Perubahan tafsir Pancasila dari "benar" menjadi "salah" atau sebaliknya bukanlah indikasi kelemahan, melainkan cerminan dari dinamisme dan relevansi Pancasila sebagai ideologi yang hidup. Kemampuan Pancasila untuk ditafsirkan ulang sesuai konteks zaman justru menjadi kekuatannya dalam menghadapi perubahan dan tantangan baru.
Namun, dinamisme ini juga membawa tantangan dalam menjaga konsistensi dan esensi Pancasila. Diperlukan pemahaman yang mendalam tentang sejarah, konteks, dan filosofi Pancasila untuk dapat menafsirkan dan mengimplementasikannya secara tepat dalam realitas kontemporer.
Akhirnya, "benar" atau "salah" dalam konteks tafsir Pancasila sebaiknya tidak dipahami secara absolut, melainkan dalam kerangka relevansi dan efektivitasnya dalam menjawab tantangan zaman dan mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia.
Referensi.
1. Latif, Y. (2011). Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila. Gramedia Pustaka Utama.
2. Morfit, M. (1981). Pancasila: The Indonesian State Ideology According to the New Order Government. Asian Survey, 21(8), 838-851.
3. Ramage, D. E. (1995). Politics in Indonesia: Democracy, Islam and the Ideology of Tolerance. Routledge.
4. Weatherbee, D. E. (1985). Indonesia in 1984: Pancasila, Politics, and Power. Asian Survey, 25(2), 187-197.
5. Elson, R. E. (2009). Another Look at the Jakarta Charter Controversy of 1945. Indonesia, (88), 105-130.
6. Bourchier, D. (2019). Pancasila Verstehen: An Interpretation of the State Ideology of Indonesia. Asian Studies Review, 43(3), 385-402.
Referensi.
1. Latif, Y. (2011). Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila. Gramedia Pustaka Utama.
2. Morfit, M. (1981). Pancasila: The Indonesian State Ideology According to the New Order Government. Asian Survey, 21(8), 838-851.
3. Ramage, D. E. (1995). Politics in Indonesia: Democracy, Islam and the Ideology of Tolerance. Routledge.
4. Weatherbee, D. E. (1985). Indonesia in 1984: Pancasila, Politics, and Power. Asian Survey, 25(2), 187-197.
5. Elson, R. E. (2009). Another Look at the Jakarta Charter Controversy of 1945. Indonesia, (88), 105-130.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H