocok tanam maupun buruh tani.

Pemerintah yang begitu fokus terhadap pembangunan menjadi penyebab terkesampingkannya ruang pertanian.

Reklamasi dan proyek-proyek menutupi tanah produktif sehingga petani tidak dapat produktif kembali dalam menghasilkan pangan dilahannya sendiri. Kehilangan tanah yang dialami petani akibat getolnya pembangunan yang digalakkan pemerintah berdampak pada kerusakan lingkungan.

Industri dan pertambangan yang berdiri kokoh di atas tanah rakyat akan melahirkan limbah yang berdampak pada pencemaran lingkungan. Jika terus dibiarkan maka berdampak pada kerusakan lingkungan.

Lingkungan yang tidak sehat akan mempengaruhi status kesehatan penduduk yang hidup disekitarnya. Bila telah tercemar maka penduduk yang hidup disekiar industri atau pertambangan akan mengalami berbagai gangguan kesehatan hingga kematian yang berdampak pada tingginya beban negara.

Di sisi lain pemerintah atau swasta mengadakan pembangunan besar-besaran, sebaliknya lahan produktif semakin sempit bahkan mungkin habis karena telah dialih-fungsikan. Belum lagi dengan masuknya investasi perusahaan asing, yang berakibat pada penyingkiran sumber kehidupan para petani.

Sudah saatnya Indonesia bangkit dari kesenjangan agraria dan mengembalikan julukan negeri "Lumbung Padi". Hak-hak petani seharusnya lebih diperhatikan dan UUPA diimplementasikan secara nyata agar tidak kembali terjadi kesenjangan lahan.

Jangan sampai profesi petani berkurang bahkan langka di negeri agraris, sebab terlalu luas tanah yang subur, dan apa yang ditanam itulah yang akan menjadi sumber kehidupan bangsa.

Selamat Hari Tani Nasional,
Semoga kesejahteraan bagi petani bukan hanya sekedar isu dan materi perbincangan semata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun