Mohon tunggu...
Ahmad W. al faiz
Ahmad W. al faiz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

a little bird which surrounds this vast universe, does not necessarily change itself, becoming a lizard. Do you know why. Yes you do.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

(Alm) Gus Dur, -KH. Abdurrahman Wahid, (Alm) Prof. Dr. Nurcholis Madjid: Ibarat Semar dan Arjuna di Dalam Pewayangan

22 September 2024   04:02 Diperbarui: 22 September 2024   04:12 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, seperti Arjuna yang juga dikenal dengan kehalusan budinya, Cak Nur menyampaikan gagasan-gagasannya dengan cara yang elegan dan intelektual. Ia mampu berdialog dengan berbagai kalangan, dari ulama tradisional hingga cendekiawan Barat, menunjukkan kematangan intelektual dan emosional yang tinggi.

Sinergi Semar dan Arjuna.

Dalam pewayangan, Semar dan Arjuna sering kali saling melengkapi. Semar memberikan nasihat dan dukungan moral, sementara Arjuna bertindak sebagai eksekutor di medan laga. Demikian pula dengan Gus Dur dan Cak Nur. Gus Dur, dengan pendekatan kulturalnya, mampu menjangkau dan mempengaruhi berbagai lapisan masyarakat. Ia membawa wacana pluralisme dan demokrasi ke tingkat akar rumput. Sementara itu, Cak Nur dengan ketajaman intelektualnya, memberikan fondasi teoretis dan filosofis bagi gagasan-gagasan pembaruan Islam.

Keduanya, seperti Semar dan Arjuna, berjuang untuk kebenaran dan keadilan. Mereka sama-sama memperjuangkan Islam yang inklusif, toleran, dan selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan universal. Namun, mereka melakukannya dengan cara yang berbeda namun saling melengkapi.

Penutup: Wayang dan Realitas.

Analogi Gus Dur sebagai Semar dan Cak Nur sebagai Arjuna tentu tidak bisa diambil secara harfiah. Ini hanyalah cara metaforis untuk memahami peran dan karakter kedua tokoh besar ini dalam konteks budaya Indonesia. Yang penting untuk diingat adalah bahwa baik Gus Dur maupun Cak Nur, seperti Semar dan Arjuna, adalah tokoh-tokoh yang kompleks dan multi-dimensi. Mereka tidak bisa direduksi menjadi stereotype sederhana. Keunikan dan kompleksitas pemikiran mereka justru menjadi kekayaan intelektual yang tak ternilai bagi bangsa Indonesia. Warisan pemikiran Gus Dur dan Cak Nur, seperti kisah-kisah dalam pewayangan, terus hidup dan relevan hingga saat ini. Mereka meninggalkan pelajaran berharga tentang bagaimana menjembatani tradisi dan modernitas, agama dan negara, serta bagaimana menjadi Muslim yang baik sekaligus warga dunia yang progresif. Dalam panggung besar pemikiran Islam Indonesia, Gus Dur dan Cak Nur telah memainkan peran mereka dengan gemilang. Kini, tantangan bagi generasi penerus adalah bagaimana melanjutkan perjuangan mereka, mengembangkan pemikiran mereka, dan menghadapi tantangan-tantangan baru dengan semangat kearifan Semar dan ketegasan Arjuna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun