Modernisasi adalah proses perubahan dalam masyarakat yang ditandai dengan kemajuan teknologi, perubahan pola pikir, dan transformasi budaya. Dalam konteks pertanian, modernisasi sering dikaitkan dengan penggunaan alat-alat canggih, metode produksi yang lebih efisien, dan integrasi teknologi digital. Namun, di sisi lain, modernisasi juga membawa dampak negatif terhadap regenerasi petani muda, khususnya di Kota Sukabumi. Fenomena ini menciptakan kekhawatiran terhadap keberlanjutan sektor pertanian yang merupakan tulang punggung ketahanan pangan di Indonesia. Â
Kota Sukabumi dikenal sebagai salah satu daerah agraris di Jawa Barat dengan kontribusi signifikan terhadap produksi pangan, terutama padi dan hortikultura. Namun, sektor ini menghadapi tantangan besar dalam hal regenerasi petani. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sukabumi pada tahun 2023, jumlah petani aktif terus mengalami penurunan. Tercatat, sebanyak 4.213 jiwa terlibat dalam aktivitas pertanian, menurun dibandingkan lima tahun sebelumnya yang mencapai lebih dari 4.500 jiwa. Â
Lebih memprihatinkan, lebih dari 80% petani di Sukabumi berusia di atas 39 tahun, dengan sebagian besar berada di usia lanjut. Data ini menunjukkan bahwa minat generasi muda untuk terjun ke dunia pertanian semakin menurun. Sementara itu, rata-rata usia petani di Indonesia, menurut Kementerian Pertanian, berada pada kisaran 45-50 tahun. Â
Modernisasi membawa perubahan signifikan pada persepsi, kesempatan kerja, dan pola hidup generasi muda, yang menjadi salah satu penyebab utama krisis regenerasi petani di Sukabumi. Berikut adalah beberapa faktor yang memengaruhi fenomena tersebut:Â Â
1. Persepsi Negatif terhadap Profesi Petani
  Profesi petani sering dianggap kurang bergengsi dan tidak menjanjikan dari segi ekonomi. Modernisasi telah memperkenalkan berbagai peluang kerja di sektor industri, jasa, dan teknologi yang dianggap lebih menarik dan memberikan penghasilan yang lebih stabil. Hal ini membuat generasi muda lebih memilih bekerja di kota atau mencari pekerjaan yang lebih "modern." Â
2. Kurangnya Inovasi dalam Sektor PertanianÂ
  Meskipun modernisasi telah menghadirkan teknologi pertanian canggih, implementasinya di tingkat lokal masih terbatas. Banyak petani di Sukabumi masih menggunakan metode tradisional yang kurang efisien, sehingga hasil panen tidak maksimal. Hal ini memengaruhi daya tarik generasi muda untuk terjun ke sektor ini. Â
3. Urbanisasi dan Migrasi
  Modernisasi mendorong urbanisasi yang masif, termasuk di Sukabumi. Generasi muda cenderung bermigrasi ke kota-kota besar untuk mencari pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik. Migrasi ini menyebabkan berkurangnya tenaga kerja muda di desa-desa agraris. Â
4. Akses Terbatas terhadap Teknologi dan Modal
  Akses terhadap teknologi pertanian modern dan modal usaha sering kali menjadi kendala bagi generasi muda. Mahalnya biaya peralatan dan rendahnya dukungan pemerintah dalam menyediakan subsidi teknologi membuat mereka enggan melanjutkan profesi sebagai petani. Â
5. Kurangnya Pendidikan dan Pelatihan Pertanian Â
  Sistem pendidikan yang kurang menekankan pentingnya pertanian sebagai profesi strategis juga menjadi masalah. Pendidikan formal lebih banyak berfokus pada bidang lain seperti teknologi, bisnis, dan jasa, sehingga menurunkan minat anak muda untuk mempelajari keterampilan bertani. Â
Krisis regenerasi petani muda di Sukabumi membawa dampak jangka panjang bagi ketahanan pangan dan ekonomi lokal. Beberapa dampaknya meliputi:Â Â
1. Penurunan Produktivitas Pertanian
  Kekurangan tenaga kerja muda yang bersemangat dan adaptif terhadap teknologi modern berdampak pada rendahnya produktivitas pertanian. Usaha tani yang dijalankan oleh petani usia lanjut cenderung kurang inovatif dan lambat dalam mengadopsi teknologi baru. Â
2. Ancaman terhadap Ketahanan PanganÂ
  Jika regenerasi petani tidak segera diatasi, Kota Sukabumi berisiko menghadapi penurunan produksi pangan yang dapat memengaruhi ketahanan pangan lokal dan regional. Â
3. Kehilangan Tradisi dan Kearifan Lokal Â
  Generasi muda yang tidak tertarik pada pertanian berpotensi melupakan tradisi agraris dan kearifan lokal yang telah diwariskan secara turun-temurun. Hal ini mengancam identitas budaya masyarakat agraris Sukabumi. Â
4. Peningkatan Pengangguran di Desa
  Ketika anak muda memilih meninggalkan desa tanpa keterampilan yang memadai di bidang lain, mereka rentan mengalami pengangguran di kota. Hal ini justru dapat memicu masalah sosial yang lebih besar. Â
Untuk mengatasi krisis regenerasi petani muda di Sukabumi, perlu adanya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Beberapa solusi yang dapat dilakukan meliputi:Â Â
1. Meningkatkan Daya Tarik PertanianÂ
  Pemerintah dan lembaga pendidikan dapat bekerja sama untuk mempromosikan pertanian sebagai profesi yang modern dan menguntungkan. Program pelatihan berbasis teknologi, seperti penggunaan drone untuk pemetaan lahan atau aplikasi berbasis AI untuk pengelolaan tanaman, dapat menarik minat generasi muda. Â
2. Pemberian Insentif dan Subsidi
  Pemerintah perlu memberikan insentif berupa subsidi alat pertanian modern, akses kredit usaha tani, atau program beasiswa bagi pemuda yang ingin belajar pertanian. Â
3. Pengembangan Pendidikan Pertanian
  Pendidikan pertanian perlu diintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah, terutama di daerah agraris seperti Sukabumi. Selain itu, pelatihan vokasi di bidang agribisnis dapat meningkatkan keterampilan generasi muda. Â
4. Pembangunan Infrastruktur Desa
  Meningkatkan kualitas infrastruktur di desa, seperti akses internet, jalan, dan fasilitas umum, dapat mendorong generasi muda untuk tetap tinggal dan bekerja di sektor pertanian. Â
5. Penguatan Komunitas dan Kelompok TaniÂ
  Membentuk kelompok tani berbasis pemuda dapat menjadi wadah untuk berbagi pengetahuan, inovasi, dan dukungan. Komunitas ini juga dapat berfungsi sebagai mitra pemerintah dalam pelaksanaan program pertanian.  Â
Modernisasi membawa dampak positif sekaligus tantangan bagi sektor pertanian di Kota Sukabumi. Meskipun mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas, modernisasi juga menjadi salah satu penyebab krisis regenerasi petani muda. Fenomena ini harus segera diatasi untuk memastikan keberlanjutan sektor pertanian dan ketahanan pangan di masa depan. Â
Dengan langkah-langkah strategis yang melibatkan semua pihak, regenerasi petani muda dapat diwujudkan. Generasi muda Sukabumi harus diberi kesempatan untuk melihat bahwa bertani bukan hanya pekerjaan, tetapi juga panggilan untuk menjaga keberlanjutan kehidupan dan budaya lokal. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H