Lara Luka adalah nama sahabat, wanita, Nayo semasa sekolah di sekolah SMA, yang menetap di kota Batam.
Lara Luka, bertanya khabarnya juga, dalam suara panggilan telepon seluler di genggamannya, Nayo. Lara Luka adalah suara sang kekasih bagi sebuah kisah dalam imajinasi dan khayalannya, yang terus bersambung dalam cerita, yang di tulis dalam darah dan nafasnya.Â
Setiap, ada waktu yang lenggang Nayo, secara sadar, berusaha menuliskan kembali khayalannya itu, dalam kisah-kisah imajinasinya itu. Dan tertidur diantara sunyi sendiri di tengah-tengah ilusi, di dalam pergantian waktu, yang seakan-akan terulang, hari demi hari.
Sementara, hatinya mengukir catatan gumam di batin Nayo. Dan bergerak bak bagai pena di atas kertas buku catatan hariannya, mencatat peristiwa di dalam pikirannya sendiri.
Dan juga dia, Lara Luka, adalah sesosok demit dan banyangan imajinasinya, seorang gadis jelita. Bagaikan, Parhiyangan Si Jelita. Tentang sesosok bidadari dalam dilema khayalan Nayo. Tentang seorang bidadari kekasihnya. Yang turun dari bis kota ber-AC. Dan, juga tentang, hari esok yang suram di pelupuk matanya yang buram. Kisah-kisah dan kerinduan bak bagaikan mengambang terbuang dalam waktu. Yang sangsi dan mengembara entah kemana.
"Tidak, sekarang Lara!"
Kata Nayo menjawab pertanyaan Lara, sembari menendang butir-butir pasir putih di pantai Losari yang di sapu ombak, di tepi suara deburan pantai membasuh.
"Lalu, kapan Nayo, janjimu kau tepati?"Â
Suara Lara meminta jawaban, dan kepastian dari Nayo.
"Tanjung, telah memintaku untuk lebih lama, tinggal di sini, menemaninya, melukis." Nayo, memberitahukan kembali terkait permintaan Tanjung. Kepada Lara.
"Oh, Tanjung!" Toh, teman melamunmu itu, yang memintamu, untuk tetap tinggal, baiklah" tak apa-apa!" Kata Lara, mejawab, dan menutup telepon kembali. Dengan, sedikit ngambek.