Bukan hanya urusan belajar, bahkan jajan anak tidak bisa terkendalikan. Alih-alih minta uang quota, malah digunakan games online.
Tugas pun dibiarkan karena tidak ada pengawasan. Biasanya orangtua lepas saja. Ini masalah juga dalam pembelajaran jarak jauh, yaitu tidak ada tanggungjawab dan tidak ada kejujuran dari murid selama di luar sekolah.Â
Saya selaku pengajar dapat mengetahui tidak seluruh anak dari satu kelas yang cepat respons dengan belajar online. Walau pemerintah buat program pendidikan di TVRI, ternyata di lingkungan saya, saat jam tayang pelajaran bahwa anak-anak lebih banyak bergerombol di luar rumah bersama teman-temannya dan nongkrong di sudut gang. Sambil megang gadget memainkan games. Saya kira efektivitas dari program TVRI pun perlu dievaluasi.
Sekarang ini memasuki tahun ajaran baru dan penerimaan pun via online. Pada bulan Juni 2020 pun kalender pendidikan menjadwal penilaian akhir tahun. Tentu akan ada masalah lagi kalau digali dari lapangan. Biarlah itu menjadi dinamika sekolah dan tantangan pendidikan di negeri ini. Biarlah itu menjadi bahan kajian para pejabat, para ahli dan praktisi pendidikan.Â
Sekadar berbagi saja. Di SMP Bahtera Bandung, tempat saya mengajar, sejak didirikan berupaya menjawab tantangan zaman sehingga dalam pembelajaran tidak lepas dari teknologi informasi.
Karena itu, saat pandemi tidak bermasalah bagi guru dalam menyajikan pembelajaran jarak jauh. Mungkin yang bisa disebut masalah hanya kuota internet. Yang ini bisa diselesaikan dengan kerelaan pihak sekolah untuk menyiapkannya agar proses pembelajaran berjalan dengan baik dan lancar.
Adapun problematika yang dihadapi saat proses belajar via online adalah disiplin murid; jam belajar dan tenggat waktu penyelesaian tugas yang bermasalah.
Namun itu pun dicoba cari solusinya. Di antaranya guru menghubungi orangtua dan anak tersebut. Jadi, guru aktif dalam pembelajaran jarak jauh ini. Meski demikian, tetap saja ada murid yang cuek dengan pembelajaran online.
Saya kira dalam pembelajaran online tidak maksimal. Jarak yang memisahkan membuat gerak guru tidak maksimal karena tidak dapat mengkontrol muridnya.
Daya serap murid pun sulit terlihat kalau hanya andalkan mengerjakan tugas. Â Dan orangtua pun kadang lepas tangan saja ketika anaknya mulai berkeluh kesah dengan tugas atau ketika malas belajar. Mungkin dengan kembali pada lingkungan sekolah, dengan protocol yang ketat, akan membuat setiap anak memposisikan dirinya sebagai murid.Â
Sulit memang menanamkan pada anak-anak bahwa sekolah dan pendidikan (dalam hal ini belajar) adalah penting bagi mereka. Pentingnya belajar dan menjalani proses pendidikan sampai saat ini, yang saya lihat pada diri anak-anak adalah sebagai beban. Dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, banyak mata pelajaran dan hilang begitu saja saat sudah tidak masuk dunia pendidikan.