Sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi, Kampus bertujuan mencetak pemimpin bangsa di masa depan melalui berbagai disiplin ilmu yang diajarkan, termasuk mencetak politisi-politisi dan birokrasi yang akan memegang tongkat estafet kepemimpinan nasional.
Namun terkait dengan Kampanye baik untuk Pileg, Pilkada dan Pilpres bolehkan Kampus dijadikan sebagai tempat Kampaye? Untuk menjawabnya ikuti ulasan berikut ini.
Status kampus apakah bisa jadi tempat penyelenggaraan kampanye menjadi polemik. KPU dan Bawaslu menyatakan debat Capres dan Cawapres tidak boleh diselenggarakan di kampus. Bagaimana posisi secara yuridis?
"Pernyataan KPU dan Bawaslu tersebut perlu dikritisi dan dikoreksi mengingat pernyataan tersebut lahir karena kekurangcermatan dan kekurang hati-hatian dalam membaca ketentuan Pasal 280 ayat (1) UU Pemilu, termasuk tidak menjadikan penjelasan Pasal 280 ayat (1) sebagai dasar," kata Kordinator Koalisi Akademisi Untuk Pemilu Partisipatif, Bayu Dwi Anggono kepada detikcom.
Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu berbunyi:
Pelaksana, Peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
Sementara Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu berbunyi:
Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika Peserta Pemilu hadir tanpa atribut Kampanye Pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
"Maka perguruan tinggi (kampus) jelas tidak terlarang sebagai tempat penyelenggaraan kampanye sepanjang memenuhi persyaratan," ujar ahli hukum tata negara Universitas Jember itu.
Jadi sebenarnya Kampus tidak terlarang bagi tempat kamapanye asalkan memenuhi dua persyaratan:
Pertama, kampanye dapat dilaksanakan di perguruan tinggi jika yang mengundang adalah dari pihak penanggung jawab perguruan tinggi seperti rektor. Sepanjang peserta pemilu yang hadir tidak membawa atribur kampanye seperti bendera, kaos dan atribut lainnya.
Kedua kampanye dapat dilaksanakan di perguruan tinggi jika inisiatif untuk melaksanakan kampanye di kampus adalah dari penyelenggara pemilu (KPU)," ujarnya.
Ada plus minus penyelenggaraan Kampanye di Kampus, namun sebenarnya Kampanye di kampus bisa menjadi pembelajaran dan contoh langsung kehidupan demokrasi bagi sivitas akademika di kampus khusunya mahasiswa dan dosen.
Secara sosiologis, pelaksanaan kampanye di kampus juga membawa manfaat bagi demokrasi. Sesuai Pasal 6 UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi, prinsip perguruan tinggi adalah pencarian kebenaran ilmiah oleh sivitas akademika dan pembudayaan dan pemberdayaan bangsa yang berlangsung sepanjang hayat.
Mahasiswa dan dosen juga bisa menemukan kebenaran ilmiah atas berbagai visi dan misi dan program dari calon atau pasangan calon yang berkompetisi lewat Pemilihan Umum.
Hal ini pada akhirnya menyebabkan kalangan perguruan tinggi bisa berpartisipasi dalam pemberdayaan bangsa melalui fungsi kontrol akademik atas berbagai visi, misi dan program para calon dalam pemilu. Dampak lanjutannya adalah para pemilih dalam Pemilu akan mendapat manfaat karena akan mendapat referensi yang cukup perihal kebenaran ilmiah program kerja calon yang mereka akan pilih dalam pemilu.
Terhadap kekhawatiran bahwa perguruan tinggi akan menjadi tidak netral maka hal tersebut bisa diantisipasi dengan menyerahkan kepada penyelenggara pemilu (KPU) untuk membuat pengaturan teknis yang secara ketat mencegah hal tersebut, karena KPU sebagai penyelenggara Pemilu dan Bawaslu sebagai Pengawas Pemilu mengetahui rambu-rambu yang boleh maupun yang tidak boleh dilakukan saat pelaksanaan Kampanye di Kampus.
Saatnya memberikan kemerdekaan kepada mahasiswa untuk belajar secara langsung pesta demokrasi melalui pelaksnaan Kampanye di kampus mereka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H