Hadirmu yang sering mendampingi tangisan langitÂ
Yang kadang dinanti dan dibenci
Hadirmu memberikan luapan kegelapan di muka bumi
Kau seakan memberikan harapan yang pastiÂ
Ketika alam semesta dengan segala isinyaÂ
Sudah haus akan tangisan langit yang lama pergi
Kau seakan memberikan tambahan duka yang mendalamÂ
Ketika bumi sudah kenyang akan tumpukan tangisan langit yang meluap
Berbulan-bulan lamanya kau pergi
Membuat langit tak mengeluarkan tangisannya lagiÂ
Memang hadirmu adalah sebuah pertanda jiwaÂ
Jiwa yang menantimu dan membencimu
Kini, kau sudah mulai hadir dengan keistiqomahanmuÂ
Mengiringi datangnya tangisan langit yang sudah dinanti- nanti
Yang mulai membasahi keringnya dataran bumiÂ
Yang sudah lama langit tak menangisinya
Kini tinggal seonggok bebatuan yang tersisa
Setelah semuanya diterjang banjir bandang
Dilumat gempa bumi
Diterjang tsunami
Duhai Yang Maha Kuasa
Jauhkanlah kami dari derita ini
Jangan tinggali anak cucu kami
Warisan alam yang rusak
Karena ulah segelintir dari kami
*****
Kota Pudak, 28 Desember 2o22
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H