Mohon tunggu...
Ahmad Taufiq Hidayat
Ahmad Taufiq Hidayat Mohon Tunggu... Mahasiswa

Seorang Penulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menavigasi Perkembangan dan Tantangan Penerapan CBDC di Indonesia

4 November 2024   09:30 Diperbarui: 4 November 2024   09:32 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Atlantic Council 2024

Jember, 1 November 2024 -- Bank Indonesia (BI) baru-baru ini menerbitkan sebuah white paper yang menguraikan konsep Central Bank Digital Currency (CBDC) dan langkah-langkah menuju penerapannya di Indonesia. Inisiatif ini menandai upaya serius BI untuk memodernisasi sistem keuangan nasional dan memberikan alternatif yang lebih efisien dalam transaksi moneter. 

Dalam dokumen tersebut, BI menjelaskan bahwa CBDC merupakan bentuk digital dari uang yang diterbitkan dan dijamin oleh bank sentral. Penerapan CBDC diharapkan dapat meningkatkan efisiensi transaksi, memperkuat keamanan sistem keuangan, dan mendorong inklusi keuangan di tengah masyarakat yang belum sepenuhnya terlayani oleh layanan perbankan tradisional. Melalui langkah ini, BI bertujuan untuk menjawab tantangan yang dihadapi oleh sistem keuangan saat ini. 

Bank Indonesia juga mengungkapkan bahwa proof of concept menjadi bagian penting dari proses pengembangan CBDC. Melalui White Paper, hal tersebut dirancang untuk mengevaluasi implementasi teknologi serta memahami dampak yang mungkin ditimbulkan. Dalam proses ini, Bank Indonesia akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, lembaga keuangan, dan masyarakat, untuk memastikan bahwa CBDC dapat berfungsi dengan baik dalam konteks Indonesia. 

Meskipun terdapat berbagai potensi positif, tantangan seperti infrastruktur teknologi dan keamanan data tetap perlu diperhatikan. Bank Indonesia berkomitmen untuk melakukan sosialisasi secara menyeluruh agar masyarakat dapat beradaptasi dengan perubahan ini. Dengan upaya ini, diharapkan CBDC dapat menjadi solusi yang efektif dalam menghadapi dinamika ekonomi digital di Indonesia. 

Maka dari itu, artikel ini akan menjelaskan mengenai perkembangan CBDC di dunia, serta urgensi penerapan di indonesia dan dampaknya terhadap intermediasi sektor perbankan.

Perkembangan CBDC di dunia

Data dari Atlantic Council mengungkapkan bahwa semakin banyak negara di dunia yang tengah mengeksplorasi potensi penerapan mata uang digital bank sentral atau Central Bank Digital Currency (CBDC), termasuk Indonesia.

"134 negara yang mewakili 98% dari PDB global, sedang menjajaki CBDC. Pada bulan Mei 2020, jumlahnya hanya 35 negara. Saat ini, 66 negara berada dalam tahap lanjutan eksplorasi-pengembangan, uji coba, atau peluncuran," tulis Atlantic Council.

Per September 2024, seluruh anggota G20 telah aktif mengembangkan dan menguji coba proyek CBDC mereka, dengan 19 negara di antaranya berada di tahap lanjutan.

Di antara negara-negara tersebut, 13 negara telah mencapai tahap pilot atau uji coba, termasuk Indonesia, Brasil, Jepang, India, hingga Australia.

Adapun sejak invasi Rusia ke Ukraina dan penerapan sanksi oleh kelompok G7, proyek CBDC lintas negara untuk transaksi wholesale telah meningkat lebih dari dua kali lipat.

Saat ini terdapat 13 proyek CBDC lintas negara, termasuk Proyek mBridge yang menghubungkan bank-bank di China, Thailand, Uni Emirat Arab, Hong Kong, dan Arab Saudi. Diperkirakan, proyek mBridge ini akan diperluas ke lebih banyak negara pada tahun ini.

Tiga Negara Sukses Meluncurkan CBDC

Di antara negara lainnya yang masih bereksperimen CBDC, saat ini telah terdapat tiga negara yang telah sepenuhnya meluncurkan CBDC mereka, yakni Bahama, Jamaika, dan Nigeria. Di Bahama dan Nigeria, penerbitan CBDC telah meningkat secara signifikan. Ketiga negara tersebut fokus pada memperluas jangkauan CBDC ritel mereka di dalam negeri.

Adapun digital yuan (e-CNY) masih menjadi proyek pilot CBDC terbesar secara global. Pada Juni 2024, total volume transaksi e-CNY mencapai CNY 7 triliun atau setara Rp 15.000 triliun di 17 provinsi, mencakup sektor seperti pendidikan, kesehatan, dan pariwisata. Angka ini hampir empat kali lipat dari CNY 1,8 triliun yang dicatat oleh Bank Sentral China pada Juni 2023.

Untuk perkembangan CBDC di Indonesia, Bank Indonesia (BI) telah meluncurkan whitepaper Digital Rupiah yang merupakan bagian dari inisiatif Proyek Garuda, yang pertama kali diperkenalkan pada 30 November 2022.

White Paper : Proyek Garuda Digital Rupiah Bank Indonesia

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan penerbitan rupiah digital atau central bank digital currency (CBDC) akan segera dilaksanakan. Dalam roadmap BI, penerbitan ini direncanakan dimulai tahun 2024.

Saat ini, proses penerbitannya masih dalam tahap menguji gagasan atau konsep (proof of concept) pengembangan teknologi penopang Rupiah Digital.

"Rupiah digital ini kami tengah memfinalisasi proof of concept, itu tahap pertama rupiah digital. Kami masih memilih teknologi yang akan dipakai," kata Perry dalam Mandiri Investment Forum 2024 di Jakarta, dikutip Rabu (6/3/2024).

Sebelumnya, BI telah menerbitkan White Paper terkait pengembangan Digital Rupiah pada 30 November 2022. White Paper ini merupakan pemaparan awal dari Proyek Garuda berupa desain level atas (high-level design) Digital Rupiah sekaligus sebagai bentuk komunikasi kepada publik terkait rencana pengembangan Digital Rupiah.

White Paper ini menjelaskan konfigurasi desain Digital Rupiah yang terintegrasi dari ujung ke ujung, fitur desain Digital Rupiah yang memungkinkan pengembangan model bisnis baru, arsitektur teknologi Digital Rupiah, serta dukungan perangkat regulasi dan kebijakan terhadap implementasi desain Digital Rupiah.

Dampak Penerapan CBDC Terhadap Fenomena Bank Runs dan Risiko Kredit Pinjaman serta Simpanan Perbankan

Penerapan Central Bank Digital Currency (CBDC) di Indonesia, melalui proyek Garuda Rupiah Digital, menjadi sorotan dalam dunia keuangan. Salah satu fokus utama dari kebijakan ini adalah bagaimana CBDC dapat mempengaruhi fenomena bank runs dan risiko yang terkait dengan kredit pinjaman serta simpanan perbankan. Dalam konteks ini, Bank Indonesia (BI) berkomitmen untuk menjelaskan dampak potensial dari penerapan Garuda Rupiah Digital.

Fenomena bank runs, di mana nasabah secara bersamaan menarik simpanan mereka dari bank karena ketidakpercayaan terhadap stabilitas lembaga keuangan, menjadi ancaman serius bagi sistem perbankan. Dengan adanya CBDC, nasabah mungkin merasa lebih aman bertransaksi dan menyimpan uang mereka, karena Garuda Rupiah Digital dijamin oleh bank sentral. Dalam situasi ketidakpastian, nasabah dapat dengan mudah mengakses dan memindahkan dananya tanpa harus pergi ke bank fisik, yang dapat mengurangi tekanan pada bank dan mencegah terjadinya bank runs.

Di sisi lain, risiko kredit pinjaman juga menjadi perhatian penting. Penerapan CBDC dapat meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam proses penyaluran kredit. Dengan data yang lebih akurat dan cepat mengenai transaksi nasabah, lembaga keuangan dapat melakukan penilaian risiko yang lebih baik. Hal ini berpotensi mengurangi jumlah kredit macet dan meningkatkan inklusi keuangan, terutama bagi segmen masyarakat yang sebelumnya sulit mengakses layanan perbankan. Garuda Rupiah Digital memungkinkan proses peminjaman yang lebih cepat dan terjangkau, mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.

Namun, terdapat juga risiko yang perlu dicermati. Peralihan dari simpanan tradisional di bank menuju Garuda Rupiah Digital dapat mengubah dinamika likuiditas perbankan. Jika banyak nasabah memilih untuk menyimpan uang mereka dalam bentuk CBDC, bank-bank dapat mengalami kesulitan likuiditas yang dapat berdampak pada kemampuan mereka untuk memberikan pinjaman. Oleh karena itu, BI menekankan perlunya regulasi yang tepat untuk mengelola risiko tersebut dan menjaga stabilitas sistem perbankan.

Bank Indonesia juga menyadari bahwa implementasi CBDC memerlukan kolaborasi erat dengan seluruh pemangku kepentingan, termasuk lembaga keuangan dan masyarakat. Dialog terbuka akan menjadi kunci dalam merumuskan kebijakan yang dapat mengoptimalkan manfaat Garuda Rupiah Digital, sekaligus meminimalisir dampak negatif yang mungkin timbul. Dalam proses ini, pendidikan masyarakat tentang penggunaan CBDC dan potensi risiko yang ada juga menjadi sangat penting.

Dengan langkah-langkah yang hati-hati dan strategis, penerapan CBDC diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam menjaga stabilitas sistem keuangan Indonesia. Melalui Garuda Rupiah Digital, Bank Indonesia berupaya menciptakan ekosistem keuangan yang lebih aman dan inklusif, serta mengurangi kemungkinan terjadinya bank runs dan risiko dalam kredit pinjaman. Dengan demikian, diharapkan masyarakat dapat merasakan manfaat nyata dari inovasi keuangan ini dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun