Mohon tunggu...
Ahmad Romli
Ahmad Romli Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Konsumsi dalam Konteks Ajaran Islam

4 Maret 2019   04:00 Diperbarui: 4 Maret 2019   04:05 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

    romliyahmad067@gmail.com

Pada materi ini saya akan membahas mengenai artikel yang berjudul Hadits Ekonomi Dalam Konteks Konsumsi. Pembahasan ini terkait mengenai hal-hal yang akan dibahas secara terperinci apa saja yang ada dalam konsumsi tersebut dan macam-macam konsumsi dalam konteks haditsnya.

1. Etika dalam Konsumsi dalam konteks islam

Dalam islam mengajarkan bahwasanya mengkonsumsi adalah mengeluarkan sesuatu yang bisa memberi manfaat bagi tubuh kita. Seperti halnya makanan, kesenangan, kemewahan dan lain-lain, karena itu wajib selalu memberikan stimulus kesehatan bagi tubuh kita, juga bermanfaat untuk meningkatkan kualitas ibadah kita kepada Allah SWT

Juga perlu kita ketahui bahwasanya kita boleh mengkonsumsi suatu makanan dan tidak di perbolehkan untuk berlebihan dalam hal tersebut, karena banyak sekali mudharat yang akan terjadi ditubuh kita.

Sebagaimana telah disampaikan di hadist riwayat An-nasaa'i :

( )[1]

Artinya: dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya berkata, Rasul SAW bersabda: "makan dan minumlah, bersedekahlah serta berpakaianlah dengan tidak berlebihan dan tidak sombong." (HR. Nasa'i)

2. Prinsip konsumsi

Dalam prinsip konsumsi terdapat 4 hal yaitu :

a. Halal (Diperbolehkan)

Segala objek atau kegiatan yang diizinkan untuk digunakan atau dilaksanakan, dalam agama islam suatu makanan atau minuman tidak hanya halal, tetapi juga harus thayyib, apakah layak dikonsumsi atau tidak, atau bermanfaat bagi kesehatan. Lawan halal adalah haram.

b. Baik bergizi

Gizi dalam ajaran Islam, bukan sekedar mengharamkan makanan yang berbahaya bagi kesehatan seperti bangkai, darah dan daging babi. Tetapi lebih dari itu, Islam juga memperhatikan tentang kualitas bentuk makanan yang dihidangkannya. Islam memberikan motivasi kepada umat Islam, agar menyediakan menu-menu yang bermanfaat/bergizi, seperti daging binatang darat dan daging binatang laut serta segala sesuatu yang dihasilkan bumi seperti biji-bijian, buah-buahan, termasuk juga minum madu dan susu karena nilai gizi yang tinggi.

Maksud Allah menekankan perintah pentingnya makan yang bergizi dan halal, itu semua bertujuan hanya untuk kebaikan manusia itu sendiri. Makanan yang bergizi merupakan makan yang sangat diperlukan dan sangat dibutuhkan untuk tubuh manusia. Agar memperoleh kualitas kesehatan yang baik. Karena kesehatan itu sangat berpengaruh terhadap kualitas berfikir dan jasmaninya. Sebagaimana sabda nabi muhammad dalam khutbahnya artinya "dan untuk badanmu ada hak bagimu".

c. Makan dan minnum secukupnya

Etika makan dan minum menurut pandangan islam

Orang Muslim melihat makanan dan minuman itu sebagai sarana, dan bukan tujuan. Ia makan dan minum untuk menjaga kesehatan badannya karena dengan badan yang sehat, ia bisa beribadah kepada Allah Ta'ala dengan maksimal. Itulah ibadah yang menyebabkannya memperoleh kemuliaan, dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ia tidak makan minum karena makanan Dan minuman, serta syahwat keduanya saja. Oleh karena itu, jika ia tidak lapar ia tidak makan, dan jika ia tidak kehausan maka ia tidak minum.  

Rasulullah saw. bersabda,  "Kami adalah kaum yang tidak makan kecuali kami lapar, dan jika kami makan maka kami tidak sampai kekenyangan."


Etika sebelum makan

Etika sebelum makan adalah sebagai berikut :

  1. Makanan dan minumannya halal, bersih dari kotoran-kotoran haram, dan syubhat, karena Allah Ta'ala berfirman,"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian." (Al-Baqarah:172). Yang dimaksud rizki yang baik ialah halal yang tidak ada kotoran di dalamnya. 
  2. Ia meniatkan makanan dan minumannya untuk menguatkan ibadahnya kepada Allah Ta'ala, agar ia diberi pahala karena apa yang ia makan, dan ia minum. Sesuatu yang mubah jika diniatkan dengan baik, maka berubah statusnya menjadi ketaatan dan seorang Muslim diberi pahala karenanya. 
  3. Ia mencuci kedua tangannya sebelum makan jika keduanya kotor, atau ia tidak dapat memastikan kebersihan keduanya. 
  4. Ia meletakkan makanannya menyatu di atas tanah, dan tidak di atas meja makan, karena cara tersebut lebih dekat kepada sikap tawadlu', dan karena ucapan Anas bin Malik ra, "Rasulullah saw. pernah makan di atas meja makan atau di piring." (Diriwayatkan Al-Bukhari). 
  5. Ia duduk dengan tawadlu dengan duduk berlutut, atau duduk di atas kedua tumitnya, atau menegakkan kaki kanannya dan ia duduk di atas kaki kirinya, seperti duduknya Rasulullah saw., karena Rasulullah saw. bersabda,"Aku tidak makan dalam keadaan bersandar, karena aku seorang budak yang makan seperti makannya budak, dan aku duduk seperti duduknya budak."  (Diriwayatkan Al-Bukhari). 
  6. Menerima makanan yang ada, dan tidak mencacatnya, jika ia tertarik kepadanya maka ia memakannya, dan jika ia tidak tertarik kepadanya maka ia tidak memakannya, karena Abu Hurairah ra berkata, "Rasulullah saw. tidak pernah sekali pun mencacat makanan, jika beliau tertarik kepadanya maka beliau memakannya, dan jika beliau tidak tertarik kepadanya maka beliau meninggalkannya." (Diriwayatkan Abu Daud). 
  7. Ia makan bersama orang lain, misalnya dengan tamu, atau istri, atau anak, atau pembantu, karena Rasulullah saw. bersabda, "Berkumpullah kalian di makanan kalian niscaya kalian diberi keberkahan di dalamnya." (Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).


Etika sedang makan

Di antara etika sedang makan ialah sebagai berikut:

  1. Memulai makan dengan mengucapkan basmalah, karena Rasulullah saw. bersabda,"Jika salah seorang dari kalian makan, maka sebutlah nama Allah Ta'ala. Jika ia lupa tidak menyebut nama Allah, maka hendaklah ia menyebut nama Allah Ta'ala pada awalnya dan hendaklah ia berkata, Dengan nama Allah, sejak awal hingga akhir." (Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya). 
  2. Mengakhiri makan dengan memuji Allah Ta'ala, karena Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa makan makanan, dan berkata, 'Segala puji bagi Allah yang memberi makanan ini kepadaku, dan memberikannya kepadaku tanpa ada daya dan upaya dariku', maka dosa-dosa masa lalunya diampuni." (Muttafaq Alaih). 
  3. Ia makan dengan tiga jari tangan kanannya, mengecilkan suapan, mengunyah makanan dengan baik, makan dari makanan yang dekat dengannya (pinggir) dan tidak makan dari tengah piring, karena dalil-dalil berikut. Rasulullah saw. bersabda kepada Umar bin Salamah,"Hai anak muda, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari makanan yang dekat denganmu (pinggir)." (Muttafaq Alaih)."Keberkahan itu turun di tengah makanan. Maka oleh karena itu, makanlah dari pinggir-pinggirnya, dan janqan makan dari tengahnya." (Muttafaq Alaih). 
  4. Mengunyah makanan dengan baik, menjilat piring makanannya sebelum mengelapnya dengan kain, atau mencucinya dengan air, karena dalil-dalil berikut : Rasulullah saw. bersabda,"Jika salah seorang dari kalian makan makanan, maka ia jangan membersihkan jari-jarinya sebelum ia menjilatnya." (Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya). Ucapan Jabir bin Abdullah ra bahwa Rasulullah saw. memerintahkan menjilat jari-jari dan piring. Beliau bersabda,"Sesungguhnya kalian tidak mengetahui di makanan kalian yang mana keberkahan itu berada." (Diriwayatkan Muslim). 
  5. Jika ada makanannya yang jatuh, ia mengambil dan memakannya, karena Rasulullah saw. bersabda,"Jika sesuap makanan kalian jatuh, hendaklah ia mengambilnya, membuang kotoran daripadanya, kemudian memakan sesuap makanan tersebut, serta tidak membiarkannya dimakan syetan." (Diriwayatkan Muslim). 
  6. Tidak meniup makanan yang masih panas, memakannya ketika telah dingin, tidak bernafas di air ketika minum, dan bernafas di luar air hingga tiga kali, karena dalil-dalil berikut: Hadits Anas bin Malik ra berkata, "Rasulullah saw. bernafas di luar tempat minum hingga tiga kali." (Muttafaq Alaih). Hadits Abu Said Al-Khudri ra, bahwa Rasulullah saw. melarang bernafas di minuman. (Diriwayatkan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya). Hadits lbnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw. melarang bernafas di dalam minuman, atau meniup di dalamnya. (Diriwayatkan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya). 
  7. Menghindari kenyang yang berlebih-lebihan, karena Rasulullah saw., bersabda, "Anak Adam tidak mengisi tempat yang lebih buruk daripada perutnya. Anak Adam itu sudah cukup dengan beberapa suap yang menguatkan tulang punggungnya. Jika ia tidak mau (tidak cukup), maka dengan seperti makanan, dan dengan seperti minuman, dan sepertiga yang lain untuk dirinya." (Diriwayatkan Ahmad, Ibnu Majah, dan Al-Hakim. Hadits ini hasan). 
  8. Memberikan makanan atau minuman kepada orang yang paling tua, kemudian memutarnya kepada orang-orang yang berada di sebelah kanannya dan seterusnya, dan ia menjadi orang yang terakhir kali mendapatkan jatah minuman, karena dalil-dalil berikut: Sabda Rasulullah saw.,"Mulai dengan orang tua. Mulailah dengan orang tua." Maksudnya, mulailah dengan orang-orang tua.Rasulullah saw. meminta izin kepada Ibnu Abbas untuk memberi makanan kepada orang-orang tua di sebelah kiri beliau, sebab Ibnu Abbas berada di sebelah kanan beliau, sedang orang-orang tua berada di sebelah kiri beliau. Permintaan izin Rasulullah saw. kepada Ibnu Abbas untuk memberikan makanan kepada orang-orang tua di sebelah kiri beliau itu menunjukkan bahwa orang yang paling berhak terhadap minuman ialah orang yang duduk di sebelah kanan. Sabda Rasulullah saw.,"Sebelah kanan, kemudian sebelah kanan." (Muttafaq Alaib)."Pemberi minuman ialah orang yang paling akhir meminum." 
  9. Ia tidak memulai makan, atau minum, sedang di ruang pertemuannya terdapat orang yang lebih berhak memulainya, karena usia atau karena kelebihan kedudukannya, karena hal tersebut melanggar etika, dan menyebabkan pelakunya dicap rakus. Salah seorang penyair berkata, "Jika tangan-tangan dijulurkan kepada perbekalan, Maka aku tidak buru-buru mendahului mereka, sebab orang yang paling rakus ialah orang yang paling buru-buru terhadap makanan." 
  10. Tidak memaksa teman atau tamunya dengan berkata kepadanya, 'silakan makan', namun ia harus makan dengan etis (santun) sesuai dengan kebutuhannya tanpa merasa malu-malu, atau memaksa diri malu-malu, sebab hal tersebut menyusahkan teman atau tamunya, dan termasuk riya', padahal riya' itu diharamkan. 
  11. Ramah terhadap temannya ketika makan bersama dengan tidak makan lebih banyak dari porsi temannya, apalagi jika makanan tidak banyak, karena makan banyak dalam kondisi seperti itu termasuk memakan hak (jatah) orang lain.
  12. Tidak melihat teman-temannya ketika sedang makan, dan tidak melirik mereka, karena itu bisa membuat malu kepadanya. Ia harus menahan pandangannya terhadap wanita yang makan di sekitarnya, dan tidak mencuri-curi pandangan terhadap mereka, karena hal tersebut menyakiti mereka membuat mereka marah dan ia pun mendapat dosa karena perbuatannya tersebut.
  13. Tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan yang dipandang tidak sopan oleh masyarakat setempat. Misalnya, ia tidak boleh mengibaskan tangannya di piring, tidak mendekatkan kepalanya ke piring ketika makan agar tidak ada sesuatu yang jatuh dari kepalanya ke piringnya, ketika mengambil roti dengan giginya ia tidak boleh mencelupkan sisanya di dalam piring, dan tidak boleh berkata jorok, sebab hal ini mengganggu salah satu temannya, dan mengganggu seorang Muslim itu haram hukumnya.
  14. Jika ia makan bersama orang-orang miskin, ia harus mendahulukan orang miskin tersebut. Jika ia makan bersama saudara-saudaranya, ia tidak ada salahnya bercanda dengan mereka dalam batas-batas yang diperbolehkan. Jika ia makan bersama orang yang berkedudukan, maka ia harus santun, dan hormat terhadap mereka.


Etika setelah makan

Di antara etika setelah makan ialah sebagai berikut:

  1. Ia berhenti makan sebelum kenyang, karena meniru Rasulullah saw. agar ia tidak jatuh dalam kebinasaan, dan kegemukan yang menghilangkan kecerdasannya.
  2. Ia menjilat tangannya, kemudian mengelapnya, atau mencucinya. Namun mencucinya lebih baik.
  3. Ia mengambil makanan yang jatuh ketika ia makan, karena ada anjuran terhadap hal tersebut, dan karena itu adalah bagian dari syukur atas nikmat.
  4. Membersihkan sisa-sisa makanan di gigi-giginya, dan berkumur untuk membersihkan mulutnya, karena dengan mulutnya itulah ia berdzikir kepada Allah Ta'ala, berbicara dengan saudara-saudaranya, dan karena kebersihan mulut itu memperpanjang kesehatan gigi.
  5. Memuji Allah Ta'ala setelab ia makan, dan minum. Ketika ia minum susu, ia berkata, "Ya Allah, berkahilah apa yang Engkau berikan kepada kami, dan tambahilah rizki-Mu (kepada kami)". Jika berbuka puasa di tempat orang, ia berkata, "Orang-orang yang mengerjakan puasa berbuka puasa di tempat kalian, orang-orang yang baik memakan makanan kalian, dan semoga para malaikat mendoakan kalian."

Islam mengajarkan kepada kita untuk menikmati makan yang halal. Setelah memilih makan yang bergizi dan halal (thayyib) maka selanjutnya yang harus diperhatikan adalah tata cara makan yang benar menurut agama islam

1. Dilarang makan dan minum menggunakan emas dan perak.

2. Membagi perut menjadi 3 bagian, yaitu sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minum, dan sepertiga untuk bernafas.

3. Tidak dianjurkan makan yang banyak.

4. Tidak berlebihan dalam variasi makanan, sebagian ulama abu hanifah berkata : termasuk orang yang berlebihan jika terdapat diatas meja makan roti dengan jumlah yang melebihi kebutuhan orang yang makan, dan termasuk berlebihan menyediakan bagi diri makanan yang beragam.

5. Memakai tangan kanan dan memakan makanan yang dekat.

Terdapat dalam hadist riwayat bukhori no.5376 dan muslim no. 2022 yang artinya : "wahai nak, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah yang ada didekatmu".

6. Dilarang makan sambil ittika' (berbaring)

7. Mendahulukan makan dari sholat pada saat makanan sudah dihidangkan.

8. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan.

9. Membaca basmalah pada permulaan makan.

10. Membaca doa setelah makan. Dll

d. Bukan dari hasil suap

Hendaklah seorang muslim sangat mewaspadai terjerumus dalam perangkap suap, hadiah, atau penghormatan melalui jalur kerja. Orang yang menyuap dan menerima suap itu akan diusir dari rahmat Allah yang luas. Hal itu akan disebabkan oleh sejumlah uang yang tidak bernilai. Yakni, demi Allah alangkah ruginya seperti ini. Sebagian dari sifat amanah adalah hendaknya seorang manusia tidak memangku jabatan dimana dirinya ditunjuk untuk mendudukinya guna mendatangkan keuntungan untuk dirinya atau keluarga dekatnya. Sebenarnya kenyang dengan harta publik adalah suatu dosa dan perbuatan yang tidak halal.

3. Sasaran konsumsi

a. Konsumsi untuk diri sendiri dan keluarga

Dalam islam telah digariskan kewajiban suami untuk menafkahi istrinya. Hai ini telah di singgung oleh Allah SWT dalam firmannya : "para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama setahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruh. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannyai"(QS. Al-baqarah :233).

Dan ditegaskan oleh rosulullah SAW, belliau bersabda : "bagi kamu (para suami) bertanggungjawab menafkahi para istri-istrimu dan memberikan mereka p[akaian secara baik. (HR. Bukhori)".

b. Konsumsi sebagai tanggungjawab sosial.

Yang dimaksud konsumsi sebagai tanggungjawab sosial adalah bersedekah. Memberikan setengah harta kita kepada seseorang yang membutuhkan. Banyak Sedekah merupakan amalan yang paling agung dan suci serta amat banyak manfaatnya bagi yang bersedekah dan juga mayoritas anggota masyarakat, yaysan sosial, dakwah secara merata.

Tingginya kedudukan orang yang mengerjakan sedekah tidak hanya di akhirat semata, melainkan juga berlaku didunia. Maka barang siapa yang bersedekah akan terangkat dan bagi yang bakhil akan terhina. Bahkan muhammad bin hayyan berkata : setiap pemimpin baik dalam masa jahiliyah maupun islam hingga tersohor kepemimpinannya, kaumnya melindunginya dan dituju oleh yang jauh maupun yang dekat, maka kepemimpinannya itu belumlah sempurna, dengan memberikan makanan dan menghormati tamu.

Daftar pustaka :

1. Lifi Nur Diana,M.SI, Hadist-hadist Ekonomi malang UIN malang Press, 2008 ) h.55

2. abu Dzar al qilmani, kunci mencari rejeki yang halal (jakarta:mizan,2004) h.57

3. Ahmad Fuad, pohon imansolo ; pustaka arafah, 2008 ) h 58-59

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun